Logo
>

Kemenangan Trump dan Kekhawatiran Munculnya Bond Vigilantes di Pasar Keuangan

Ditulis oleh Yunila Wati
Kemenangan Trump dan Kekhawatiran Munculnya Bond Vigilantes di Pasar Keuangan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Perhelatan Pemilihan Presiden Amerika Serikat atau Pilpres AS sebentar lagi dimulai. Kemenangan Donald Trump yang nampaknya sudah di depan mata menimbulkan kekhawatiran. Pasar keuangan global memprediksi ancaman terjadinya "Bond Vigilantes".

    Istilah “Bond Vigilantes,” yang pertama kali diciptakan pada tahun 1980-an oleh ekonom Ed Yardeni, kini kembali menjadi topik perbincangan hangat di kalangan investor, seiring dengan potensi kembalinya tekanan inflasi dan lonjakan imbal hasil. Pasar obligasi, yang selama ini dianggap sebagai indikator kestabilan ekonomi, kini tengah menghadapi ancaman baru yang dapat mengguncang struktur imbal hasil dan harga obligasi.

    "Bond Vigilantes" merujuk pada para pedagang obligasi yang bisa memperburuk kondisi keuangan pemerintah dengan cara menjual obligasi negara dalam jumlah besar, sehingga meningkatkan imbal hasil (yield) dan harga obligasi jatuh. Jika imbal hasil obligasi pemerintah naik, biaya pinjaman bagi negara akan semakin mahal, dan hal ini bisa memaksa pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan fiskalnya.

    Ed Yardeni, yang pertama kali menciptakan istilah tersebut, baru-baru ini mengingatkan bahwa para vigilantes ini bisa kembali muncul, terutama karena adanya dua faktor utama, yaitu kebijakan fiskal yang longgar dan ekspektasi inflasi yang meningkat. Yardeni bahkan memperingatkan bahwa imbal hasil Treasury AS 10 tahun bisa mencapai level 5 persen, sebuah angka yang belum tercatat sejak 2007.

    Peringatan ini semakin relevan mengingat bahwa defisit anggaran AS untuk tahun fiskal 2024 diperkirakan akan mencapai lebih dari USD1,8 triliun, dengan lebih dari USD1,1 triliun di antaranya digunakan untuk membayar biaya bunga utang yang terus membengkak.

    Dengan utang nasional yang sudah mencapai USD36 triliun, pasar obligasi mulai meragukan apakah pemerintah AS dapat menjaga kestabilan fiskalnya, apalagi jika salah satu calon presiden, baik Trump atau Harris, terpilih karena keduanya tidak menunjukkan komitmen untuk mengurangi defisit.

    Kebijakan Trump dan Dampaknya pada Inflasi

    Skenario di mana Donald Trump terpilih kembali menjadi presiden semakin mencuri perhatian pasar keuangan.

    Trump dikenal dengan kebijakan fiskal yang cenderung agresif, termasuk pemotongan pajak besar-besaran dan pengeluaran pemerintah yang tinggi. Dalam pandangan beberapa analis, kebijakan ini dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, tetapi juga bisa menambah tekanan inflasi terutama jika dibarengi dengan peningkatan defisit anggaran yang signifikan.

    Peningkatan pengeluaran pemerintah di tengah ketegangan global, termasuk kemungkinan perang dagang, bisa menyebabkan lonjakan harga barang dan jasa, yang pada gilirannya akan memaksa Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk menyesuaikan kebijakan suku bunga. Dalam konteks ini, inflasi yang tinggi dan suku bunga yang meningkat akan membuat imbal hasil obligasi juga melonjak.

    Kenaikan imbal hasil obligasi yang terlalu cepat dapat memicu kembalinya fenomena "Bond Vigilantes," di mana pasar obligasi menuntut kompensasi yang lebih tinggi untuk menanggung risiko utang pemerintah yang terus membengkak. Hal ini akan menciptakan dinamika pasar yang menantang bagi para investor dan bank sentral, yang di satu sisi ingin mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi di sisi lain harus menjaga stabilitas inflasi dan biaya utang.

