KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan ekonomi Indonesia tetap tumbuh stabil di level 5 persen pada kuartal IV-2024.
“Untuk kuartal IV kita masih menunggu dari data BPS, kami masih perkirakan (pertumbuhan ekonomi) tetap terjaga di sekitar 5 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KITa 2024, Senin, 6 Januari 2025.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV, kata Sri Mulyani, bakal lebih baik jika dibandingkan dengan kuartal-III 2024 yang berada di angka 4,95 persen. Menurutnya, capaian pada kuartal IV sebagai sesuatu yang positif di tengah peningkatan ketidakpastian global.
Adapun faktor eksternal yang dinilai cukup berpengaruh adalah terpilihnya Donald Trump dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat (AS). Selain itu, pelemahan ekonomi China dan krisis yang melanda sejumlah negara di Eropa, seperti Inggris dan Prancis juga dianggap berkontribusi terhadap tekanan perekonomian global.
Penyebab Pertumbuhan Kuartal IV
Sri Mulyani mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV terdorong oleh peningkatan belanja pemerintah seiring dengan pelaksanaan Pilkada serentak.
“Berbagai anggaran pemerintah dilaksanakan di APBN termasuk di kuartal IV adalah transisi dari pemerintahan hasil Pemilu,” jelasnya.
Selain pemilu, faktor lain berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal IV adalah perbaikan hasil Purchasing Managers' Index (PMI) hingga mencapai level 51,2. Berdasarkan indikator tersebut, Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2024 akan bertahan di angka 5 persen.
Pada kuartal yang sama, sejumlah indikator kesejahteraan masyarakat juga menunjukkan tren positif. “Pasar tenaga kerja Indonesia juga membaik, kami melihat jumlah penciptaan tenaga kerja di lapangan usaha juga membaik,” tambah Sri Mulyani.
Sepanjang 2024, jumlah tenaga kerja di berbagai sektor mencapai 40,8 juta orang, meningkat dibandingkan 39,5 juta orang pada 2023. Sementara itu, sektor pertanian turut mencatatkan perbaikan, meskipun sempat tertekan oleh dampak El Niño. Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat naik dari 118,27 menjadi 122,78.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dari sisi rasio Gini dan tingkat pengangguran, Indonesia mencatat kabar baik. Selain itu, berbagai perbaikan dan mitigasi risiko oleh APBN telah ditetapkan meski tekanan bertubi-tubi, tingkat kemiskinan turun, baik kemiskinan headline maupun ekstrem.
“Rasio Gini membaik dari 2023, dari 0,388 menjadi 0,379 dan tingkat pengangguran juga turun dari 5,32 persen ke 4,91 persen,” ujarnya.
Defisit APBN 2024
Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengungkapkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tercatat mencapai Rp507,8 triliun, atau setara 2,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurutnya, defisit tersebut lebih tinggi dibanding tahun 2023 yang hanya sebesar Rp347,6 triliun atau 1,65 persen terhadap PDB.
“Betapa kita melihat tadi, 2,29 persen desain awal, memburuk ke 2,7 persen, dan kita mengembalikan lagi pada kondisi yang baik, yaitu APBN 2024 dijaga defisitnya di 2,29 persen,” ujarnya.
Menurutnya, defisit APBN 2024 memang dirancang berada di level 2,29 persen dari PDB. Hal ini menunjukkan pemerintah telah memperkirakan defisit akan lebih besar dibanding tahun sebelumnya.
Sempat ada kekhawatiran defisit akan melebar hingga 2,7 persen karena tekanan makro ekonomi sepanjang semester I 2024 cukup berat.
Sejumlah faktor eksternal disebut-sebut menjadi pemicu, mulai dari kenaikan harga pangan akibat El Niño, lonjakan harga minyak, hingga perlambatan ekonomi China yang berdampak langsung pada prospek ekonomi Indonesia dan APBN.
Sri Mulyani juga menyoroti fluktuasi harga komoditas yang memengaruhi pendapatan negara. “Harga minyak sempat melonjak karena krisis di Timur Tengah, sementara harga batu bara yang biasanya menyumbang penerimaan signifikan bagi APBN masih rendah dan belum menunjukkan kenaikan,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa situasi geopolitik global sepanjang semester I turut memperburuk ketidakpastian ekonomi, terutama karena perlambatan ekonomi China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
“El Niño menyebabkan pergerakan harga pangan, geopolitik menimbulkan uncertainty (ketidakpastian) ekonomi, dan perekonomian Tiongkok mengalami pelemahan,” kata Sri Mulyani.
Namun, tekanan tersebut mulai mereda seiring dengan naiknya harga komoditas seperti batu bara dan CPO, serta adanya stimulus fiskal dan moneter dari China. Hal ini mendorong perbaikan ekonomi sehingga defisit APBN bisa kembali sesuai target awal.
“Stimulus dari perekonomian di Tiongkok juga diumumkan yang menimbulkan harapan ekonomi Tiongkok akan mengalami paling tidak pemulihan atau peredaan terhadap kondisi yang terus menurun,” ungkap dia.
Hal itu bisa dilihat dari asumsi makro menunjukkan inflasi 2024 berada di level 1,57 persen (year on year/yoy), jauh lebih rendah dari asumsi awal. Sementara nilai tukar rupiah rata-rata tercatat di Rp15.847 per dolar AS. (*)