Logo
>

KSPI: Tarif AS Ancam PHK 50 Ribu Buruh dalam Tiga Bulan

KSPI memperkirakan 50 ribu buruh terancam PHK dalam waktu tiga bulan akibat tarif 32 persen dari AS terhadap produk ekspor Indonesia.

Ditulis oleh Dian Finka
KSPI: Tarif AS Ancam PHK 50 Ribu Buruh dalam Tiga Bulan
Ilustrasi: Aksi unjuk rasa buruh di depan Kementerian Ketenagakerjaan RI, Jakarta. Foto: Instagram @kspi_citu.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI mengingatkan potensi ancaman serius terhadap industri padat karya nasional akibat tarif impor tinggi dari Amerika Serikat. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam jumlah besar sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat, menyusul penerapan tarif tambahan oleh AS mulai 9 April 2025.

    "Dalam perhitungan kami, akan ada lebih dari 50 ribu buruh yang ter-PHK selama tiga bulan ke depan. Ini gelombang kedua setelah 2024, dan dampaknya bisa lebih dalam," ujar Iqbal dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Sabtu, 5 April 2025.

    Sebagai bagian dari kebijakan tarif resiprokal, Amerika Serikat resmi menetapkan tambahan bea masuk sebesar 32 persen untuk produk asal Indonesia. Indonesia tercatat sebagai salah satu dari sepuluh negara yang memiliki surplus perdagangan terhadap AS, di mana nilai ekspor ke AS jauh melampaui nilai impornya.

    Iqbal mengatakan bea tambahan ini akan langsung berdampak pada harga produk Indonesia di pasar AS. Kenaikan harga membuat produk Indonesia kurang kompetitif, menyebabkan penurunan permintaan secara signifikan. "Ketika barang jadi mahal, pembeli dari rakyat Amerika berkurang. Ini hukum pasar. Kalau penjualan turun, maka pabrik di Indonesia akan mengurangi produksi," jelasnya.

    Ia juga mengingatkan penurunan produksi akan memaksa perusahaan mengambil langkah efisiensi ekstrem, mulai dari pengurangan karyawan hingga kemungkinan penutupan pabrik. "PHK akan menjadi pilihan pertama. Kalau tidak cukup, perusahaan bisa tutup. Ini ancaman riil, bukan asumsi," tegas Iqbal.

    Tarif Berdasarkan Rumus, RI Kena Imbas Serius

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebelumnya mengguncang panggung ekonomi global dengan memberlakukan penerapan tarif resiprokal. Melalui unggahan di akun Instagram resminya @potus, Gedung Putih merinci besaran tarif berdasarkan defisit perdagangan bilateral masing-masing negara terhadap AS. China, sebagai eksportir terbesar ke Negeri Paman Sam, dijatuhi tarif sebesar 34 persen. Vietnam dikenai beban lebih besar lagi, yakni 46 persen. Indonesia pun ikut masuk radar, dengan tarif baru sebesar 32 persen—jauh lebih tinggi dari tarif normal yang biasanya di bawah 5 persen.

    Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mengklaim telah menyusun formula khusus untuk menghitung besaran tarif resiprokal. Rumus yang digunakan adalah:

    Δτᵢ = (xᵢ - mᵢ) / (ε * φ * mᵢ)

    Dengan kata lain, perubahan tarif dihitung berdasarkan selisih ekspor dan impor tiap negara terhadap AS, kemudian dibagi oleh dua variabel: elastisitas permintaan impor (ε) dan seberapa besar tarif memengaruhi harga (φ). Negara dengan surplus besar dinilai terlalu banyak mengambil keuntungan dari pasar AS, sehingga dikenai tarif yang lebih tinggi.

