Logo
>

Kasus Cacar Monyet di Filipina Merebak: 208 Ribu Kasus

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Kasus Cacar Monyet di Filipina Merebak: 208 Ribu Kasus

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kasus cacar monyet (monkeypox/mpox) di Filipina telah meningkat menjadi 18, menurut pernyataan Menteri Kesehatan Teodoro Herbosa pada 16 September 2024.

    Dari 18 pasien yang terinfeksi, lima telah pulih dan keluar dari isolasi, sementara 11 lainnya masih menjalani isolasi mandiri di rumah. Herbosa mencatat bahwa tidak ada kasus penularan virus dari pasien yang terinfeksi kepada orang lain sejauh ini.

    Selain itu, Herbosa juga melaporkan adanya peningkatan kasus demam berdarah di Filipina sebesar 68 persen pada tahun ini, dengan sekitar 208.000 kasus tercatat. Seperti dikutip di Jakarta.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya menyatakan mpox sebagai darurat kesehatan masyarakat internasional pada 14 Agustus, menyusul varian baru yang lebih mudah menular. Meskipun begitu, WHO menegaskan bahwa mpox bukanlah ancaman sebesar COVID-19.

    Di Afrika, kasus mpox juga meningkat, dengan sebagian besar infeksi terjadi di Republik Demokratik Kongo, yang menyumbang lebih dari 500 kematian. Penyakit ini menyebabkan gejala seperti flu dan lesi kulit berisi nanah, dan menyebar melalui kontak fisik dekat serta benda-benda yang terkontaminasi virus.

    Vaksin untuk mpox telah tersedia di beberapa negara, termasuk Republik Demokratik Kongo, untuk membantu mencegah penyebaran lebih lanjut.

    Langkah Cepat WHO Hadapi Ancaman

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini bergerak dengan langkah cepat dalam menghadapi ancaman cacar monyet (mpox) yang semakin meluas dan telah menjadi keadaan darurat kesehatan global. Dengan dukungan internasional yang gencar, WHO meluncurkan sebuah rencana ambisius untuk menanggulangi wabah mematikan ini.

    Dalam sebuah pernyataan resmi, WHO mengungkapkan kebutuhan mendesak untuk dana sebesar US$135 juta, yang setara dengan Rp2 triliun. Dana ini akan digunakan untuk mendanai enam bulan pertama dari rencana penanggulangan yang dimulai pada bulan September mendatang. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk memutus rantai penularan mpox dari manusia ke manusia, sebuah langkah kritis mengingat penyebaran wabah ini yang telah mengakibatkan ratusan kematian dan ribuan infeksi di Afrika Tengah.

    Dana yang dikumpulkan akan difokuskan pada penguatan sistem pemantauan dan diagnostik. Ini penting agar para ilmuwan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana virus ini bermutasi serta faktor-faktor yang mempercepat penyebarannya. Upaya ini juga melibatkan perancangan strategi respons yang efektif oleh negara-negara terdampak, guna mengurangi risiko penularan dari hewan ke manusia dan memastikan vaksin tersedia secara memadai.

    Ironisnya, meskipun Afrika adalah benua di mana cacar monyet telah menjadi endemik, wilayah ini tidak mendapatkan vaksin saat wabah menyebar ke seluruh dunia pada tahun 2022. Bahkan hingga saat ini, Afrika belum menerima vaksin untuk varian mutasi terbaru dari virus ini, yang telah dikategorikan oleh WHO sebagai ancaman serius dengan tingkat kewaspadaan tertinggi.

    Sementara itu, WHO selama ini mengandalkan dana darurat internal untuk memulai penanganan wabah ini. Michael Ryan, Direktur Eksekutif WHO untuk Kedaruratan Kesehatan, menegaskan pada awal bulan ini bahwa dana tersebut adalah modal awal penting untuk mendukung berbagai operasi di lapangan. Ryan juga menyoroti betapa pentingnya komitmen politik dan koordinasi yang kuat untuk mengatasi krisis kesehatan ini.

    Selama lebih dari setahun terakhir, WHO aktif melakukan negosiasi untuk merancang perjanjian pandemi global yang bertujuan memastikan akses yang adil bagi semua negara anggota terhadap vaksin, alat diagnostik, dan terapi pengobatan. Perjanjian ini diharapkan dapat memperkuat sistem kesehatan global dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap pandemi di masa depan.

    “Kita tertinggal di belakang ketika tidak ada komitmen politik yang kuat, ketika koordinasi melemah, dan ketika kebingungan menguasai situasi,” ujar Ryan dalam sebuah pengarahan pada 7 Agustus lalu. Pernyataan ini menggarisbawahi perlunya tindakan yang terkoordinasi dan konsisten dalam menghadapi krisis kesehatan global yang kian mendesak.

    Dengan peluncuran rencana besar ini, WHO berupaya tidak hanya menghentikan penyebaran mpox, tetapi juga membangun fondasi yang lebih kuat untuk menangani ancaman kesehatan serupa di masa depan. Upaya global yang terintegrasi dan dukungan finansial yang memadai akan menjadi kunci dalam menghadapi dan mengatasi tantangan kesehatan ini.

    Cacar Monyet Mewabah

    Di media sosial, beredar narasi yang mengklaim bahwa pembatasan pergerakan besar-besaran sedang direncanakan terkait wabah cacar monyet (mpox). Salah satu akun mengarahkan pengikutnya untuk bersiap menghadapi kemungkinan karantina wilayah, dengan menyebutkan “tirani cacar monyet” yang mirip dengan situasi karantina Covid-19 di Inggris.

    Beberapa unggahan bahkan meniru gaya konferensi pers pemerintah Inggris selama pandemi Covid-19, dengan menggunakan slogan yang sama namun menggantikan “virus corona” dengan “cacar monyet.”

    Disinformasi ini memanfaatkan pengumuman kebijakan Covid yang ada, dan mengaitkannya dengan penyebaran cacar monyet. Meski kekhawatiran tentang mpox memang wajar, para ilmuwan menegaskan bahwa virus ini berbeda secara signifikan dari Covid-19. Mereka meyakini bahwa penyebaran cacar monyet cenderung lebih terkontrol.

    Berbeda dengan Covid-19, cacar monyet tidak menular dengan cepat. Dengan vaksin dan perawatan yang sudah tersedia, kasus cacar monyet lebih mudah dideteksi dan diisolasi. Orang yang terinfeksi menjadi menular hanya setelah gejala muncul, sehingga memudahkan identifikasi dan pengendalian.

    Menurut Profesor Peter Horby, Direktur Pusat Ilmu Pandemi Universitas Oxford, pembatasan pergerakan seperti karantina wilayah atau vaksinasi massal bukanlah metode yang tepat untuk merespons wabah ini. Sebaliknya, langkah-langkah yang lebih efektif adalah isolasi dan vaksinasi yang ditargetkan pada individu yang terinfeksi atau kontak erat mereka.

    Dr. Rosamund Lewis dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa vaksinasi massal tidak diperlukan dan merekomendasikan agar pembatasan perjalanan tidak diberlakukan.

    Disinformasi mengenai cacar monyet juga mencakup klaim bahwa AS telah memprediksi wabah ini sejak setahun lalu, atau bahwa virus ini merupakan hasil kebocoran laboratorium atau senjata biologis. Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim tersebut. Ahli genetika Fatima Tokhmafshan menjelaskan bahwa pelacakan genetika virus dapat mengidentifikasi asal-usulnya, dan sejauh ini, virus ini terdeteksi sebagai jenis cacar monyet yang umumnya ditemukan di Afrika Barat, bukan hasil rekayasa.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.