Logo
>

KKP Segel 2 Resort Milik Perusahaan Jerman dan Malaysia di Pulau Maratua

Ditulis oleh KabarBursa.com
KKP Segel 2 Resort Milik Perusahaan Jerman dan Malaysia di Pulau Maratua

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel dua resort di Pulau Maratua, Kalimantan Timur. Dua resort tersebut di antaranya PT NMR dan PT MID yang diduga tidak memiliki tiga dokumen perizinan, yakni persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin kegiatan wisata tirta lainnya tanpa perizinan berusaha, dan perizinan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil. 

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono alias Ipunk, mengungkapkan salah satu resort di Pulau Bakungan menyambungkan satu pulau dengan pulau lainya menggunakan jembatan yang dikelola oleh PMA asal Jerman dan dikelola oleh WNA asal Swiss. Sedangkan PT MID yang ada di Pulau Maratua dikelola oleh PMA asal Malaysia.

    Ipunk menegaskan pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau terkecil menjadi perhatian serius pihaknya demi menjaga keberlanjutan dan kedaulatan wilayah perairan Indonesia. Adapun Pulau Maratua merupakan gugusan pulau terluar Indonesia yang perlu perhatian khusus dari pemerintah.

    “KKP hadir mengamankan pulau-pulau terluar untuk menjaga kedaulatan dan jangan sampai pulau-pulau ini nantinya diakui oleh pihak asing, seperti halnya Pulau Sipadan dan Ligitan,” kata Ipunk dalam konferensi pers yang diikuti secara virtual, Senin, 23 September 2024.

    Ipunk menegaskan, KKP sangat mendukung investasi di sektor pariwisata mengingat saat ini sektor tersebut menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Akan tetapi, dia mengingatkan jangan sampai ada investasi asing yang mengganggu integritas kawasan NKRI, termasuk Pulau Maratua.

    “Mereka masuk dengan PMA dan mendirikan resort namun tidak berizin, lama-lama menguasai. Itu yang harus diawasi. Sehingga penertiban tersebut dimaksudkan untuk tertib administrasi serta membangun iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan dengan tetap menjaga kesehatan laut,” ujar Ipunk.

    Adapun penyegelan dan penghentian sementara area reklamasi dilakukan pada dua perusahaan yaitu PT RUJ dan PT JPS yang berada di Morowali, Sulawesi Tengah. Kedua perusahaan terindikasi melanggar aturan pemanfaatan ruang laut. Setidaknya terdapat kegiatan pembangunan jeti seluas 1,27368 hektare dan 3,91193 hektare yang tidak dilengkapi dengan dokumen PKKPRL.

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan PSDKP, Halid K Jusuf mendorong manajemen PT RUJ dan PT JPS untuk segera memenuhi persyaratan dasar PKKPRL yang dapat diajukan melalui sistem terpadu satu pintu (online single submission/OSS), dengan berkoordinasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah dan BPSPL Makassar.

    “Kami setop aktivitas reklamasi tersebut untuk menghentikan pelanggaran dan memaksa perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya dengan mengurus PKKPRL dan Perizinan Berusaha serta berkoordinasi dengan pemda setempat,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Pangkalan PSDKP Bitung, Kurniawan, mengatakan sebelumnya Pangkalan PSDKP Bitung telah memperoleh laporan indikasi pelanggaran terkait adanya kegiatan reklamasi PT RUJ dan PT JPS. Pihaknya kemudian mengerahkan Polsus PWP3K untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan di lapangan sejak awal Juli 2024.

    “Menurut pengakuan yang disampaikan pihak PT JPS area reklamasi seluas 3,91193 hektare tersebut dibangun untuk menunjang operasional fasilitas pelatihan keamanan. Sedangkan reklamasi pengembangan jeti PT RUJ seluas 1,27368 hektare diperuntukkan untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan batuan,” katanya.

    Regulasi Pemanfaatan Ruang Laut

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang mengamanatkan setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap di perairan pesisir, wilayah pesisir dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki KKPRL.

    Tak hanya itu, pelaksanaan KKPRL juga mengacu kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 15 Tahun 2023 dan Keputusan Direktura Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 50 Tahun 2023.

    Melalui regulasi tersebut, KKP mengatur perizinan pemanfaatan ruang laut yang dilaksanakan melalui Persetujuan KKPRL, Konfirmasi KKPRL, dan Fasilitasi PKKPRL. Pendaftaran PKKPRL untuk kegiatan berusaha dilakukan dengan menyampaikan permohonan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sedangkan untuk kegiatan non berusaha melalui Sistem Elektronik KKP.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, mengatakan pemanfaatan ruang laut melalui pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) menjadi bentuk perlindungan terhadap kepentingan masyarakat lokal, masyarakat tradisional, dan masyarakat pesisir.

    “Pengaturan dalam pemanfaatan ruang laut bagi masyarakat akan memberikan kepastian hukum, kepastian ruang serta kepastian berusaha dan berinvestasi bagi pengguna ruang laut,” ujar Victor dalam keterangannya, 27 Juni 2024 lalu.

    Kasus Berulang

    Penyegelan yang dilakukan oleh KKP terhadap dua resort di Pulau Maratua dan Pulau Bakungan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tersebut mengingatkan pada kasus serupa yang pernah terjadi di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau pada Maret 2023. Saat itu, KKP juga menghentikan operasional fasilitas milik PT PB di Anambas karena perusahaan tersebut terindikasi memanfaatkan pulau-pulau kecil tanpa dokumen perizinan yang lengkap.

    Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, ketika itu mengatakan penghentian aktivitas PT PB ini merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perusahaan diduga memanfaatkan pulau-pulau kecil di wilayah tersebut tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku.

    KKP menemukan PT PB tidak memiliki beberapa dokumen penting, yaitu persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin berusaha, izin pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk penanaman modal asing, serta izin pengusahaan wisata alam perairan di kawasan konservasi.

    “Kami telah menghentikan secara paksa seluruh kegiatan operasional PT PB di Anambas,” ujar Adin dalam keterangan resminya, Sabtu, 11 Maret 2023, setelah melakukan penyegelan di Pulau Bawah, Anambas.

    PT PB, yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA), mengelola beberapa pulau di Kepulauan Anambas, termasuk Pulau Bawah, Pulau Elang, Pulau Murba, dan Pulau Sangga. Di kawasan tersebut, perusahaan memiliki 30 resor dengan okupansi sekitar 30 persen setiap bulannya, sebagian besar tamu datang melalui Batam menggunakan pesawat air milik perusahaan.

    Adin menambahkan, pada 2022, KKP sudah memberikan dua peringatan kepada PT PB terkait perizinan yang belum dipenuhi. Namun, perusahaan dinilai belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan perizinan, termasuk PKKPRL dan izin usaha lainnya. KKP kemudian memanggil kembali pengelola PT PB untuk menyelesaikan masalah ini.

    Sebagai konsekuensi dari pelanggaran tersebut, PT PB dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan operasional sampai perusahaan memenuhi seluruh persyaratan perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.

    Sanksi tersebut didasarkan pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021, yang memungkinkan pemerintah menghentikan kegiatan usaha sementara sebagai bentuk paksaan administratif.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi