Logo
>

Mengukur Keberpihakan UU yang Ditelurkan DPR dalam Mendorong Ekonomi Negara

Ditulis oleh KabarBursa.com
Mengukur Keberpihakan UU yang Ditelurkan DPR dalam Mendorong Ekonomi Negara

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - DPR RI periode 2019-2024 menutup masa sidang terakhir melalui Rapat Paripurna yang digelar di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin, 30 September 2024. 

    Sepanjang masa bakti lima tahun, DPR RI periode 2019-2024 sendiri telah menyelesaikan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terdiri dari 48 RUU dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas), 177 RUU kumulatif terbuka, dan 5 RUU yang tidak dilanjutkan pembahasannya. Di sisi lain, dia juga mengaku telah melaksanakan fungsi legislatif sebagaimana yang diamanatkan.

    Adapun dalam perjalanannya, DPR RI turut mengesahkan beberapa UU yang berkaitan dengan perekonomian negara. Pada agenda Rapat Paripurna pada 15 Desember 202, DPR dan Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang (UU) tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).

    Dalam menjalankan fungsinya, DPR RI juga mengesahkan dasar hukum RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) menjadi UU. Adapun UU tersebut menjadi dasar hukum pemerintah dalam memperbaiki UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) atau UU Omnibus Law kemudian berperkara dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

    DPR RI mengesahkan UU Ciptaker berdasarkan dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu). Keputusan tersebut diambil sesuai hasil Rapat Paripurna DPR RI pada 21 Maret 2024.

    Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, mengatakan UU tersebut disahkan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dia pun menyebut beberapa UU diantaranya Omnibus Law dan Ciptaker.

    “Upaya kita untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan. Misalnya dalam kita mewujudkan UU Omnibus Law, UU Ciptaker, maupun UU lainnya itu maksimal bisa kita implementasikan ke pemerintahan,” kata Gobel kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 September 2024.

    Dalam menjalankan tugas-tugas legislasi, Gobel menuturkan, waktu kerja DPR RI tergolong pendek. Pasalnya, masa kerja DPR RI terhambat dengan masa-masa pembatasan saat Pandemi Covid-19.

    Ke depan, Gobel berharap DPR RI periode 2024-2029 dapat meneruskan kinerja baik dan menjadi mitra kerja pemerintah yang efektif. Apalagi, kata dia, Presiden terpilih, Prabowo Subianto, telah menerapkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

    “Apa lagi kita mempunyai keyakinan bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen. Saya yakin itu bisa asalkan kita bisa bekerja sama seperti apa yang kita lakukan selama ini,” katanya.

    Produk Legislasi DPR Dinilai Maksimal

    Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menilai kinerja lembaga legislatif dalam menelurkan UU di sektor ekonomi tergolong sudah maksimal. Produk UU yang dilahirkan Komisi XI juga dinilai berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Dari sisi legislation atau pembentukan undang-undang DPR, khususnya Komisi XI, sudah cukup maksimal melaksanakan tugasnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Piter saat dihubungi KabarBursa.com, Senin, 30 September 2024.

    Dia juga mengamini beberapa UU yang dilahirkan DPR sebagai upaya mendorong perekonomian negara. Adapun diantaranya UU Ciptaker dan UU P2SK. “Berbagai undang-undang sudah disusun mulai dari UU Ciptaker hingga UU P2SK,” ungkapnya.

    Adapun jika pertumbuhan ekonomi tak kunjung tumbuh, kata Piter, hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Dia menyebut minimnya implementasi regulasi menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. 

    “Kalau kemudian pertumbuhan kita tidak juga lompat, tetap tertahan atau bahkan terpuruk dibawah 5 persen lebih dikarenakan pemerintah sebagai eksekutif, tidak punya kebijakan dan program terobosan,” jelasnya.

    Di samping itu, Piter menilai pengelolaan ekonomi yang monoton tanpa adanya inovasi juga menghambatan pertumbuhan ekonomi. Dia juga menilai, inefisiensi yang berkelanjutan menjadi penyakit ekonomi di Indonesia.

    “Penyakit ekonomi utamanya yang menyebabkan inefisiensi dibiarkan tidak dicarikan solusi,” ungkapnya.

    Lebih jauh, Piter juga berharap pemerintahan di era presiden terpilih, Prabowo Subianto, melakukan perubahan dalam kebijakan dan program. Tanpa pengelolaan ekonomi yang baru, dia menilai pertumbuhan ekonomi hanya sebatas angan-angan.

    “Kedepan, pemerintahan prabowo harus melakukan perubahan, harus Ada kebijakan dan program terobosan. Kalau tidak, pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak mungkin bisa dicapai,” jelasnya.

    Disparitas Ekonomi

    Center of Economic and Law Studies (Celios) sebelumnya menyarankan agar Indonesia menerapkan pajak kekayaan sebagai langkah untuk mendanai berbagai program sosial seperti penyediaan makan siang gratis dan beasiswa bagi kalangan yang membutuhkan.

    Dalam laporan bertajuk Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024: Pesawat Jet untuk Si Kaya, Sepeda untuk Si Miskin, Celios memaparkan data dari 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes, yang menyoroti adanya ketimpangan besar antara kaum kaya dan masyarakat kurang mampu.

    Celios mencatat harta 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 50 juta warga lainnya. Oleh karena itu, penerapan pajak kekayaan diusulkan untuk mengurangi ketimpangan ini agar tidak semakin parah.

    Menurut studi Celios, pajak kekayaan bisa memberikan sumbangan besar bagi pembiayaan program pembangunan. Pajak dari 50 orang terkaya saja diperkirakan bisa menghasilkan Rp81,6 triliun per tahun. Dana tersebut cukup untuk membiayai berbagai program pengentasan kemiskinan, seperti memberi makan siang gratis kepada 15 juta masyarakat sepanjang tahun dengan asumsi harga Rp15.000 per paket makan.

    Selain itu, dana dari pajak kekayaan ini bisa digunakan untuk membangun 339 ribu rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, membiayai lebih dari 558 juta paket bantuan beras dengan asumsi 10 liter per paket, serta membangun lebih dari 4 juta rumah susun bagi masyarakat miskin.

    Pajak kekayaan sebesar 2 persen dari harta 50 orang terkaya juga berpotensi membiayai kuliah 18,5 juta mahasiswa per tahun, membangun 877 pusat pelayanan kesehatan jiwa, serta masih banyak lagi program lainnya yang bisa didanai.

    Director of Fiscal Justice Celios, Media Wahyudi Askar, mengatakan meskipun ekonomi Indonesia telah tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir, ketimpangan ekonomi semakin melebar. Ia menekankan pentingnya memastikan manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

    “Fokus yang berlebihan pada angka-angka makroekonomi seringkali melupakan makna pembangunan yang sebenarnya, yaitu agar pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat,” ujar Media Wahyudi dalam laporan Celios yang dirilis pada Kamis, 26 September 2024.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi