KABARBURSA.COM - Konsumsi baja Indonesia diperkirakan bakal mencapai 18,3 juta ton atau tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2024. Pertumbuhan ini ditopang berbagai kondisi yang menjadi pendorong permintaan baja.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyebut Indonesia gencar mengembangkan infrastruktur dan mendorong industri manufaktur, seperti pembangunan IKN, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan industri otomotif.
"Sedikitnya, terdapat 41 proyek prioritas strategis nasional yang ditargetkan selesai tahun 2024,” ungkap Zulkifli, dikutip Jumat 12 Juli 2024.
Zulkifli menyampaikan, industri besi baja Indonesia masih dihadapkan restriksi perdagangan dari negara lain. Beberapa di antaranya seperti pengenaan trade remedies dan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Namun, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengatasi berbagai hambatan perdagangan tersebut. Salah satunya, diwujudkan dengan kegiatan pelepasan ekspor produk baja berteknologi tinggi sebanyak 160 ton senilai USD L195 ribu ke negara tujuan Australia, Kanada, dan Puerto Rico beberapa waktu lalu.
"Di tengah melambatnya ekonomi dunia, kalau kita terampil, ada peluang. Di tengah polarisasi, produk Indonesia masih diterima di pasar global," tuturnya.
Di sisi lain, kata Zulkifli, pihaknya terus berupaya mendorong industri baja dalam negeri. Beberapa di antaranya dengan melakukan pembatasan impor untuk produk besi baja tertentu.
"Mendorong kegiatan ekspor yang bernilai tambah melalui hilirisasi produk besi baja, dan melakukan pengawasan impor besi baja sebagai upaya untuk memastikan barang yang beredar sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan," jelasnya.
Pertumbuhan industri dan ekspor besi dan baja Indonesia berkembang sangat pesat pada lima tahun terakhir (2019—2023).
Saat ini, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara pengekspor besi dan baja dunia dari sebelumnya peringkat ke-17
pada 2019.
Sementara pada 2023, nilai ekspor besi dan baja Indonesia mencapai USD 26,70 miliar, naik 261,49 persen dari 2019 yang tercatat sebesar USD 7,39 miliar.
Nilai impor besi baja pada 2023 sebesar USD11,38 miliar sehingga neraca perdagangan besi dan baja Indonesia pada 2023 mencatatkan surplus USD 15,32 miliar.
Baja menjadi andalan ekspor Indonesia dan menjadi komoditas pembangunan infrastruktur hingga mendorong industri manufaktur di dalam negeri.
"Di sisi lain, peran industri baja memberikan perekonomian yang stabil," ungkap Zulkifli.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kinerja ekspor Indonesia masih menunjukkan performa baik di tengah kondisi ekonomi global saat ini. Neraca dagang Indonesia surplus 49 bulan berturut-turut hingga Mei 2024.
Neraca Perdagangan
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus neraca perdagangan pada Mei 2024 adalah sebesar USD2,93 miliar, lebih tinggi dari capaian pada bulan sebelumnya sebesar USD2,72 miliar. “Neraca perdagangan Indonesia masih melanjutkan tren surplus 49 bulan berturut-turut. Surplus neraca perdagangan didukung surplus sektor nonmigas sebesar USD4,26 miliar, tapi tereduksi oleh defisit sektor migas sebesar USD1,33 miliar,” kata Airlangga.
Lebih lanjut dia menyoroti pada Mei 2024 nilai ekspor Indonesia mencapai USD22,33 miliar, meningkat 13,82 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 2,86 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Capaian tersebut terdiri atas ekspor migas sebesar USD1,42 miliar dan ekspor nonmigas sebesar USD20,91 miliar.
Secara kumulatif, mulai Januari hingga Mei 2024, ekspor Indonesia tercatat mencapai USD104,25 miliar, turun 3,52 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023. Airlangga memaparkan peningkatan ekspor nonmigas Indonesia pada Mei 2024 dibandingkan April 2024 didukung dengan meningkatnya nilai ekspor ke sebagian besar negara tujuan utama, seperti China, Amerika Serikat (AS), dan Jepang.
Sejalan dengan itu, kenaikan aktivitas manufaktur beberapa mitra dagang utama Indonesia mengindikasikan bertambahnya daya serap atas produk ekspor Indonesia. Hal ini tercermin dari peningkatan aktivitas PMI manufaktur China, AS, Asean, dan Uni Eropa.
Airlangga mengatakan, dari 10 komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar, hampir semua komoditas mengalami peningkatan dengan peningkatan terbesar pada mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar USD263,6 juta, naik 26,66 persen.
Sementara berdasarkan sektornya, kinerja ekspor sektor industri pengolahan meningkat sebesar 16,40 persen, pertambangan dan lainnya meningkat 6,26 persen, pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat 32,45 persen, serta migas meningkat 5,12 persen secara bulanan.
Dalam hal ini, Airlangga menegaskan bahwa pemerintah akan terus memperkuat berbagai upaya dalam mendorong peningkatan ekspor nasional, salah satunya melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Ekspor Nasional.
“Sedangkan nilai Impor pada Mei 2024 mencapai USD19,40 miliar, naik 14,82 persen secara bulanan, tapi turun 8,83 persen secara tahunan, yang terdiri dari impor nonmigas sebesar USD16,65 miliar dan impor migas sebesar USD2,75 miliar,” jelas Airlangga.
Adapun, total impor Indonesia pada mulai Januari hingga Mei 2024 mencapai USD91,19 miliar atau turun 0,42 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.