KABARBURSA.COM - Kementerian Perindustrian menegaskan komitmen untuk memperkuat hilirisasi kemenyan sebagai bagian dari program peningkatan nilai tambah sumber daya alam.
Upaya tersebut kini mendapat dorongan baru setelah Kemenyan Tapanuli Utara resmi memperoleh sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum pada 2025.
Pengakuan ini tidak hanya menegaskan karakteristik khas, kualitas, dan reputasi kemenyan asal Tapanuli, tetapi juga membuka jalan bagi perlindungan hukum yang lebih kuat serta penguatan daya saing di pasar global.
“Hilirisasi kemenyan memberikan nilai tambah lebih tinggi sekaligus memperkuat daya saing IKM di daerah penghasil. Ini terus kami dorong sejalan dengan agenda hilirisasi sumber daya alam yang digagas pemerintah saat ini,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Reni Yanita dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa 16 September 2025.
Data Trademap.org mencatat, sepanjang 2024 ekspor produk getah alam, resin, dan oleoresin Indonesia, termasuk kemenyan, mencapai USD55,5 juta dengan volume 43.685 ton, atau setara USD1.270,45 per ton.
Sementara ekspor produk hilirisasi berupa minyak atsiri dan turunannya tercatat USD42,3 juta dengan volume sekitar 1.776 ton, dengan nilai mencapai USD23.817,56 per ton.
“Angka ini menunjukkan bahwa nilai per ton produk hilirisasi jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah. Artinya, hilirisasi kemenyan mampu memberikan nilai tambah signifikan dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global,” jelas Reni.
Kemenyan yang semula dikenal sebagai bahan ritual dan wewangian tradisional kini telah berkembang pemanfaatannya. Resin dan minyak atsiri kemenyan digunakan untuk parfum, aromaterapi, pengharum ruangan, kosmetik, hingga insektisida alami.
“Selain aromanya yang khas, kemenyan juga dikenal di industri parfum sebagai fixative alami yang efektif. Fungsinya membuat aroma parfum lebih tahan lama sekaligus memperhalus transisi lapisan aroma,” tambah Reni.
Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan (IKM KSK) Budi Setiawan menegaskan bahwa langkah penguatan hilirisasi juga menyasar aspek pembinaan dan rantai pasok di daerah penghasil utama, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Kedua wilayah ini diketahui menyumbang sekitar 80 persen produksi kemenyan dunia.
“Dengan begitu, kami dapat mengidentifikasi aspek yang perlu diperkuat melalui program pembinaan Kemenperin,” ujar Budi.
Ia menambahkan, ke depan pihaknya akan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, asosiasi, serta kementerian dan lembaga terkait, guna memperkuat ekosistem hilirisasi kemenyan.
Sertifikat Indikasi Geografis yang telah disandang Kemenyan Tapanuli menjadi pijakan baru bagi pengembangan produk turunan yang berorientasi ekspor.
Dengan perlindungan hukum dan branding global yang lebih kuat, kemenyan dari Tapanuli berpotensi memperluas pasar sekaligus memberi nilai ekonomi lebih besar bagi masyarakat setempat.(*)