KABARBURSA.COM - Masuknya investor legendaris Lo Kheng Hong ke saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dinilai memperkuat kepercayaan pasar terhadap emiten pelat merah tersebut. Dalam pandangan analis Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, keberadaan Lo sebagai pemegang saham tidak hanya berfungsi sebagai sentimen positif, tetapi juga menjadi simbol keyakinan jangka panjang terhadap fundamental BBRI.
"Masuknya investor kawakan Lo Kheng Hong memberikan spekulasi pasar positif, ditambah juga dengan adanya kebijakan buyback oleh emiten mencapai Rp3 triliun hingga Maret 2026," ujar Oktavianus saat dihubungi KabarBursa.com, Jumat, 4 April 2025.
Informasi kepemilikan saham Lo Kheng Hong di BBRI pertama kali diketahui KabarBursa.com melalui pernyataan langsung Lo di salah satu grup diskusi privat pelaku pasar pada Senin, 24 Maret 2025. Dalam grup aplikasi pesan singkat itu, investor yang dijuluki Warren Buffet-nya Indonesia ini menyebut dirinya memiliki "sedikit" saham BBRI sebanyak 64.636.000 lembar. Ketika ditanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengoleksi saham sebanyak itu, ia menjawab singkat, “Tidak lama, karena saham BBRI sangat likuid.”
Bila dikalikan dengan harga penutupan saham BBRI pada hari yang sama—yakni Rp3.610 per saham—nilai kepemilikan tersebut mencapai sekitar Rp233,3 miliar. Dengan estimasi dividen per saham tahun buku 2024 sebesar Rp208, total dividen yang bisa ia kantongi dari BBRI mencapai Rp13,47 miliar.
Lo Kheng Hong dikenal luas sebagai investor yang fokus pada saham-saham undervalued dengan fundamental kokoh. Strateginya yang berorientasi jangka panjang dinilai sejalan dengan karakteristik BBRI. Kepemilikan saham Lo di BBRI menjadi katalis yang memperkuat optimisme pasar terhadap emiten ini.
Menurut Oktavianus, posisi BBRI cukup atraktif dibandingkan bank besar lain berkat eksposur kreditnya yang dominan ke sektor UMKM. Portofolio kredit BBRI sebesar 81 persen difokuskan ke sektor ini sehingga menjadikannya lebih sensitif terhadap arah kebijakan suku bunga. "Arah dari bank sentral yang dovish akan menjadi sinyal positif untuk pertumbuhan kinerja kredit BBRI," ujarnya.
Sensitivitas tinggi terhadap penurunan suku bunga, menurutnya, justru menjadi keunggulan kompetitif karena mampu mendorong peningkatan permintaan kredit di segmen UMKM. Dari sisi valuasi, saham BBRI dinilai masih menyimpan potensi. "PBV saat ini berada di 1,94 kali atau berada di bawah rerata 3Y (tiga tahun terakhir)," ungkap Oktavianus.
Kinerja keuangan BBRI pada 2024 menunjukkan pertumbuhan moderat di tengah tekanan eksternal dan kenaikan risiko kredit. Berdasarkan dokumen Public Expose BBRI 2024, total penyaluran kredit tumbuh 7 persen secara tahunan menjadi Rp1.354 triliun, meski belum mencapai target perusahaan yang dipatok di kisaran 10 hingga 12 persen. Dari sisi laba, BBRI tetap mencetak keuntungan bersih sebesar Rp60,6 triliun—hampir setara dengan tahun sebelumnya.
Tekanan terbesar datang dari kenaikan biaya risiko kredit (credit cost) yang mencapai 3,23 persen, naik dari 2,37 persen pada 2023. Meski begitu, terdapat perbaikan pada kuartal IV 2024, di mana credit cost turun ke level 2,76 persen. Rasio kredit bermasalah (NPL Gross) juga membaik menjadi 2,78 persen dari sebelumnya 2,95 persen.
Dari sisi efisiensi dan likuiditas, posisi BBRI tetap kuat dengan rasio dana murah (CASA) sebesar 67,3 persen dan cost to income ratio di level 41,6 persen. Return on Equity (ROE) berada di 19,01 persen sehingga memperkuat daya tarik BBRI sebagai bank dengan profitabilitas tinggi di pasar. "Seiring dengan potensi relaksasi suku bunga tahun ini, ada kemungkinan permintaan kredit meningkat dan tekanan biaya kredit menurun," kata Oktavianus.
Meski begitu, investor tetap harus realistis melihat kondisi fundamental bank pelat merah ini. Dalam riset Stockbit Sekuritas, tercatat laba bersih BBRI pada Januari 2025 merosot 58 persen menjadi Rp2 triliun. Beban provisi yang melonjak ke Rp5,6 triliun dan penurunan NIM ke 6,15 persen menjadi penyebab utamanya.
Stockbit Sekuritas mengutip keterangan dari manajemen BBRI yang menyebut lonjakan provisi ini sebagian besar berasal dari management overlay—langkah antisipatif terhadap potensi risiko kredit mikro, terutama dari segmen Kredit Umum Pedesaan atau Kupedes. Meski beban tersebut diperkirakan menurun pada bulan-bulan mendatang, manajemen tidak menutup kemungkinan adanya tekanan terhadap laba bersih secara konsolidasi di tahun ini.
Secara valuasi, saham ini juga masih terbilang murah. Saat ini, menurut perhitungan Stockbit, valuasi BBRI diperdagangkan pada 1,52 kali forward P/BV—level terendah sejak pandemi COVID-19. Bagi investor jangka panjang seperti Lo Kheng Hong, kondisi ini justru bisa menjadi peluang strategis.
Meski kinerja Januari sempat mengejutkan pasar, prospek jangka menengah BBRI tetap mendapat kepercayaan kuat, terbukti dari konsistensi perusahaan dalam membagikan dividen dan strategi mitigasi risiko yang dijalankan secara progresif.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.