    Kebijakan Fed dan Dampaknya pada Pasar Obligasi

    Sementara itu, kebijakan moneter yang diterapkan oleh Federal Reserve juga menjadi faktor yang mempengaruhi pasar obligasi. Pada bulan September 2023, Fed memangkas suku bunga sebesar setengah persen, yang seharusnyanya mendorong penurunan imbal hasil obligasi. Namun, langkah tersebut malah memicu kekhawatiran mengenai kebijakan moneter yang terlalu longgar, yang bisa menyebabkan inflasi jangka panjang. Di sinilah letak ketegangan antara pasar obligasi dan kebijakan Fed.

    Presiden dari Sri-Kumar Global Strategies Komal Sri-Kumar, menyatakan bahwa kebijakan fiskal yang longgar, baik dari pemerintahan Trump atau Harris, ditambah dengan kebijakan moneter yang tidak disiplin, akan mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi. Ini terjadi karena pasar obligasi mulai meragukan kemampuan pemerintah dan Fed untuk menjaga inflasi dan stabilitas fiskal dalam jangka panjang.

    Jika pasar obligasi melihat bahwa defisit anggaran terus meningkat dan Fed lebih fokus pada mendukung pertumbuhan ekonomi daripada mengekang inflasi, mereka mungkin akan mulai menjual obligasi pemerintah dalam jumlah besar, yang akan menyebabkan lonjakan imbal hasil dan penurunan harga obligasi. Hal ini bisa memperburuk kondisi ekonomi secara keseluruhan, karena lonjakan imbal hasil akan meningkatkan biaya pinjaman, baik untuk pemerintah, perusahaan, maupun konsumen.

    Implikasi Jangka Panjang bagi Ekonomi AS

    Dengan semakin dekatnya pemilu, pasar keuangan tampaknya mulai memasukkan faktor ketidakpastian politik ke dalam perhitungan mereka. Jika Trump kembali terpilih dan kebijakan fiskalnya yang agresif dilanjutkan, pasar obligasi kemungkinan akan mengalami turbulensi yang lebih besar.

    Peningkatan defisit fiskal, ditambah dengan potensi ketegangan perdagangan global, bisa menjadi resep bagi inflasi yang lebih tinggi dan imbal hasil obligasi yang melonjak.

    Bagi investor, ini adalah waktu yang penuh dengan ketidakpastian. Sebagian dari mereka mungkin memilih untuk menghindari obligasi pemerintah, beralih ke aset yang lebih berisiko seperti saham atau bahkan mempertimbangkan aset yang lebih aman seperti emas.

    Bagi pasar saham, meskipun ada kekhawatiran terkait inflasi dan lonjakan imbal hasil, kebijakan fiskal yang ekspansif bisa memberikan dorongan jangka pendek bagi beberapa sektor, terutama yang terkait dengan infrastruktur dan energi.

    Namun, jika "Bond Vigilantes" kembali mendominasi pasar, mereka mungkin dapat memaksa perubahan dalam kebijakan ekonomi yang lebih luas dan menciptakan ketegangan antara pasar, pemerintah, dan bank sentral. Kondisi ini akan menjadi ujian besar bagi perekonomian AS dalam menghadapi tantangan fiskal dan moneter yang lebih kompleks.

    Tantangan besar bagi pasar keuangan AS pada pemilu mendatang adalah bagaimana kebijakan fiskal dan moneter dapat berinteraksi dalam menciptakan dinamika yang stabil atau sebaliknya, memicu ketegangan yang bisa memperburuk keadaan ekonomi.

    Dengan imbal hasil obligasi yang berpotensi melambung dan inflasi yang meningkat, baik pemerintahan Trump maupun Harris harus memikirkan secara matang tentang bagaimana menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan pengelolaan utang yang bijaksana. Jika tidak, kembalinya "Bond Vigilantes" bisa menjadi sinyal bahwa pasar tidak akan menoleransi kebijakan fiskal yang berlebihan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79