KABARBURSA.COM - Ekonom Ibrahim Assuaibi menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di level 5,2 persen hingga akhir 2024 dan mencapai 5,3 persen pada tahun 2025.
Proyeksi tersebut, kata Ibrahim, didorong oleh kebijakan fiskal yang strategis, tepat sasaran, dan pendalaman sektor keuangan di tengah tantangan global yang semakin meningkat.
"Pemerintahan baru mendatang oleh Prabowo-Gibran nantinya dapat menerapkan kebijakan fiskal yang berdampak besar, di antaranya berfokus pada infrastruktur, hilirisasi, dan sektor teknologi untuk mendorong pertumbuhan yang lebih kuat dan berkelanjutan," jelas Ibrahim, Kamis, 26 September 2024.
Karena menurutnya, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih didorong oleh konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sekitar 50 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Meskipun demikian, para ekonom optimis bahwa Indonesia memiliki peluang pertumbuhan yang belum sepenuhnya dimanfaatkan, terutama melalui investasi bernilai tambah dan kebijakan fiskal yang strategis.
Ibrahim mencatat bahwa aliran investasi asing langsung (FDI) yang stabil dan surplus perdagangan yang kuat sejak tahun 2020 akan semakin memperkuat pertumbuhan dan memperluas basis ekonomi nasional. Hal ini menciptakan landasan yang kuat untuk pertumbuhan jangka panjang.
"Dari sisi eksternal, aliran investasi asing langsung (FDI) yang stabil dan surplus perdagangan yang kuat sejak tahun 2020 akan semakin mendorong pertumbuhan dan memperluas basis ekonomi," ujarnya.
Ia menambahkan pentingnya komitmen terhadap kebijakan fiskal yang konsisten, pengembangan pasar finansial yang lebih dalam, dan reformasi struktural menjadi kunci dalam mendukung penguatan nilai tukar rupiah ke depan.
Adapun dukungan dari aliran modal asing, penurunan Fed Fund Rate (FFR), serta neraca keuangan yang sehat di dalam negeri diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan global.
"Dengan berbagai langkah strategis ini, Indonesia diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, membuka peluang baru bagi investasi dan ekspansi ekonomi di masa depan," tukasnya.
Tips bagi Pemerintahan Berikutnya
Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini menilai target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7-8 persen yang dicanangkan Presiden/Wakil Presiden Prabowo Subianto akan menjadi tantangan besar.
Menurut dia, target itu sulit, bahkan tidak akan tercapai jika tanpa strategi kebijakan yang optimal.
“Target pertumbuhan ekonomi Indonesia 7-8 persen di era Prabowo pasti tidak mudah direalisasikan, bahkan mustahil jika tidak ada strategi kebijakan yang optimal,” kata Didik j Rachbini melalui siaran persnya secara tertulis kepada Kabar Bursa, Selasa, 24 September 2024.
Menurut dia, apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa bergerak menyentuh 6,5-7 persen sudah menjadi pencapaian yang baik. Tapi, jika hanya mencapai 5 persen, apalagi di bawahnya, Indonesia akan tetap terjebak sebagai negara pendapatan menengah yang stagnan (middle income trap).
“Jika bisa tumbuh 6,5–7 persen itu satu hal yang baik, tapi jika hanya 5 persen, apalagi di bawah itu, Indonesia tidak akan bisa kemana-mana, tetap jadi middle income country di level bawah,” ujar Didik.
Lanjutnya, untuk mencapai target tersebut, diperlukan tim yang profesional, bukan diisi atau ditangani oleh politisi-politisi yang tidak memiliki visi.
Menurut Didik, pendekatan teknokratis seperti yang diterapkan oleh Widjojo Nitisastro Cs pada era 1980-an terbukti mampu menghasilkan pertumbuhan 7-8 persen
“Jika ingin berhasil, harus ada tim yang super dan tidak politicking atau techno politician. Yang kita butuhkan bukan politisi, tapi teknokratis,” tegasnya.
Pendapatan Negara Tembus Rp3.000 Triliun
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 menjadi UU APBN 2025 dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta pada Kamis 19 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp3.005,1 triliun didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun.
“Ini adalah untuk pertama kali pendapatan negara mencapai dan menembus di atas Rp3.000 triliun,” kata Menkeu.
Menkeu mengatakan target penerimaan perpajakan tahun 2025 ditopang oleh reformasi perpajakan, perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan mulai berjalannya sistem CoreTax dan sistem perpajakan yang kompatibel dengan perubahan struktur perekonomian dan arah kebijakan perpajakan global.
Adapun PNBP dicapai dengan reformasi pengelolaan sumber daya alam (SDA), optimalisasi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta peningkatan inovasi dan kualitas layanan. Tata kelola PNBP ditingkatkan dengan pemanfaatan teknologi digital dan informasi.
“PNBP juga sebagai instrumen regulatory untuk mendorong ekonomi mendukung dunia usaha serta meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat,” ujar Menkeu.
Di sisi lain, Menkeu mengungkapkan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) tahun 2025 mencapai Rp1.160,1 triliun.
“Kami berterima kasih pada pembahasan Banggar yang telah memasukkan berbagai program prioritas dari pemerintahan baru, baik di bidang pendidikan, kesehatan, perlinsos, ketahanan pangan, infrastruktur, hilirisasi industri, peningkatan investasi, dan pengarusutamaan gender,” ujar Menkeu. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.