Logo
>

Koperasi Desa Harus Tumbuh dari Akar, Bukan dari Anggaran

CORE Indonesia mengingatkan pemerintah agar tidak mengulang kegagalan KUD dan menjadikan koperasi desa hanya proyek anggaran tanpa jiwa kolektif.

Ditulis oleh Dian Finka
Koperasi Desa Harus Tumbuh dari Akar, Bukan dari Anggaran
CORE bilang koperasi desa harus dibangun dari kesadaran rakyat, bukan proyek top-down. Anggaran jumbo Rp400 triliun berisiko gagal bila tak dikelola tepat. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah didesak tak mengulang kesalahan lama dalam membangun koperasi desa. Alih-alih menjadi tumpuan ekonomi rakyat, banyak koperasi masa lalu justru mati suri karena pendekatan birokratis dan proyek top-down. Ketika pemerintah menggulirkan program Koperasi Desa Merah Putih dengan anggaran jumbo hingga Rp400 triliun, ekonom mulai gelisah.

    Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengingatkan agar proyek ini tidak sekadar menjadi papan nama baru dari warisan gagal koperasi unit desa (KUD). “Pembangunan koperasi desa harus berangkat dari pengalaman masa lalu, terutama kegagalan KUD yang menggunakan pendekatan top-down dan penyeragaman. Kita tidak boleh jatuh ke lubang yang sama,” kata Faisal kepada media di Jakarta, Sabtu, 7 Juni 2025.

    Menurut Faisal, semangat koperasi tidak boleh direduksi menjadi proyek anggaran semata. Ia menyebut setidaknya tujuh aspek krusial yang harus diperhatikan agar program koperasi desa Merah Putih benar-benar berdaya guna dan berkelanjutan.

    Aspek pertama yang disoroti adalah pentingnya menjaga marwah koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat. Koperasi sejati lahir dari kesadaran kolektif, bukan rekayasa birokrasi. Prinsip dasar seperti kesukarelaan, pengelolaan demokratis, dan partisipasi anggota harus menjadi fondasi utama.

    “Esensi koperasi itu tumbuh dari bawah. Bukan dibentuk karena target proyek. Jika hilang semangat gotong royongnya, koperasi itu hanya akan jadi papan nama,” ujar Faisal.

    Aspek kedua adalah rasionalitas alokasi anggaran. Rencana pengucuran dana Rp400 triliun, sebagian dari kas APBN dan realokasi dana desa, dinilai berisiko mengganggu program pembangunan lain yang sudah berjalan dan terbukti efektif.

    “Anggaran sebesar ini jika tidak dikelola dengan bijak bisa berujung pemborosan. Kita sudah punya banyak koperasi mati suri yang dulunya dibentuk karena insentif kredit lunak. Jangan ulangi kesalahan yang sama,” tegas Faisal.

    Aspek ketiga adalah manajemen risiko. Banyak koperasi gagal karena tidak memiliki sistem pengawasan memadai. Menurut Faisal, penyaluran dana harus disertai dengan risk assessment yang ketat, pendampingan berkelanjutan, dan sistem early warning untuk deteksi dini.

    “Kalau sistem audit dan pengawasan lemah, dana besar hanya akan membuka peluang fraud. Ini program besar, harus dikawal dengan sistem kontrol yang kuat,” katanya

    Aspek keempat, pemerintah harus menjaga ekosistem ekonomi desa yang telah eksis. Kehadiran koperasi baru harus bersinergi, bukan mendominasi. Pendekatannya bukan memaksakan, tetapi mengintegrasikan koperasi dalam kegiatan ekonomi yang sudah berjalan.

    “Jangan rusak ekosistem yang sudah mapan. Banyak desa punya institusi ekonomi lokal yang sudah kuat. Koperasi harus jadi pelengkap, bukan penghancur,” imbuh Faisal.

    Aspek kelima, menurut Faisal, adalah pendekatan kontekstual. Implementasi koperasi harus mempertimbangkan potensi ekonomi lokal, kultur masyarakat, dan kondisi geografis setiap desa.

    “Tidak bisa satu model diterapkan ke seluruh desa. Perlu pemetaan potensi dan kebutuhan spesifik agar koperasi bisa menjawab kebutuhan nyata masyarakat desa,” jelasnya.

    Aspek keenam adalah implementasi bertahap berbasis kinerja. Akses dana harus menyesuaikan kapasitas aparatur desa dan rekam jejak pengelolaan program sebelumnya. Tidak boleh langsung digelontorkan besar-besaran.

    “Fokus awal harus pada peningkatan kapasitas SDM dan tata kelola. Kalau belum siap, jangan dipaksa kelola anggaran besar,” tegas Faisal

    Aspek ketujuh adalah strategi pengembangan berlapis. CORE merekomendasikan agar desa dengan kinerja ekonomi unggul menjadi pionir dan mentor bagi desa lain melalui pola pembelajaran horizontal.

    “Daripada top-down, lebih baik peer-to-peer. Desa yang sudah berhasil jadi model pembelajaran bagi desa lain. Lebih efisien, lebih membumi,” terang Faisal.

    CORE menekankan bahwa koperasi bisa menjadi kekuatan ekonomi desa bila dibangun dengan cara yang benar. Sejarah telah menunjukkan bahwa koperasi gagal bukan karena konsepnya salah, tapi karena pendekatannya keliru.

    “Pelajaran dari KUD dan koperasi pasca-reformasi adalah peringatan. Jangan jadikan koperasi sekadar alat proyek atau kendaraan politik. Ini gerakan sosial ekonomi. Harus tulus, terarah, dan berbasis kebutuhan rakyat,” kata Faisal.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.