KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa PT Pertamina (Persero), melalui PT Badak LNG, berpotensi meningkatkan kapasitas produksi gas minyak bumi cair (LPG) hingga mencapai 400.000 ton per tahun.
Penambahan kapasitas ini akan menjadi kenyataan jika penemuan gas jumbo Geng North mulai beroperasi pada 2027 dan diproses di fasilitas kilang PT Badak LNG. Dengan begitu, Indonesia bisa menghemat impor LPG sebesar Rp3,48 triliun per tahun, berdasarkan harga LPG USD550 per ton dan kurs saat ini.
“Produksi tambahan LPG sebesar 400.000 ton per tahun akan mengurangi ketergantungan impor. Hitung saja, 400.000 ton per tahun dikali harga gas USD550,” jelas Arifin saat ditemui di kantor Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur, Selasa 13 Agustus 2024 lalu.
Dalam perkembangan terpisah, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menyatakan bahwa PT Badak LNG berencana untuk menghidupkan kembali salah satu kilangnya.
Fasilitas kilang tersebut diharapkan mampu memproses 5 persen dari total hasil produksi Geng North, yaitu sebesar 1.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), untuk dijadikan bahan baku LPG.
Senior Manager Teknik Badak LNG Johan Anindito Indriawan menyebutkan bahwa saat ini kapasitas produksi LPG perusahaan adalah 120.000 ton per tahun.
“Sekitar 120.000 ton LPG per tahun, sebelumnya kita sempat mengimpor. Namun setelah memodifikasi kilang, kini kita bisa memproduksi hingga 300 ton LPG per hari,” tambahnya.
Sebagai catatan, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa volume produksi LPG Indonesia pada tahun 2022 adalah 1,98 juta metrik ton, sementara impor LPG mencapai 6,73 juta metrik ton pada tahun yang sama.
LPG dan Subsidi Energi
Awal Januari 2024 lalu, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mencapai kesepakatan mengenai subsidi energi untuk tahun 2024, yang ditetapkan sebesar Rp 189,1 triliun. Dalam konteks dinamika global yang terus berkembang, Direktur Jenderal Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, meyakinkan bahwa alokasi tersebut memadai untuk memenuhi kebutuhan tahun ini.
“Jumlah ini dianggap cukup. Kami akan terus memantau untuk memastikan bahwa alokasi ini benar-benar memenuhi kebutuhan,” kata Isa.
Kesepakatan tersebut dicapai melalui laporan Panitia Kerja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan bersama Badan Anggaran DPR RI. Alokasi subsidi tahun ini mengalami peningkatan sebesar 1,73 persen dibandingkan dengan usulan sebelumnya dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, yang sebesar Rp 185,9 triliun.
Menurut Anggota Banggar DPR RI, Nurul Arifin, kenaikan ini sejalan dengan perubahan asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia (ICP), yang ditetapkan menjadi USD 82 per barel, naik dari sebelumnya USD 80 per barel. Selain itu, peningkatan juga dipicu oleh alokasi subsidi yang lebih besar untuk LPG tabung 3 kg dan bahan bakar minyak (BBM) tertentu.
Alokasi subsidi LPG 3 kg disepakati naik menjadi Rp 87,5 triliun untuk 8,03 juta metrik ton. Sementara itu, subsidi untuk BBM tertentu ditetapkan sebesar Rp 25,8 triliun untuk 19,58 juta kiloliter BBM.
Banggar DPR RI juga mengingatkan agar pemerintah memastikan subsidi tepat sasaran. Pemerintah diharapkan melanjutkan registrasi konsumen BBM dan transformasi subsidi LPG 3 kg agar lebih berbasis pada individu atau penerima manfaat yang sesuai.
Sementara itu di tingkatan bawah, Pertamina Patra Niaga mengungkapkan bahwa penyaluran LPG 3 Kg bersubsidi telah melebihi kuota yang ditetapkan hingga April 2024. Dengan realisasi mencapai 2,69 juta metrik ton pada periode tersebut, angka ini sudah melampaui kuota sebesar 1,8 persen dari yang direncanakan hingga April. Diperkirakan, pada akhir tahun ini, penyaluran gas melon ini berpotensi melebihi kuota sebesar 4,4 persen.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, menyatakan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa, 28 Mei, bahwa lonjakan konsumsi disebabkan oleh momentum spesial di awal tahun, seperti Ramadan, Idul Fitri, serta berbagai kegiatan libur terkait pemilu dan hari-hari besar lainnya.
“Faktor-faktor tersebut telah berkontribusi pada pencapaian penyaluran yang melebihi kuota sebesar 1,8 persen,” jelas Riva.
Melalui pertimbangan mendalam terkait angka penyaluran harian hingga April 2024 serta upaya pencatatan dan pemerataan kuota, Pertamina memproyeksikan angka penyaluran LPG subsidi pada 2024 akan melebihi kuota yang ditetapkan.
Untuk mengatasi kondisi ini, Pertamina akan terus melakukan pencatatan dan profil konsumen LPG subsidi 3 kg dengan lebih teliti. “Prognosa penyaluran LPG 3 kg pada 2024 diperkirakan mencapai 8,38 juta metrik ton, melebihi kuota sebanyak 4,4 persen,” kata Riva.
Sebelumnya, pemerintah telah mewajibkan pencatatan digital untuk pembelian LPG 3 kg untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Langkah ini diambil untuk menggantikan metode pencatatan manual yang selama ini digunakan, yang dinilai rawan kesalahan dan pemalsuan. Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, Mustika Pertiwi, mengungkapkan bahwa logbook lama sering menimbulkan masalah dalam pencatatan.
Mulai 1 Januari 2024, hanya pengguna yang terdaftar dalam sistem berbasis web yang dapat membeli LPG. Evaluasi menunjukkan masih ada sub-penyalur yang belum mematuhi ketentuan baru ini atau mencatat data dengan sembarangan. Harga LPG, baik yang bersubsidi maupun non-subsidi, masih menunjukkan kestabilan. Di pangkalan resmi PT Pertamina (Persero) di Tangerang Selatan, harga LPG ukuran 5,5 kg tetap di angka Rp 104 ribu per tabung. Sementara itu, tabung LPG ukuran 12 kg dipatok dengan harga Rp 218 ribu per tabung.
Serupa dengan stabilitas harga bahan bakar minyak (BBM), Pertamina juga memilih untuk tidak mengubah harga LPG. Baik untuk tabung LPG subsidi 3 kg maupun non-subsidi ukuran 5,5 kg dan 12 kg, harga tetap seperti yang telah ditetapkan. Bahkan, harga LPG non-subsidi tidak mengalami perubahan sejak 22 November 2023 lalu. (*)