Logo
>

Masalah Over Capacity Semen, DPR Desak Solusi Konkret

Ditulis oleh Dian Finka
Masalah Over Capacity Semen, DPR Desak Solusi Konkret

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Anggota Komisi VII DPR RI, Erna Sari Dewi, mendesak Kementerian Perindustrian untuk lebih serius menangani persoalan kelebihan kapasitas produksi (over-capacity) semen yang telah berlangsung sejak 2016. Ia menyoroti masalah ini bukanlah hal baru, melainkan sudah menjadi persoalan yang berlarut-larut selama bertahun-tahun.

    Sebagai gambaran, Erna menjelaskan pada tahun 2023, kapasitas produksi total semen mencapai 118,1 juta ton, sementara permintaan hanya sekitar 64 juta ton. Selisih yang sangat besar ini menunjukkan adanya masalah besar terkait kapasitas produksi yang belum terselesaikan.

    Legislator dari Partai NasDem ini juga meminta pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi permasalahan over-capacity semen yang terus membebani industri dalam negeri.

    "Langkah apa yang akan diambil pemerintah terkait hal ini? Apakah akan melakukan ekspansi ekspor atau mempercepat Proyek Strategis Nasional (PSN)? Masalah ini harus segera diselesaikan," kata Erna dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI bersama Kementerian Perindustrian, Kamis, 23 Januari 2025.

    Erna mengaku khawatir jika masalah kelebihan kapasitas produksi semen ini terus dibiarkan tanpa adanya solusi, hal tersebut berpotensi memunculkan tantangan baru yang dapat merugikan sektor industri sekaligus menghambat laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

    Ia menilai ketidakseimbangan antara kapasitas produksi dan konsumsi semen akan membawa dampak negatif yang serius. Erna menegaskan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, "sektor industri Indonesia akan kesulitan bersaing dan ini akan menghambat pertumbuhan industri kita."

    Semen tak Laku?

    [caption id="attachment_96187" align="alignnone" width="1668"] Pabrik Semen Tiga Roda Indocemen di Cibinong Bogor, Kamis (31/10/2024). Foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

    PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), yang lebih dikenal sebagai Semen Indonesia Group (SIG), saat ini sedang menghadapi tantangan serius akibat oversupply di tengah melemahnya permintaan pasar. Kapasitas produksi perusahaan tahun ini telah mencapai 122 juta ton semen, sementara permintaan hanya sekitar 65 juta ton. Direktur Utama SIG, Donny Arsal, mengatakan kondisi ini membuat SIG berada dalam situasi kelebihan pasokan hingga 100 persen.

    Donny menjelaskan, situasi ini diprediksi akan makin memburuk karena adanya proyek pembangunan pabrik baru yang terus menambah kapasitas produksi tanpa diimbangi kenaikan permintaan. Ia pun menyoroti penurunan permintaan mulai terasa sejak pandemi Covid-19 melanda.

    Selain itu, segmen ritel yang menyumbang sekitar 70 persen dari total permintaan semen hingga September 2024, mengalami penurunan sebesar 5 persen. Penurunan di segmen ini memperketat persaingan pasar, membuat harga jual cenderung turun dan berdampak pada performa SIG, baik dari sisi volume penjualan maupun harga jual rata-rata.

    Kondisi ini berimbas pada laba perusahaan yang terjun hingga 44 persen pada kuartal III-2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menurut Donny, kontribusi proyek pembangunan terhadap permintaan semen hanya berkisar 20 hingga 30 persen. Meski proyek pembangunan tetap berperan penting, penurunan partisipasi SIG dalam proyek-proyek besar turut memengaruhi kinerja perusahaan.

    Laba Anjlok ke Rekor Terendah Sejak 2015

    [caption id="attachment_96185" align="alignnone" width="1831"] Pabrik Semen Tiga Roda Indocemen di Cibinong Bogor, Kamis (31/10/2024). Foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

    SMGR mencatatkan laba bersih hanya Rp30 miliar pada kuartal II 2024, angka terendah sejak 2015. Sebagai pemimpin pasar semen di Indonesia, capaian ini jauh di bawah rata-rata laba kuartal kedua yang biasanya mencapai Rp300 miliar.

    Penurunan laba bersih ini terjadi akibat turunnya pendapatan sebesar 0,75 persen menjadi Rp8,03 triliun, sementara beban pokok pendapatan naik 4,21 persen menjadi Rp6,38 triliun. Kondisi ini membuat laba kotor SMGR merosot hingga 16,17 persen menjadi Rp1,65 triliun.

    Peningkatan beban pokok disebabkan kenaikan pemakaian bahan baku sebesar 5 persen menjadi Rp379 miliar dan biaya tenaga kerja yang naik 3,16 persen menjadi Rp555,08 miliar. Meski biaya bahan bakar dan energi turun tipis 0,67 persen menjadi Rp2,21 triliun, hal itu tidak mampu mengimbangi penurunan pendapatan.

    Beban penjualan justru melonjak 11,76 persen menjadi Rp596 miliar, sementara tren penjualan menurun, menunjukkan pengeluaran ini kurang efektif. Pos ongkos angkut, tenaga kerja terkait penjualan, dan promosi masing-masing naik 3,28 persen, 25,22 persen, dan 44,27 persen.

    Beban umum dan administrasi juga meningkat 7,75 persen menjadi Rp717 miliar, dipicu kenaikan gaji, upah, serta bonus direksi dan komisaris yang naik 15,17 persen menjadi Rp377 miliar. Dengan tekanan biaya di berbagai lini, kinerja keuangan SMGR pun makin tertekan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.