KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia ditutup sedikit melemah pada perdagangan Senin, 27 Oktober 2025. Ini terjadi setelah rencana OPEC untuk kembali meningkatkan produksi menekan harapan terhadap kemajuan kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China serta efek dari sanksi baru AS terhadap Rusia.
Seperti dikutip dari Reuters, minyak Brent turun sekitar 32 sen atau hampir 0,5 persen ke posisi USD65,62 per barel, sementara WTI melemah 19 sen atau 0,3 persen menjadi USD61,31 per barel. Kedua kontrak sempat turun sekitar 1 persen di awal sesi perdagangan.
Menurut empat sumber yang mengetahui pembicaraan internal, delapan negara anggota OPEC+ condong pada keputusan untuk kembali menaikkan produksi secara terbatas pada Desember mendatang, saat mereka bertemu pada Minggu. Langkah ini didorong oleh Arab Saudi yang ingin merebut kembali pangsa pasarnya di pasar global.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu pada Kamis, 30 Oktober 2025, untuk memutuskan kerangka kesepakatan dagang yang dapat menunda tarif baru AS dan menangguhkan pembatasan ekspor mineral tanah jarang dari China, yang sempat memicu ketegangan perdagangan global.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan pada Minggu bahwa kedua negara telah mencapai “kerangka substansial” untuk perjanjian dagang yang berpotensi menghindarkan tarif 100 persen terhadap produk China serta menunda kebijakan kontrol ekspor mineral tanah jarang.
“Harga minyak sedang jeda setelah reli tajam pekan lalu. Pertemuan Trump dan Xi menjadi titik penting untuk menentukan arah pembicaraan dagang selanjutnya,” ujar Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Divisi Perdagangan di BOK Financial.
Kissler menambahkan, sanksi AS terhadap perusahaan minyak utama Rusia yang diumumkan pekan lalu berpotensi menekan ekspor minyak Rusia jika benar-benar diterapkan, dan bisa menjadi faktor pendukung bagi harga minyak.
Namun, menurutnya, pelaku pasar masih berhati-hati karena belum jelas seberapa besar dampak nyata dari sanksi tersebut terhadap pasokan global.
Kekhawatiran Permintaan Masih Jadi Beban Pasar
Selain faktor produksi, kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan global juga terus membayangi pasar minyak. Brent sempat menyentuh level terendah sejak Mei awal bulan ini, meski sanksi baru terhadap Rusia dan meningkatnya permintaan domestik AS membantu menahan penurunan harga lebih lanjut.
“Harapan bagi pihak yang bullish adalah konsumsi minyak di AS terus pulih. Jika tidak, pelemahan yang terjadi hari ini bisa berlanjut lebih dalam,” kata Chris Beauchamp, Kepala Analis Pasar di IG Bank.
Sepanjang tahun ini, OPEC dan sekutunya memang berbalik arah dengan mengakhiri kebijakan pemangkasan produksi sebelumnya untuk kembali memperluas pangsa pasar. Strategi ini membantu menjaga harga minyak agar tidak naik terlalu tinggi.
Menteri Minyak Irak Hayan Abdel-Ghani mengatakan, negaranya sedang bernegosiasi soal kuota produksi dalam kapasitas maksimal 5,5 juta barel per hari. Ia juga memastikan bahwa kebakaran di ladang minyak Zubair pada Minggu tidak memengaruhi ekspor minyak Irak.
Pekan lalu, minyak Brent melonjak 8,9 persen, sementara WTI naik 7,7 persen, terdorong oleh sanksi baru AS dan Uni Eropa terhadap Rusia.
“Tantangan bagi minyak Rusia untuk masuk ke pasar masih berlanjut, tergantung pada bagaimana sanksi itu ditegakkan,” ujar Janiv Shah, analis di Rystad Energy. (*)