KABARBURSA.COM - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menyuntikkan dividen senilai Rp 68,3 triliun ke kas negara hingga akhir Juli 2024. Angka ini mencerminkan peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menurut data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), setoran dividen BUMN pada periode ini menunjukkan kenaikan 13,4 persen dari Rp 60,2 triliun pada Juli 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa realisasi dividen mencapai sekitar 79,6 persen dari target APBN 2024. “Peningkatan setoran dividen sebesar 13,4 persen ini menandakan bahwa sektor non-komoditas, terutama beberapa BUMN di sektor perbankan, tetap menunjukkan performa yang solid,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024.
Kontribusi signifikan dari sektor perbankan menunjukkan bahwa kinerja perusahaan BUMN tetap kokoh, walaupun pemerintah belum merinci jumlah setoran dari masing-masing BUMN. Dividen BUMN, sebagai bagian dari pendapatan kekayaan negara yang dipisahkan (KND), juga menyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada periode laporan.
Namun, realisasi PNBP hingga Juli 2024 tercatat mencapai Rp 338 triliun, setara dengan 68,7 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 492 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan 5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat sebesar Rp 355,7 triliun. Tahun 2024 menjadi saksi perjalanan fiskal yang penuh dinamika bagi Indonesia, dengan berbagai tantangan global dan domestik mempengaruhi kinerja ekonomi dan keuangan negara.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan penerimaan dari sumber daya alam (SDA), baik migas maupun nonmigas. Penerimaan SDA migas mengalami kontraksi sebesar 6,4 persen secara tahunan, menjadi Rp 64,5 triliun, akibat penurunan lifting minyak bumi.
Penurunan lifting minyak disebabkan oleh penundaan onstream dan penyusutan produksi alamiah sumur migas yang menua. Selain itu, penerimaan SDA nonmigas juga mengalami kontraksi sebesar 21,8 persen (yoy) dengan realisasi Rp 68,4 triliun, terpengaruh oleh moderasi harga batubara dan penurunan volume produksinya.
Sektor lain juga tidak luput dari kontraksi, dengan realisasi PNBP turun 10,5 persen (yoy) menjadi Rp 86,2 triliun. Penurunan ini berkaitan dengan melemahnya pendapatan dari hasil tambang dan penurunan harga serta volume produksi batu bara, serta setoran PNBP dari kementerian dan lembaga yang tidak berulang pada 2024.
Di sisi positif, PNBP kekayaan negara dipisahkan (KND) dan Badan Layanan Umum (BLU) menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan.
PNBP KND tumbuh 13,4 persen (yoy) menjadi Rp 68,3 triliun, didorong oleh peningkatan setoran dividen dari BUMN perbankan. Sementara itu, kinerja BLU juga mencatat pertumbuhan 18,2 persen (yoy) menjadi Rp 50,7 triliun, didorong oleh PNBP dari sektor pendidikan, kesehatan, dan layanan perbankan. Namun, pendapatan BLU dari pungutan ekspor sawit mengalami perlambatan sebesar 11,2 persen (yoy).
Dalam hal belanja negara, realisasi hingga Juli 2024 menunjukkan angka yang positif, mencapai Rp 1.638,8 triliun atau 49,3 persen dari target APBN 2024. Angka ini mencatat pertumbuhan sebesar 12,2 persen dibandingkan tahun lalu.
Belanja pemerintah pusat mengalami kenaikan signifikan sebesar 14,7 persen, mencapai Rp 1.170,8 triliun, terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (KL) sebesar Rp 588,7 triliun (54,0 persen dari target) dan belanja non-KL sebesar Rp 582,1 triliun (42,3 persen dari target).
Penyaluran dana transfer ke daerah juga tercatat sebesar Rp 468 triliun, yang akan dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, perlindungan sosial, dan mendorong kemajuan ekonomi daerah secara inklusif dan berkelanjutan.
Sri Mulyani memproyeksikan bahwa belanja negara akan mengalami peningkatan signifikan pada kuartal ketiga dan keempat, seiring dengan pembayaran kontrak-kontrak yang telah dijalin. “Dinamika antara pendapatan dan belanja harus kita jaga hingga akhir tahun,” ujarnya.
Belanja negara pada 2024 dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memperkuat ketahanan fiskal. Keseimbangan primer tetap terjaga positif pada angka Rp 179,3 triliun, meskipun turun dibandingkan tahun lalu. Defisit negara pada Juli 2024 tercatat Rp 93,4 triliun atau 0,41 persen dari target GDP. Realisasi pembiayaan anggaran juga on track, mencapai Rp 217 triliun atau 41,5 persen dari pagu. Pembiayaan tetap terkendali, meskipun ada tekanan dari sektor penerimaan. “Belanja tetap terjaga dan defisit dapat dikelola dengan baik, dengan pembiayaan tumbuh 31,9 persen,” tegasnya.
Secara keseluruhan, pengelolaan APBN tahun ini menunjukkan dinamika tinggi di tengah tantangan domestik dan global. Menteri Keuangan tetap optimis, menunjukkan kinerja positif pemerintah dalam menjaga kesejahteraan rakyat melalui program perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun tekanan dari penerimaan komoditas masih terasa, belanja tetap on track, tutupnya. (*)