KABARBURSA.COM - Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah resmi menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Sektor konsumen non cyclical bisa menjadi tantangan serius bagi kabinet baru di bawah kepemimpinan mereka. Begitu disampaikan pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono, dalam pandangannya.
Wahyu mengatakan, sektor konsumen non cyclical saat ini memang tengah menghadapi sejumlah dinamika, imbas dari turunnya kelas menengah (downgrade) hingga daya beli masyarakat yang terus tergerus. Belum lagi rencana kenaikan Pajak Penambahan Nilai atau PPN pada tahun depan yang dirasa bisa semakin memberatkan sektor konsumen.
"Terlepas dari kebijakan Kabinet Merah Putih, sektor konsumsi menjadi tantangan untuk kabinet ke depan," kata Wahyu kepada Kabarbursa.com, Selasa, 22 Oktober 2024.
Menurut dia, salah satu cara untuk mendongkrak kinerja sektor konsumen ialah dengan cara memberikan dukungan, baik insentif secara fiskal maupun moneter kepada masyarakat.
"Dalam konteks seperti ini, kita harus mendongkrak konsumsi dengan adanya bantuan stimulasi intensif dari segi fiskal dan moneter," ungkap dia.
Meski dihadapi banyak rintangan, Wahyu memprediksi sektor ini masih mempunyai kekuatan hingga satu tahun mendatang, terutama untuk saham yang bergerak di sektor non cyclical.
"Saya melihat, konsumsi masyarakat masih kuat setidaknya untuk satu atau dua tahun ke depan. Karena itu, menjadi PR (Pekerjaan Rumh) utama yang menjadi cerminan dalam 100 hari ke depan," ujarnya.
Di sisi lain, mengutip Stockbit, Selasa, 22 Oktober 2024, sektor non cyclical hingga saat ini masih berada di zona hijau dengan performa +0,52 persen pada penutupan perdagangan, Selasa, 22 Oktober 2024.
Sejumlah saham terpantau mengalami penguatan pada hari ini seperti INDF (+25 poin), ICBC (+25 poin), AALI (+175 poin), hingga AMRT (+70 poin).
Ekonomi Terus Melambat
Diberitakan sebelumnya, Ekonom Ryan Kiryanto mengungkapkan bahwa pada semester II 2024 mulai terjadi pelambatan ekonomi. Menurutnya, gejala pelambatan ekonomi dapat terlihat dari deflasi yang sudah di luar batas kewajaran.
“Empat bulan berturut-turut terjadi deflasi, itu tidak normal. Kemudian dua bulan berturut-turut index purchasing manager kita berada di threshold 50, bulan Juli 49,3 dan bulan Agustus 48,” kata Ryan di sela-sela media briefing bertema Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas, Kamis, 12 September 2024.
Ketika berada di bawah ambang batas ekspansi, lanjut Ryan, menunjukkan kondisi industri manufaktur atau sektor riil terjadi pelambatan usaha.
Akademisi dari Universita Gadjah Mada itu menegaskan deflasi yang terjadi secara beruntun juga menunjukkan sinyal kuat kegiatan konsumsi masyarakat cenderung melemah.
Ia menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kelas menengah adalah kelompok ekonomi yang membelanjakan 3 dolar per hari. Menurutnya, kelas menengah saat ini telah down grade dan masuk ke dalam kelas baru, yakni pra kelas menengah.
Pelemahan konsumsi masyarakat, lanjut dia, berdampak kepada usaha resto. Menurutnya usaha resto formal mulai berkurang karena kelas menengah muda menurunkan kualitas makannya.
“Bisa lihat sekarang resto sudah berkurang, resto yang formal. Kelas menengah muda itu mereka tetap makan ayam krispi versi gerobak. Karena apa? Ketika harga tidak kunjung turun, mereka menurunkan kualitas konsumsinya. Mereka tetap minum starbucks, tapi starling,” jelasnya.
Ryan menyebut masih ada harapan untuk mengembalikan kondisi kelas menengah. Ia mengungkapkan bahwa The Fad akan menurunkan suku bunga sebesar 25-50 basis poin pada tanggal 20-21 September 2024.
“Alasan the FAD menurunkan suku bunga cukup agresif dan ekstrem karena angka pengangguran di Amerika sudah menyentuh angka 4,3 persen yang mana itu terlalu tinggi untuk ekonomi Amerika. Maka salah satu tools yang bisa dilakukan adalah the FAD bisa menurunkan suku bunga mungkin sebaiknya 50 basis poin,” jelasnya.
Tujuan penurunan suku bung aini adalah agar pelaku usaha di Amerika melakukan ekspansi sehingga menyerap banyak lapangan kerja dan membuat angka pengangguran kembali di angka 3 koma. Kemudian stimulus berikutnya adalah tingkat inflasi di Amerika telah mendekati level target.
“Memang masih di atas 2 persen, tapi sudah di bawah 3 persen. Menurut Jerome Powell, ini adalah waktu terbaik menyesuaikan suku bunga acuan. Banker di Amerika mengungkapkan bahwa ini waktu terbaik untuk The Fad melonggarkan kebijakan moneternya. Atau dengan kata lain fad fund rate bisa di 25 basis poin atau 50 basis poin. Tapi keinginan mayoritas adalah 50 basis poin,” katanya.
Menurutnya pemangkasan suku bunga tersebut berkaitan erat dengan kemungkikan Rapat Dewan Gubernur BI yang akan mempertahankan suku bunga tetap 6,25 atau 6 persen. Di sisi lain, beberapa pertimbangan yang mendukung adalah angka pengangguran, PHK bertambah dan angka PMI berada di ambang batas 50 atau sudah masuk zona kontaksi dan deflasi terus terjadi berturut-turut.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.