KABARBURSA.COM – Aula lantai tiga Kelurahan Makasar mendadak ramai Sabtu, 31 Mei 2025, lalu. Bukan karena pengajian atau rapat RT, melainkan kelurahan ini resmi mencatatkan diri sebagai bagian dari Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih—program nasional yang yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto untuk seluruh desa dan kelurahan di Indonesia.
Inisiatif ini dikoordinasikan oleh Muhammad Hidayah, Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Makasar. Menurutnya, koperasi yang dibentuk bukan sekadar mengikuti arahan pusat, tapi dirancang sebagai solusi konkret untuk memenuhi kebutuhan dasar warga secara adil dan terbuka.
“Ini bukan koperasi seremonial. Ini mesin ekonomi warga. Sudah ada struktur pengurus, pengawas, rencana usaha, dan partisipasi aktif dari masyarakat. Kita ingin koperasi ini benar-benar hidup dan memberi manfaat nyata,” ujar Hidayah saat ditemui KabarBursa.com di Kantor Kelurahan Makasar, Senin 2 Juni 2025.

Program Kopdes Merah Putih merupakan bagian dari agenda pemerintahan Prabowo Subianto yang menargetkan pembentukan 80 ribu koperasi berbasis desa dan kelurahan hingga Juli 2025. Hingga akhir Mei, lebih dari 71 ribu koperasi telah terbentuk, sebagian besar di wilayah non-perkotaan.
Keikutsertaan Kelurahan Makasar menjadi menarik. Sebagai bagian dari Jakarta Timur yang padat dan urban, kelurahan ini menjadi salah satu representasi awal bagaimana model koperasi desa diterapkan di tengah struktur masyarakat kota.
Koperasi yang dibentuk di Kelurahan Makasar telah dilengkapi struktur organisasi secara menyeluruh, mulai dari ketua hingga pengurus bidang usaha dan keanggotaan. Lewat musyawarah yang digelar, disepakati pula tiga lini usaha utama yang akan dijalankan sesuai klasifikasi baku lapangan usaha nasional (KBLI), yakni gerai sembako, gudang logistik, dan distribusi kebutuhan pokok.
Ketiganya dipilih karena dinilai paling relevan dengan kebutuhan sehari-hari warga, khususnya untuk memperkuat akses pangan dan jalur distribusi barang bersubsidi.
Dari sisi keanggotaan, koperasi menetapkan skema simpanan yang ringan: Rp50.000 sebagai simpanan pokok dan iuran wajib bulanan sebesar Rp10.000. Seluruh transaksi dapat dilakukan secara tunai di sekretariat koperasi yang berlokasi di Jalan Ujaya Kusuma, wilayah administratif Kelurahan Makasar.
“Sistem ini kita buat agar tidak memberatkan. Semua lapisan masyarakat bisa ikut, dari tukang, ibu rumah tangga, sampai pedagang kecil,” kata Hidayah.
Koperasi ini juga diproyeksikan sebagai saluran resmi distribusi barang subsidi dari pemerintah. Nama-nama penerima manfaat akan merujuk pada data warga tidak mampu yang telah diverifikasi RT/RW dan kelurahan.
“Kita utamakan warga yang benar-benar membutuhkan. Tapi kalau stok cukup, warga lain tetap bisa membeli,” kata Hidayah.
Meski menjadi bagian dari agenda nasional, pembiayaan program Koperasi Merah Putih tidak sepenuhnya ditanggung oleh negara. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan dana usaha koperasi sebesar Rp3 miliar bersumber dari plafon pinjaman perbankan, bukan dari APBN.
“Dana bisnis ini bukan dari APBN. Ini bisnis plafon pinjaman yang akan dibayar selama enam tahun,” kata Zulhas dalam konferensi pers, Jumat dua pekan lalu.
Plafon pinjaman tersebut dapat diajukan koperasi yang telah terbentuk kepada bank-bank anggota Himbara, dan digunakan secara fleksibel sesuai jenis usaha koperasi: dari sembako, pupuk, gas LPG, hingga logistik pangan.
Sementara itu, biaya administratif pembentukan koperasi seperti jasa notaris ditanggung melalui APBD masing-masing daerah. Di DKI Jakarta, alokasi APBD 2025 yang mencapai Rp91,34 triliun turut menyediakan ruang untuk mendukung legalitas awal pembentukan koperasi seperti di Kelurahan Makasar ini.
Bukan Beban Negara, Tapi Investasi Sosial
Wakil Menteri Koperasi, Ferry Joko Juliantono, sebelumnya menegaskan program Kopdes Merah Putih tidak akan menjadi beban bagi APBN. Ia menyebut koperasi justru dirancang untuk memperkuat basis ekonomi desa dan menekan ketergantungan masyarakat terhadap rentenir maupun layanan pinjaman online ilegal yang selama ini merugikan.
“Koperasi ini tidak membebani APBN. Uangnya muter, malah menghidupkan ekonomi masyarakat,” ujar Ferry saat memberikan keterangan kepada media di Jakarta, Rabu, 23 April 2025, lalu.
Ferry menyebut bahwa biaya operasional per koperasi ditaksir mencapai Rp5 miliar. Skema pendanaan dirancang tidak bergantung pada satu sumber, melainkan dikombinasikan dari APBN, APBD, dana desa, serta dukungan sektor perbankan. Menurutnya, kebijakan ini bukan sekadar skema anggaran, tetapi bentuk konkret investasi negara dalam pemerataan ekonomi.
“Ini bukan beban, melainkan investasi untuk redistribusi aset dan pemerataan ekonomi,” kata Ferry.
Kopdes Merah Putih akan memiliki enam lini usaha utama, yaitu layanan manajerial kantor, unit simpan pinjam, toko kebutuhan pokok, distribusi pupuk dan sarana pertanian, apotek desa, serta layanan klinik kesehatan. Selain itu, koperasi juga akan berperan sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan program makan bergizi gratis dan membuka akses pasar bagi produk-produk lokal desa.
Ferry mencontohkan keberhasilan Koperasi Peternakan Ayam Petelur di Blitar yang kini dapat menyalurkan produknya langsung ke Satuan Pelayanan Penyelenggara Gizi. Skema seperti ini, menurutnya, bisa menjadi solusi atas masalah klasik sulitnya penyerapan hasil produksi petani dan peternak di desa.
“Selama ini, peternakan desa sering kesulitan penyerapan. Dengan captive market seperti ini, hasil produksi langsung terserap,” kata Ferry.(*)