KABARBURSA.COM – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) khawatir kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) bernasib sama seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119 tahun 2018 lalu.
Adapun hal itu dia ungkap menyusul rekomendari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Rekomendasi itu juga lahir dari temuan dumping barang impor keramik yang diduga berasal dari perusahaan asal China.
Ketua Tim Kerja Pembinaan Indusri Keramik dan Kaca Kemenperin Ashady Hanafie menuturkan, kebijakan BMTP atau safeguard sebelumnya telah diberlakukan selama tiga tahun, terhitung sejak 2018 hingga 2021.
Awalnya, kata Ashady, kebijakan safeguard terbukti mampu menekan impor keramik dan ubi asal China dengan pengenaan BMTP sebesar 23 persen pada tahun pertama, 21 persen pada tahun kedua, dan 19 persen di tahun ketiga.
“Pertama dari awal, nilainya 23 persen saja dikenakan safeguard-nya itu di awal. Ternyata, kita kan awalnya kita mengenakan safeguard itu ke negara China, pada tahap saat awal diberlakukan turun impor, setelah beberapa saat kembali naik lagi,” kata Ashady dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Senior Institute For Develompment of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Selasa, 16 Juli 2024.
Akan tetapi, kata Ashady, impor keramik dan ubin kembali mengalami lonjakan. Hal itu terjadi kerena China mengimpor komoditasnya melalui India dan Vietnam. Sementara kedua negara tersebut, lepas dari kebijakan safeguard.
“Jadi pengiriman barang itu tidak dilakukan melalui China, tetapi malaui india dan Vietnam. Makanya pada akhirnya, kami meminta safeguard ini diberlakukan juga kepada India dan Vietnam,” katanya.
Ashady khawatir, kebijakan BMAD juga akan bernasib serupa safeguard. Karenanya, Kemenperin juga hendak melihat perkembangan dari implementasi BMAD seandainya diterapkan. Diketahui, berdasarkan rekomendasi KADI, BMAD yang hendak dikenakan sekitar 100,12 persen hingga 199,88 persen. BMAD ditetapkan dengan harapan mampu meredam angka impor keramik dan ubin.
Meski begitu, untuk mengurangi potensi terjadinya hal serupa safeguard, Ashady berharap BMAD juga diberlakukan terhadap semua negara.
“Pengenaan BMAD ini kan berjenjang, jadi beberapa perusahaan itu kan diberikan preferensi, presentase masing-masing jadi ada yang terkecil 100 sampai 199 ibaratnya kalau diberikan begitu nanti pengiriman ke Indonesia pun bisa lewat yang paling kecil,” jelasnya.
Kronologi Trade Remedies
Sebelumnya, pemerintah juga sempat menerapkan bea masuk bagi produk impor keramik dan ubi nasal China. Hal itu terjadi pada 26 Maret 2018 melaluia temuan Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) yang mewakili lima industri yang diantaranya, PT Arwanan Citramulia Tbk, PT Muliakeramik Indahraya, PT Jui Shin Indonesia, PT Asri Pancawarna dan PT Angsa Daya.
Dalam rekomendasiya, ASAKI kemudian mengajukan permohonan penyelidikan tindakan pengemanan (safeguard) atas impor ubin keramik kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Kementerian Perdagangan (KPΡΙ).
Pada 19 September 2018, Menteri Keuangan menetapkan PMK Nomor 119/PMK.010/2018 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor ubin keramik selama 3 tahun dengan besaran tarif: tahun pertama 23 persen, tahun kedua 21 persen tahun ketiga 19 persen.
Lalu pada 8 November 2021, Menteri Keuangan menetapkan PMK Nomor 156/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor ubin keramik selama 3 tahun (berakhir November 2024), dengan besaran tarif: tahun pertama 17 persen, tahun kedua, 19 persen, tahun ketiga 13 persen.
Juli 2024, Indonesia mengalami persoalan yang sama tentang dumping impor produk keramik dan ubin China. Melalui Laporan Akhir Penyelidikan, KADI merekomendasikan pengenaan BMAD selama lima tahun dengan besaran tarif antara 100,12 persen hingga 199,88 persen.
Pada 3 Juli 2024, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menyampaikan Surat Permintaan Pertimbangan tanggal 3 Juli 2024. Batas waktu penyampaian pertimbangan Menperin adalah 22 Juli 2024.
Kemudian pada 8 Mei 2024, KADI menerbitkan Laporan Data Utama Penyelidikan Antidumping, dengan hasil sementara: penjualan dan kapasitas mengalami peningkatan, namun industri pemohon mengalami kerugian karena harga DN turun sedangkan HPP meningkat serta persediaan juga terus bertambah.
Pada 5 Juni 2024, KADI menyelenggarakan public hearing. Pada 15 Maret 2023, KADI memulai penyelidikan anti dumping atas impor ubin keramik asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berdasarkan permohonan ASAKI yang mewakili 3 IDN: PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindo Indah dan PT Angsa Daya (total pangsa 26 persen) Periode penyelidikan kerugian: 1 Juli 2019- 30 Juni 2022.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengkhawatirkan bahwa kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang diusulkan mungkin akan menghadapi masalah yang sama seperti kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebelumnya. BMTP awalnya efektif dalam menekan impor keramik dari China, namun akhirnya kurang berhasil karena China mengalihkan ekspor melalui negara lain seperti India dan Vietnam yang tidak termasuk dalam kebijakan tersebut.
Kemenperin berharap BMAD akan lebih efektif jika diberlakukan terhadap semua negara, mengurangi kemungkinan pengalihan impor melalui negara-negara lain. Berdasarkan rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), BMAD diusulkan dengan tarif antara 100,12 persen hingga 199,88 persen untuk jangka waktu lima tahun.
Namun, Kemenperin akan terus memantau implementasi BMAD untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut mampu melindungi industri keramik domestik dari praktek dumping yang merugikan.(ndi/nil)