Logo
>

Menko Airlangga Desak Eropa: Jangan Diskriminasi Produk Perikanan RI

Eropa sudah sepakat bahwa khusus untuk ekspor perikanan, Indonedia akan diberikan level playing field dengan negara-negara sekitar.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Menko Airlangga Desak Eropa: Jangan Diskriminasi Produk Perikanan RI
Ilustrasi pasar ikan Indonesia. (Foto: Adobe Stock)

KABARBURSA.COM - Pada babak akhir perundingan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menekankan bahwa Indonesia adalah negara kelautan, dan produk perikanan menjadi potensi penting. 

Karena itu Airlangga meminta agar fasilitas ekspor perikanan Indonesia tidak dibedakan dengan negara ASEAN lain.

"Jangan bedakan produk perikanan Indonesia dengan negara tetangga seperti Thailand dan Filipina," katanya setelah pertemuan bilateral dengan EU Commissioner for Trade and Economic Security, Maros Sefcovic, Sabtu, 7 Juni 2025.

Di tengah ketatnya persaingan ekspor di kawasan ASEAN, Airlangga merasa kerap berada di posisi kurang menguntungkan, terutama dalam hal fasilitas dagang yang diberikan oleh Uni Eropa.

Namun, menurut Airlangga, Uni Eropa telah memberi sinyal positif. Eropa sudah sepakat bahwa khusus untuk ekspor perikanan, Indonedia akan diberikan level playing field dengan negara-negara sekitar. Artinya, tak ada lagi perbedaan perlakuan antara produk perikanan Indonesia dan kompetitornya di ASEAN.

"Eropa sudah sepakat bahwa khusus untuk produksi perikanan ataupun ekspor perikanan kita akan diberikan level playing field dengan negara-negara sekitar kita," ungkap dia.

Isu lain yang juga menjadi perhatian adalah regulasi deforestasi Uni Eropa yang berpotensi menghambat ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia seperti sawit, kayu, dan hasil hutan lainnya. Namun dalam pertemuan itu, Airlangga menyebut ada komitmen khusus dari Komisioner Maros.

"Komisioner Maros menjanjikan akan memberikan perlakuan khusus kepada Indonesia terkait kebijakan deforestasi. Ini sangat berpengaruh terhadap ekspor andalan Indonesia, terutama produk-produk hasil hutan," katanya.

Untuk diketahui, hasil dari pertemuan tersebut mendorong 80 persen barang ekspor Indonesia ke Uni Eropa dapat menikmati tarif bea masuk sebesar 0 persen. Di antaranya sektor perikanan dan kehutanan.

Lebih rincinya, sektor-sektor yang disepakati menjadi prioritas dalam kerja sama ini antara lain; Energi terbarukan, Ekosistem kendaraan listrik, Produk padat karya seperti alas kaki dan pakaian, Produk unggulan seperti minyak sawit dan perikanan.

Di sisi lain, Uni Eropa menyoroti beberapa isu strategis seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), sektor otomotif, serta investasi di sektor mineral kritis.

“Komisioner Maros tentu memberikan beberapa catatan yang sudah dijadikan kesepakatan bersama dan secara prinsip kesepakatan ini sudah menjadi hal yang kedua belah pihak telah menyetujui,” jelas Airlangga.

Potret Ekspor Ikan RI ke Uni Eropa

Ekspor produk perikanan Indonesia ke Uni Eropa memperlihatkan dinamika yang tak sepenuhnya menggembirakan. Di tengah laju ekspor tuna yang cukup solid, sejumlah komoditas unggulan lainnya justru mencatatkan penurunan tajam. 

Data terbaru menunjukkan bahwa peluang pasar masih terbuka, namun tantangannya tidak bisa disepelekan.

Sepanjang 2023, nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke kawasan Uni Eropa tercatat sebesar USD335 juta, turun 11,2 persen dibanding tahun sebelumnya. Volume ekspor juga menurun 5,6 persen menjadi 55.880 ton. 

Di saat sebagian besar komoditas melemah, ekspor tuna justru mencuri perhatian. Hingga Mei 2024, volume ekspor tuna melonjak 17,4 persen, sementara nilainya naik 4,3 persen menjadi USD374,69 juta. Negara seperti Italia dan Spanyol masih menjadi tujuan utama, terutama untuk jenis yellowfin tuna.

Komoditas lain tak seberuntung tuna. Ekspor cumi, sotong, dan gurita anjlok 31,1 persen, udang turun 24 persen, dan rumput laut bahkan longsor hingga 47,1 persen. 

Penurunan tajam ini menunjukkan bahwa banyak pelaku industri belum mampu beradaptasi dengan standar tinggi yang ditetapkan Uni Eropa.

Lima komoditas utama yang diekspor ke Uni Eropa saat ini terdiri dari tuna, cumi, udang, rumput laut, dan paha kodok. Masing-masing memiliki porsi yang cukup besar dalam total ekspor perikanan, namun performa di lapangan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan memenuhi persyaratan ketat.

Regulasi Ketat Jadi Penghalang

Uni Eropa dikenal memiliki standar ketat dalam hal keamanan pangan dan keberlanjutan. Selain menerapkan prinsip traceability (ketelusuran produk), otoritas di sana juga mengharuskan eksportir mematuhi program pengendalian residu dan resistansi antimikroba (AMR). 

Sertifikasi HACCP dan National Residue Monitoring Plan (NRMP) menjadi syarat mutlak.

Sejak 2017, jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) Indonesia yang terdaftar untuk ekspor ke Uni Eropa stagnan di angka 176 unit. Ini menandakan masih banyak pelaku industri yang belum mampu memenuhi standar tersebut. 

Padahal, meski tingkat penolakan produk oleh Uni Eropa tergolong rendah, di bawah 1 persen, masalah traceability tetap jadi batu sandungan.

Dengan populasi lebih dari 447 juta jiwa, Uni Eropa adalah pasar yang sangat potensial untuk produk laut. Permintaan terhadap tuna dan udang tetap tinggi, terutama di negara-negara dengan industri kuliner dan makanan olahan yang mapan. 

Sayangnya, peluang ini belum bisa dimanfaatkan maksimal oleh Indonesia karena hambatan regulasi dan keterbatasan daya saing pelaku usaha dalam negeri.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.