Logo
>

Kebijakan Harga Gabah Rugikan Petani, BULOG Hadapi Dilema

BULOG yang menjadi harapan terakhir petani, justru membatasi bahkan menghentikan pembelian gabah.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Kebijakan Harga Gabah Rugikan Petani, BULOG Hadapi Dilema
Ilustrasi.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Petani di berbagai daerah tengah menghadapi dilema besar. Panen yang seharusnya membawa keuntungan justru berujung pada kemurungan. 

    Harga gabah kering panen (GKP) anjlok hingga di bawah Rp6.000/kg, sementara BULOG yang menjadi harapan terakhir petani, justru membatasi bahkan menghentikan pembelian gabah. 

    Pengamat pertanian Khudori, menilai bahwa kondisi ini terjadi akibat kebijakan harga yang tidak mempertimbangkan kualitas gabah dan mekanisme pasar.

    "Situasi ini muncul bukan semata-mata masalah teknis, tetapi lebih karena kebijakan yang salah. Kebijakan itu tertuang pada Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 14 Tahun 2025 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras," kata Khudori kepada Kabarbursa.com, Minggu, 23 Maret 2025.

    Regulasi baru ini menetapkan harga GKP di petani sebesar Rp6.500/kg tanpa mempertimbangkan standar kualitas seperti kadar air dan kadar hampa. Dengan penghapusan rafaksi harga, gabah dengan kualitas buruk tetap harus dibeli dengan harga yang sama.

    Akibatnya, muncul potensi praktik aji mumpung, di mana petani memanen padi sebelum waktunya atau bahkan membasahi gabah demi menaikkan timbangan. Bagi BULOG, penyerapan gabah dengan kualitas beragam menjadi tantangan besar karena keterbatasan fasilitas pengeringan.

    "Hari-hari ini serapan harian BULOG mencapai 20 ribu hingga 25 ribu ton setara beras. Sepertinya inilah kemampuan dryer yang ada. Memperbesar serapan berpotensi risiko: gabah tidak tertangani baik dan mutunya akan turun," ujar Khudori.

    Di sisi lain, kebijakan ini juga membuat penggilingan padi enggan menjual beras ke BULOG karena harga pembelian yang tidak menguntungkan. Dengan harga pembelian beras di gudang BULOG sebesar Rp12.000/kg dan HPP Rp6.500/kg untuk GKP, penggilingan yang melakukan proses pengeringan dan penggilingan akan menghadapi potensi kerugian.

    "Masalahnya, harga pembelian beras di BULOG sebesar Rp12.000/kg tidak menarik bagi penggilingan. Menjual beras dengan harga sebesar itu dengan HPP Rp6.500/kg GKP dan rendemen sekitar 50-an persen hampir dipastikan merugi. Inilah alasan mengapa pengadaan BULOG berbentuk beras saat ini rendah. Mayoritas berwujud gabah," jelas Khudori.

    Selain dampak terhadap petani, kebijakan ini juga berpotensi membebani keuangan negara. Jika pemerintah tetap mempertahankan skema ini, tambahan dana yang diperlukan bisa mencapai Rp3,36 triliun untuk memenuhi target pengadaan BULOG. 

    Sebaliknya, jika harga pembelian beras di gudang BULOG dinaikkan dari Rp12.000/kg menjadi Rp13.000/kg, pemerintah hanya perlu tambahan dana sekitar Rp1,2 triliun.

    "Dengan infrastruktur BULOG saat ini dan ketersediaan dryer milik penggilingan, menyerap beras lebih cepat dari menyerap gabah. Ketika BULOG menyerap beras dengan cepat, mitra pengadaan akan menyerap gabah petani lebih cepat. Harga gabah lebih terjaga karena suplai gabah saat panen bisa langsung terserap pasar yang dihasilkan dari serapan beras BULOG. Meskipun margin kecil, jika perputaran stok cepat pelaku usaha tetap untung," papar Khudori.

    Harga Gabah Naik, Petani Sumringah

    Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan kesejahteraan petani melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah. Dalam kebijakan terbaru, pemerintah menetapkan harga pembelian gabah sebesar Rp6.500 per kilogram, langkah yang diyakini mampu mendongkrak kesejahteraan petani sekaligus memperkuat cadangan beras nasional.

    Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Prita Laura, menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk memperbaiki sektor pertanian. Saat menghadiri panen raya di Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Prita menyampaikan bahwa selama ini petani sering mengalami kesulitan akibat harga gabah yang rendah di tangan tengkulak. 

    Di daerah seperti Trucuk, gabah petani kerap dibeli dengan harga hanya Rp3.500 per kg, jauh di bawah nilai yang seharusnya mereka peroleh. Namun, dengan kehadiran Perum Bulog sebagai pembeli langsung, kini harga gabah melonjak ke Rp6.500 per kg, memberikan dampak besar pada pendapatan petani.

    Harga gabah yang rendah sering kali membuat petani merasa terjebak dalam siklus kesulitan ekonomi. Namun, dengan kebijakan baru ini, ia mengaku akhirnya bisa tersenyum lega. Harga yang lebih tinggi tidak hanya menambah penghasilan, tetapi juga memberikan harapan baru bagi masa depan pertanian di Indonesia.

    Selain kebijakan harga gabah, pemerintah juga menaruh perhatian besar pada regenerasi petani. Menyadari bahwa semakin sedikit generasi muda yang tertarik terjun ke sektor pertanian, pemerintah berupaya menciptakan insentif agar anak muda kembali melihat pertanian sebagai profesi yang menjanjikan. Dengan harga gabah yang lebih stabil dan menguntungkan, optimisme di kalangan petani muda mulai tumbuh.

    Sementara itu, Bulog berperan aktif dalam memastikan penyerapan hasil panen berjalan lancar. Wakil Direktur Bulog Mayjen (Purn) Marga Taufiq, menegaskan bahwa lembaganya siap membeli gabah petani dengan harga sesuai kebijakan pemerintah. Untuk mempercepat proses ini, Bulog telah membentuk tim khusus yang langsung turun ke lapangan, menjemput hasil panen petani dan memastikan mereka mendapatkan harga terbaik.

    Langkah ini sejalan dengan program prioritas pemerintah dalam sektor pangan dan pertanian. Selain memastikan harga gabah yang menguntungkan bagi petani, pemerintah juga menargetkan panen raya di lahan seluas 4,56 juta hektar hingga April 2025. Dengan strategi ini, pemerintah tidak hanya ingin meningkatkan produksi beras nasional, tetapi juga menciptakan ekosistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan menyejahterakan para petani.

    Dengan kebijakan ini, sektor pertanian kini memiliki harapan baru. Jika sebelumnya panen raya sering kali menjadi momen ketidakpastian bagi petani, kini mereka bisa lebih optimis menatap masa depan. Dengan dukungan penuh dari pemerintah, petani di seluruh Indonesia tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga berkembang dalam ekosistem pertanian yang lebih sehat dan berdaya saing.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.