Logo
>

Konsumen Terancam Kenaikan Harga Akibat Kebijakan Antidumping

Ditulis oleh Dian Finka
Konsumen Terancam Kenaikan Harga Akibat Kebijakan Antidumping

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institut menyampaikan kekhawatiran dampak dari kebijakan antidumping pada produk keramik impor. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Produk Ubin Keramik dari Republik Rakyat Tiongkok.

    "Kebijakan anti-dumping pada keramik impor, yang memang memiliki harga sangat murah, memang bisa membantu industri dalam negeri bersaing," ujar Piter kepada Kabarbursa.com, Jumat, 25 Oktober 2024.

    Menurut Piter, kebijakan tersebut berpotensi melahirkan masalah lain yaitu kenaikan harga produk keramik dalam negeri. Konsumen kemungkinan dihadapkan pada mahalnya harga barang jenis tersebut.

    "Namun, konsumen kita juga harus siap menghadapi risiko kenaikan harga barang yang sebelumnya murah," tambahnya.

    Sebelum pemerintah menyimpulkan produk keramik murah yang selama ini beredar di pasar dalam negeri adalah asal China, sebaiknya pemangku kebijakan menganalisis lebih dalam guna memastikan dugaan tersebut. Piter menerangkan, ada kemungkinan murahnya ubin asal China akibat efisiensi produksi yang optimal, alih-alih hasil dumping.

    Ia menaruh dugaan bahwa keluarnya PMK Nomor 70 Tahun 2024 itu karena industri keramik Tanah Air belum mampu bersaing secara efisien. Konsumen yang menaruh harapan pada produk berkualitas dengan harga murah pada akhirnya hilang.

    "Kebijakan antidumping justru akan merugikan konsumen dalam negeri, yang akhirnya (konsumen) harus membayar lebih mahal untuk produk serupa. Kita jangan sampai terjebak untuk mengenakan antidumping karena industri belum mampu bersaing," ungkap dia.

    Piter mengingatkan bahwa penerapan anti-dumping pada produk keramik impor akan mendorong kenaikan harga yang menguntungkan industri lokal. Namun, kebijakan ini berisiko menjadi beban bagi masyarakat luas, terutama di sektor bahan bangunan yang semakin dibutuhkan untuk pembangunan.

    Ia menilai, perlu ada keseimbangan antara melindungi industri dalam negeri dan menjaga harga yang terjangkau bagi konsumen.

    "Saya tidak ingin semua produk di bawah kebijakan anti-dumping karena bisa memukul daya beli masyarakat. Kita harus pastikan apakah ini benar-benar karena dumping, atau karena kita perlu meningkatkan efisiensi industri dalam negeri," pungkas Piter.

    Respons Pengusaha Keramik

    Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) merespons positif kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) untuk impor ubin keramik dari China.

    Ketua Umum Asaki Edy Suyanto menilai hal itu sebagai bentuk perlindungan terhadap praktik perdagangan tidak adil. Namun, menurut dia, tarif BMAD yang ditetapkan, yaitu antara 35 persen hingga 50 persen, masih di bawah ekspektasi asosiasi.

    “Kami menghargai keputusan ini, meskipun tarif BMAD yang diberlakukan masih di bawah harapan kami. Kami berharap bisa meniru negara-negara seperti Meksiko dan Amerika Serikat yang menerapkan tarif di atas 100 persen,” kata Edy, Rabu, 16 Oktober 2024.

    Meski demikian, Edy optimistis kebijakan BMAD ini akan membantu membangkitkan kembali industri keramik nasional yang selama hampir satu dekade terakhir mengalami keterpurukan, menyebabkan beberapa pabrik tutup dan menurunkan tingkat utilisasi produksi.

    Ia memperkirakan, penerapan BMAD bersama dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 36 Tahun 2024 tentang SNI Wajib, akan meningkatkan utilisasi produksi keramik nasional dari 63 persen menjadi 67-68 persen pada akhir 2024. Edy juga menargetkan tingkat utilisasi produksi akan mencapai 80 persen pada 2025 dan 90 persen pada 2026.

    Saat ini, Indonesia berada di posisi keempat dunia dari segi kapasitas produksi keramik dengan 675 juta meter persegi per tahun, di bawah China, India, dan Brazil. Namun, secara produksi aktual, Indonesia masih di urutan kedelapan.

    “Asaki menargetkan untuk masuk dalam lima besar produsen keramik dunia pada 2025 versi  Ceramic World Review,” ujarnya.

    Edy juga yakin bahwa penerapan BMAD, SNI Wajib, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) akan menarik investasi baru, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk dari China. Hal ini diharapkan menciptakan lapangan kerja baru.

    Selain itu, ia melihat peluang ekspansi industri keramik di Indonesia masih besar, mengingat konsumsi keramik per kapita di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, serta jauh tertinggal dari Vietnam dan China.

    Dengan adanya kebijakan BMAD ini, Edy berharap industri keramik nasional dapat mendukung program pembangunan rumah rakyat sebanyak 3 juta unit per tahun yang diusung oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, karena kebutuhan bahan bangunan seperti ubin keramik akan meningkat.

    Ia juga menekankan pentingnya perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (safeguard) pada November mendatang untuk melengkapi kebijakan BMAD yang dinilai masih belum optimal. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.