KABARBURSA.COM - Kemenangan Donald Trump pada Pemilu 2024 Amerika Serikat menyulutkan ketegangan dagang yang lebih intens dengan China. Mata uang yuan semakin tak terkendali dan kehilangan arah. Begitu pula dengan saham-saham China.
Kondisi ini benar-benar menjadi perhitungan global, lantaran China merupakan negara terbesar kedua dunia yang perekonomiannya ikut menentukan pasar global.
Salah satu reaksi paling nyata terhadap prospek kemenangan Trump adalah penurunan nilai yuan terhadap dolar AS. Pada awal hasil pemilu yang menunjukkan Trump unggul, yuan offshore merosot hingga 1,2 persen. Ini menjadi penurunan terbesar sejak Oktober 2022 dan mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap dampak dari kebijakan perdagangan yang lebih agresif dan kebijakan ekonomi proteksionis yang sering diusung oleh Trump selama kampanyenya.
Pada tahun-tahun sebelumnya, selama perang dagang antara AS dan China (2018-2019), yuan juga pernah mengalami depresiasi signifikan, terutama karena tarif yang dikenakan AS terhadap barang-barang China.
Kenaikan tarif yang dipicu oleh kemenangan Trump diprediksi akan memperburuk depresiasi yuan, karena banyak pedagang dan analis yang mengantisipasi bahwa kebijakan Trump yang lebih keras terhadap China akan menciptakan ketegangan perdagangan yang lebih besar, yang pada gilirannya bisa memperburuk ketidakpastian ekonomi global.
Ken Cheung, Kepala Strategi FX Asia di Mizuho Bank, menyatakan bahwa proposal Trump untuk menaikkan tarif hingga 60 persen pada barang-barang China akan berisiko besar bagi yuan. Apalagi, mengingat pada pengalaman sebelumnya di mana yuan melemah selama masa-masa intensif perang dagang.
Namun, Cheung juga mengingatkan bahwa dampak ini kemungkinan akan lebih terkendali, karena Bank Sentral China (PBOC) kemungkinan akan turun tangan untuk menjaga stabilitas mata uang dengan melakukan intervensi pasar guna mengurangi volatilitas yang berlebihan.
Saham China Tertekan
Selain dampak pada nilai tukar yuan, saham China, khususnya yang terdaftar di Hong Kong, juga tertekan akibat kekhawatiran akan dampak perdagangan yang lebih keras di bawah kepemimpinan Trump.
Saham-saham di Hong Kong, yang seringkali dianggap sebagai indikator bagi sentimen pasar China secara keseluruhan, mengalami penurunan tajam, dengan indeks Hang Seng turun lebih dari 3 persen pada puncaknya.
Penurunan ini menggambarkan ketidakpastian besar yang dirasakan investor terhadap kemungkinan eskalasi ketegangan dagang yang lebih besar antara China dan AS, terutama di sektor-sektor yang sangat bergantung pada perdagangan internasional.
Saham-saham di daratan China, meskipun lebih tahan terhadap penurunan, tetap tidak terlepas dari dampak sentimen negatif ini.
Indeks CSI 300, yang mewakili saham-saham terbesar di bursa China mengalami penurunan sekitar 5 persen setelah reli yang cukup signifikan pada bulan September, yang dipicu oleh kebijakan moneter yang akomodatif.
Penurunan ini mengindikasikan bahwa meskipun ada harapan dari kebijakan stimulus domestik, ketegangan perdagangan tetap menjadi faktor penghambat utama bagi pasar saham China.
Di tengah ketidakpastian ini, banyak investor yang khawatir bahwa ekspor China, yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi, akan terkena dampak negatif dari kebijakan tarif yang lebih tinggi.
Mengingat bahwa ekspor China merupakan salah satu sektor yang masih relatif cerah di tengah ekonomi domestik yang lesu, ketegangan perdagangan dapat memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi China. Kebijakan proteksionis Trump, jika diterapkan, berpotensi memperburuk situasi ini, memaksa Beijing untuk meningkatkan upaya stimulus guna meredam dampaknya.
Stimulus Domestik tak Berpengaruh
Meskipun ada upaya stimulus domestik yang kuat dari pemerintah China, dampak dari ketegangan perdagangan yang ditimbulkan oleh kemenangan Trump masih sangat terasa.
Bank Sentral China (PBOC) telah berkomitmen untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif dengan tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah pelambatan yang terjadi. Namun, dengan adanya ketegangan perdagangan yang semakin memburuk, pihak berwenang China mungkin harus menambah dukungan kebijakan fiskal guna mengimbangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh tarif tinggi AS.
Bersamaan dengan kebijakan moneter, harapan juga tinggi bahwa Kongres Rakyat Nasional China (NPC) akan mengumumkan stimulus fiskal tambahan untuk memperkuat ekonomi domestik.
Namun, meskipun stimulus fiskal dan moneter ini mungkin dapat memberikan sedikit peredaan, dampak dari kebijakan perdagangan Trump yang lebih keras tetap menjadi ancaman nyata yang dapat merusak efektivitas kebijakan domestik tersebut.
Sementara itu, untuk merespons volatilitas mata uang yang ditimbulkan oleh ketegangan perdagangan ini, para pejabat China kemungkinan akan mengadopsi strategi untuk mengurangi fluktuasi yang berlebihan di pasar valuta asing.
Sejak beberapa waktu lalu, bank-bank milik negara China telah aktif menjual dolar AS di pasar dalam negeri guna menstabilkan yuan di sekitar level 7,13 hingga 7,15 terhadap dolar. Ini adalah langkah yang diambil untuk memperlambat penurunan yuan dan mengurangi dampak negatif terhadap pasar domestik, terutama dalam sektor ekspor.
Fiona Lim, seorang ahli strategi senior di Maybank, menekankan bahwa PBOC cenderung melakukan "leaning against the wind", yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi pergerakan ekstrem pada mata uang. Ini mengindikasikan bahwa Beijing akan terus berusaha untuk menjaga stabilitas mata uang dan mencegah volatilitas yang dapat memperburuk kondisi ekonomi domestik.
Jadi, meskipun hasil pemilu AS 2024 belum sepenuhnya pasti, potensi kemenangan Donald Trump membawa dampak negatif yang besar terhadap yuan China dan pasar saham China.
Ketegangan perdagangan yang meningkat, terutama melalui ancaman tarif tinggi yang diajukan Trump, dapat memperburuk pelambatan ekonomi China dan memicu ketidakpastian yang lebih besar di pasar global.
Meskipun upaya stimulus domestik China dapat sedikit meredakan dampak tersebut, ketergantungan China pada ekspor yang sehat menjadikan ketegangan perdagangan ini sebagai ancaman serius bagi pemulihan ekonomi.
Bagi investor, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan perdagangan Trump akan terus membayangi pasar China dan respons cepat dari Beijing akan sangat menentukan arah mata uang dan saham China dalam beberapa bulan mendatang.(*)