KABARBURSA.COM - Pemerintah memberi sinyal kuat adanya kemungkinan revisi terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 senilai USD236 miliar. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa, pada Rabu malam, 10 September 2025, hanya beberapa hari setelah Presiden Prabowo Subianto mencopot Sri Mulyani Indrawati dari jabatannya.
RAPBN yang diajukan ke DPR pada Agustus lalu merupakan hasil rancangan Sri Mulyani, dengan proyeksi defisit 2,48 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan target peningkatan penerimaan negara sebesar 10 persen.
Rancangan tersebut sudah disampaikan Presiden Prabowo ke parlemen, dan biasanya DPR membutuhkan waktu hingga awal Oktober untuk memberi persetujuan. Namun, dengan masuknya Purbaya ke kursi Menteri Keuangan, peluang perubahan kini terbuka lebar.
Menurut keterangan resmi dari Istana, Purbaya menegaskan bahwa karena RAPBN 2026 belum disahkan DPR, angka-angka yang ada masih bersifat sementara. Ia memberi sinyal bahwa revisi bisa dilakukan agar sejalan dengan prioritas pembangunan Presiden Prabowo.
Kepala Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, turut menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Presiden, termasuk kemungkinan penyesuaian target anggaran. Dukungan politik ini membuat manuver perubahan RAPBN menjadi lebih realistis untuk diwujudkan.
Disiplin Fiskal Tetap Dijaga
Pencopotan Sri Mulyani sebelumnya sempat menimbulkan guncangan di pasar keuangan. Investor khawatir disiplin fiskal yang selama ini dijaga ketat bisa melemah, terutama karena Sri Mulyani dikenal sebagai figur yang konsisten menjaga defisit tetap terkendali.
Namun, Purbaya berusaha meredam keresahan itu dengan menegaskan komitmennya untuk tetap mematuhi aturan fiskal yang berlaku, termasuk menjaga defisit di bawah batas maksimal 3 persen dari PDB. Pernyataan ini menjadi krusial karena stabilitas pasar sangat bergantung pada kredibilitas kebijakan fiskal.
Jika dibandingkan dengan RAPBN sebelumnya, rancangan 2026 masih menekankan keberlanjutan pembangunan dengan fokus pada pertumbuhan penerimaan negara yang ambisius. Proyeksi kenaikan penerimaan 10 persen menandakan optimisme pemerintah terhadap potensi pajak dan nonpajak.
Namun, di tengah transisi politik dan prioritas pembangunan yang bisa bergeser, RAPBN ini kemungkinan akan disesuaikan. Revisi dapat meliputi alokasi anggaran untuk program-program prioritas Presiden, khususnya di bidang infrastruktur, ketahanan pangan, pertahanan, serta subsidi strategis untuk menjaga daya beli masyarakat.
Dengan ruang revisi yang terbuka dan dinamika politik yang mendukung, RAPBN 2026 berpotensi mencerminkan arah baru kebijakan fiskal era Prabowo–Purbaya.
Pertanyaannya kini bukan lagi apakah akan ada revisi, melainkan seberapa besar penyesuaian dilakukan. Dan, sejauh mana perubahan itu dapat tetap menjaga keseimbangan antara ekspansi pembangunan dengan disiplin fiskal.(*)