KABARBURSA.COM - Pertumbuhan kredit perbankan pada September hanya menorehkan angka 7,70 persen (yoy), sedikit meningkat dari 7,56 persen bulan sebelumnya. Bank Indonesia menilai, laju ini belum cukup kuat untuk menjadi pendorong utama aktivitas ekonomi nasional.
Lambatnya ekspansi kredit dipicu oleh sikap hati-hati pelaku usaha yang masih menunggu kepastian arah kebijakan, kecenderungan korporasi mengandalkan pembiayaan internal, serta bunga pinjaman yang tetap tinggi. “Permintaan kredit belum kembali pulih,” tulis Bank Indonesia dalam laporan resminya, Rabu 22 Oktober 2025.
Tanda lemahnya minat pinjaman juga tercermin dari masih besarnya dana kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan), mencapai Rp2.374,8 triliun atau 22,54 persen dari total plafon kredit pada September 2025. Sebagian besar berasal dari sektor korporasi, khususnya perdagangan, industri, dan pertambangan—dengan porsi terbesar pada kredit modal kerja.
Dari sisi pasokan, kapasitas pembiayaan bank sebenarnya masih memadai. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) mencapai 29,29 persen, sementara dana pihak ketiga tumbuh 11,18 persen (yoy). Kinerja ini didorong oleh ekspansi fiskal pemerintah melalui penempatan dana di sejumlah bank besar serta kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif makroprudensial dari BI.
Secara umum, minat bank menyalurkan kredit tetap terjaga. Persyaratan kredit (lending requirement) pun cenderung longgar. Meski demikian, kehati-hatian masih diterapkan pada sektor konsumsi dan UMKM, dua segmen yang menunjukkan risiko kredit lebih tinggi.
Pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi melambat menjadi 3,37 persen (yoy) dan 7,42 persen (yoy), sedangkan kredit investasi justru melesat ke 15,18 persen (yoy). Di sisi lain, kredit UMKM dan pembiayaan syariah ikut melandai, masing-masing hanya tumbuh 0,23 persen dan 7,55 persen (yoy).
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit sepanjang 2025 akan berada di batas bawah kisaran 8–11 persen, sebelum menguat pada 2026. Otoritas moneter berkomitmen memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan KSSK guna mempercepat ekspansi pembiayaan serta menata kembali struktur suku bunga agar lebih efisien dan inklusif.(*)