    Dalam dokumen ringkasan USTR, nilai elastisitas (ε) ditetapkan 4, sementara tingkat pengaruh harga (φ) sebesar 0,25. Data perdagangan yang digunakan berasal dari tahun 2024. Dengan formula ini, tarif resiprokal yang dikenakan AS berkisar antara 10 persen hingga 99 persen. Jika dihitung berdasarkan bobot volume impor, rata-rata tarif global yang dikenakan berada di angka 41 persen.

    Daftar 10 komoditas ekspor utama Indonesia ke Amerika Serikat tahun 2024 dan proporsi ekspornya terhadap total komoditas. Produk-produk ini paling terancam oleh kebijakan tarif Trump. Sebagian besar berasal dari sektor padat karya. Sumber: Dewan Ekonomi Nasional.
    Dalam dokumen kajian Dewan Ekonomi Nasional atau DEN yang diterima KabarBursa.com, disebutkan bahwa sektor seperti tekstil, alas kaki, karet, minyak sawit, hingga produk elektronik adalah yang paling rentan terhadap kebijakan tarif semacam ini. Produk-produk itu selama ini menyumbang besar pada volume ekspor Indonesia ke AS. Sebagian besar pelaku usahanya adalah industri berskala kecil hingga menengah yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

    Jika bea masuk dinaikkan secara sepihak, barang Indonesia akan kehilangan daya saing harga. Permintaan menurun, produksi pun ikut melambat. Dalam jangka pendek, ancaman paling nyata adalah pemutusan hubungan kerja massal. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menggagalkan target besar pemerintah dalam industrialisasi sektor manufaktur dan transformasi ekonomi berbasis ekspor bernilai tambah.

    Dalam dokumen setebal 21 halaman itu, DEN menyarankan langkah-langkah antisipatif dan strategi negosiasi dengan Amerika Serikat. Pertama, Indonesia harus segera memetakan tarif yang selama ini dikenakan terhadap produk asal Amerika. DEN mencatat bahwa tarif Indonesia terhadap barang dari AS rata-rata masih lebih rendah dibandingkan tarif AS terhadap produk Indonesia. Maka, perlu dilakukan identifikasi terhadap tarif-tarif yang masih bisa diturunkan secara selektif untuk menciptakan kesan resiprokal.

    Kedua, hambatan non-tarif yang dihadapi produk AS juga harus dievaluasi. Dalam hal ini, larangan terbatas atau Lartas impor disebut sebagai salah satu yang bisa dikurangi sebagai bagian dari agenda deregulasi. Narasi penghapusan hambatan ini bisa sekaligus menjadi tawaran goodwill dalam proses negosiasi.

    Ketiga, untuk mengurangi defisit perdagangan AS, Indonesia diminta menyusun daftar produk asal Amerika yang dapat ditingkatkan volumenya secara realistis. Ini menjadi bagian dari pendekatan positif yang dapat meredam tekanan tarif dan menunjukkan kesediaan Indonesia untuk menyeimbangkan hubungan dagang.

    Keempat, DEN juga mengingatkan perlunya pendekatan lintas isu. Misalnya dengan memastikan kebijakan PPN tidak diskriminatif terhadap produk impor AS, serta menyelesaikan berbagai kendala investasi yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang sudah beroperasi di Indonesia.

    Infografik tokoh-tokoh kunci di balik kebijakan ekonomi dan tarif perdagangan era Presiden Donald Trump. Figur-figur seperti Scott Bessent, Howard Lutnick, Peter Navarro, dan Jamieson Greer disebut memiliki pengaruh besar terhadap arah kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang berdampak pada negara mitra seperti Indonesia. Sumber: Dewan Energi Nasional (2025).

    Untuk memperkuat posisi tawar, DEN juga mendorong pengiriman delegasi tingkat tinggi ke Washington DC, dengan misi menjalin komunikasi langsung dengan figur-figur strategis di lingkaran ekonomi Trump seperti Scott Bessent, Howard Lutnick, dan Jamieson Greer. Diplomasi yang dijalankan harus multijalur dan intensif agar Indonesia tidak hanya bersikap reaktif.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.