Logo
>

Kemenpar dan Komisi VII Lanjutkan Penyusunan RUU Kepariwisataan

Ditulis oleh Syahrianto
Kemenpar dan Komisi VII Lanjutkan Penyusunan RUU Kepariwisataan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk melanjutkan pembahasan terkait penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Kepariwisataan.

    Dalam rapat kerja antara Kemenpar dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menekankan agar RUU tersebut mengedepankan aspek-aspek penting dalam pengembangan pariwisata.

    Adapun aspek-aspek tersebut adalah industri pariwisata, destinasi wisata, pemasaran, serta kelembagaan kepariwisataan dalam sebuah ekosistem.

    "Pemerintah berpendirian untuk mengakomodir mayoritas aspek ekosistem pariwisata dengan memasukkan poin-poin penting dari aspek ekosistem tersebut ke dalam empat bidang pembangunan ke pariwisata," kata Widiyanti dalam keterangan tertulisnya dikutip Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2025.

    Widiyanti menuturkan, sebaiknya RUU Kepariwisataan ini merevisi UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Menurutnya, ada tiga poin utama yang perlu diperbaiki dalam undang-undang ini.

    Pertama adalah penguatan materi muatan dalam empat pilar pembangunan kepariwisataan dengan memasukkan aspek-aspek penting dalam ekosistem kepariwisataan. Lalu, mendudukkan SDM (sumber daya manusia) pariwisata sebagai fondasi dari empat pilar pembangunan kepariwisataan.

    Widiyanti mengatakan, RUU ini juga perlu aspek yang mengakomodasi pengaturan terkait perencanaan, pengawasan, dan pengendalian dalam konteks pembangunan kepariwisataan. "Dengan usulan perubahan ini, kami harapkan RUU Kepariwisataan dapat lebih memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan pariwisata Indonesia," katanya.

    Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay yang berperan sebagai pimpinan rapat mendorong agar Kemenpar berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mematangkan rancangan ini. "Mudah-mudahan pembahasan undang-undang ini pun dapat berjalan dengan baik," kata Saleh.

    Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menekankan pentingnya agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan dapat menyesuaikan diri dengan dinamika global dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan agar kebijakan yang dihasilkan lebih efektif serta relevan.

    "Industri pariwisata berkontribusi sekitar 4-5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Oleh karena itu, revisi undang-undang ini harus mampu merespons tantangan global seperti perubahan iklim, pandemi, dan ketidakstabilan ekonomi," ujar Novita dalam rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Pada hari yang sama, Komisi VII DPR RI mengadakan rapat kerja dengan Kementerian Pariwisata guna membahas revisi ketiga terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

    Novita juga menekankan perlunya melibatkan pelaku industri pariwisata, masyarakat lokal, dan akademisi dalam penyusunan regulasi agar hasilnya lebih komprehensif dan dapat diterima oleh semua pihak.

    Selain itu, ia meminta pemerintah untuk menjelaskan strategi pengembangan event internasional, seperti sports tourism, festival budaya, dan kegiatan MICE, agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar.

    Sebagai contoh, ia menyinggung isu yang berkembang terkait Forum Masyarakat Borobudur, yang mengkritisi dampak kebijakan pariwisata di Candi Borobudur terhadap warga setempat.

    "Saya berharap Ibu Menteri dan jajaran terkait dapat memberikan penjelasan singkat mengenai bagaimana kebijakan ini dirancang agar memberikan manfaat bagi semua pihak, termasuk masyarakat lokal," kata Novita.

    RUU ini telah mulai diproses di DPR RI sejak 15 Juli 2024, setelah Pimpinan DPR RI menyampaikan surat kepada pemerintah. Kemudian, pada 5 September 2024, DPR menerima Surat Presiden untuk membahas RUU tersebut.

    Namun, setelah pembahasan awal yang mencakup pandangan pemerintah serta daftar inventarisasi masalah (DIM), DPR sepakat untuk melanjutkan pembahasannya pada periode berikutnya.

    DPR Libatkan Para Pakar

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, mengatakan bahwa para pakar diundang untuk menyerap aspirasi guna memperkaya pembahasan RUU Kepariwisataan. Ia menekankan bahwa sektor pariwisata saat ini telah dialihkan dari Komisi X DPR RI ke Komisi VII DPR RI.

    “Nah, masukan dari Bapak-Bapak yang memiliki latar belakang beragam sangat kami butuhkan,” ujar Evita.

    Legislator Fraksi PDI-Perjuangan itu menjelaskan bahwa RUU Kepariwisataan merupakan RUU yang pembahasannya belum tuntas pada periode sebelumnya dan dilanjutkan ke periode ini. Meski telah dibahas sebelumnya, ia menegaskan bahwa Komisi VII DPR RI tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan sesuai perkembangan terbaru.

    “Karena ini belum disahkan, jadi kalau ada tambahan dengan mempertimbangkan dinamika saat ini, kami (Komisi VII) terbuka menerima masukan agar RUU ini mampu meningkatkan sektor pariwisata ke depan serta memperkuat aspek penegakan hukum yang ada,” jelasnya.

    Dalam rapat tersebut, hadir empat pakar, yakni Prof. Azril Azahari selaku Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Prof. Diena Mutiara Lemy selaku Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Pelita Harapan (UPH) sekaligus Ketua Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia (HILDIKTIPARI), Prof. Andri Gunawan Wibisana selaku pakar lingkungan hidup, serta Dr. Komara Djaja dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia.

    Prof. Diena Mutiara Lemy menekankan bahwa revisi UU Kepariwisataan merupakan kebutuhan mendesak. Menurutnya, sektor pariwisata telah mengalami banyak perubahan, sementara UU yang ada saat ini—yakni UU Tahun 2009—meskipun secara filosofis sudah baik, tidak lagi mampu mengakomodasi perkembangan terbaru di sektor ini.

    Beberapa aspek yang menurut Lemy perlu diatur dalam RUU ini meliputi peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM), regulasi pembangunan pariwisata yang sering berbenturan dengan tata ruang, kurangnya inovasi, perizinan, hingga konsep pariwisata berkelanjutan.

    “Ketika UU dibuat, harapannya seluruh kompleksitas dalam sektor ini dapat terakomodasi agar regulasi yang dihasilkan benar-benar mampu mendorong kesejahteraan masyarakat melalui sektor pariwisata,” pungkasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.