KABARBURSA.COM - Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menyatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 2025, bertujuan untuk mendanai berbagai program strategis yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, peningkatan tarif PPN ini diarahkan untuk mendukung pembiayaan berbagai inisiatif yang bersumber dari anggaran negara. Program-program tersebut mencakup penyediaan makanan bergizi gratis, layanan pemeriksaan kesehatan tanpa biaya, pembangunan rumah sakit dengan fasilitas lengkap di berbagai daerah, serta pemeriksaan penyakit menular seperti TBC. Selain itu, ada pula program renovasi sekolah, pengembangan sekolah unggulan terintegrasi, serta pembangunan lumbung pangan nasional yang tersebar di tingkat regional dan desa.
Said juga menekankan pentingnya mitigasi dampak kenaikan PPN, terutama bagi rumah tangga miskin dan kelas menengah. Ia mengusulkan agar alokasi anggaran untuk program perlindungan sosial (perlinsos) diperluas, mencakup tidak hanya rumah tangga miskin, tetapi juga kelompok rentan yang hampir masuk dalam kategori miskin. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin 30 Desember 2024.
Program perlinsos tersebut harus dijalankan dengan ketepatan waktu dan sasaran yang jelas, agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan. Said juga menyoroti pentingnya subsidi untuk transportasi umum, terutama untuk moda transportasi massal di kawasan perkotaan besar.
Selain itu, ia menyarankan agar subsidi perumahan lebih ditingkatkan, terutama untuk kelompok menengah bawah, dengan fokus pada rumah tipe 45 ke bawah dan rumah susun. Subsidi untuk BBM, gas LPG, dan listrik juga harus diperluas untuk mencakup rumah tangga kelas menengah. Bahkan, ia menambahkan bahwa ojek online perlu mendapatkan akses terhadap BBM bersubsidi, dan jika memungkinkan, perluasan subsidi ini bisa diperluas lagi ke kelompok masyarakat menengah bawah.
Pertumbuhan Ekonomi Secara Signifikan
Peneliti Ekonomi dari Celios, Bakhrul Fikri, menyuarakan kekhawatirannya terkait dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan pemerintah pada 2025. Menurut Fikri, kebijakan ini berisiko menurunkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
“Jika tarif PPN dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen, saya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 hanya akan mencapai 4,09 persen. Ini sangat berbahaya karena dapat memicu resesi dan memperburuk kondisi ekonomi secara keseluruhan,” ujar Fikri saat dihubungi Kabarbursa.com, Sabtu, 28 Desember 2024.
Fikri menambahkan bahwa sektor konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 53 persen terhadap PDB Indonesia, mengalami penurunan signifikan pada kuartal ketiga 2024. Penurunan ini mencerminkan daya beli masyarakat yang terus melemah dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah.
Sebagai solusi, Fikri mengusulkan penurunan tarif PPN dari 11 persen menjadi 8 persen. Menurutnya, langkah ini dapat memberikan dampak positif bagi konsumen dan dunia usaha. “Dengan menurunkan tarif PPN, permintaan akan meningkat, dan dunia usaha, khususnya sektor UMKM, dapat terhindar dari potensi kerugian besar,” jelasnya.
Kelompok Terkaya Di Indonesia
Selain itu, Fikri menyarankan pemerintah mencari alternatif pendapatan negara yang lebih progresif. “Alih-alih mengenakan pajak regresif seperti PPN, pemerintah bisa menerapkan pajak progresif pada kelompok terkaya di Indonesia. Pajak sebesar 2 persen dari 50 orang terkaya dapat menghasilkan tambahan pendapatan negara hingga Rp81,6 triliun per tahun—jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan penerimaan dari kenaikan tarif PPN,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan fiskal yang lebih progresif akan memberikan dampak yang lebih adil dan berkelanjutan, serta membantu menjaga daya beli masyarakat yang saat ini semakin tertekan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 didasari prinsip keadilan dan gotong royong. Kebijakan ini juga mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan bertujuan menjaga daya beli di tengah tantangan global dan domestik.
“Ekonomi kita tetap berjalan meski dihadapkan pada dinamika global dan situasi dalam negeri yang perlu diwaspadai,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers bertema Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, di Jakarta.
Di lain kesempatan, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Putri Zulkifli Hasan, menekankan pihaknya mendukung implementasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Ia juga akan memastikan bahwa pemerintah akan menjamin bantuan bagi masyarakat rentan.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan sekadar langkah fiskal, tetapi juga wujud nyata prinsip gotong royong dalam membangun bangsa. Dengan memastikan barang kebutuhan pokok tetap bebas PPN, pemerintah memberikan perlindungan kepada masyarakat rentan, sementara kontribusi dari kelompok yang lebih mampu diarahkan untuk mendukung pembangunan nasional,” ujar Putri dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.(*)