“Ini sedang kita kaji dalam kebijakan KUR. Tadinya kan kita buat kelas menengah, tetapi kelihatannya kelas menengah ke bawah,” kata Airlangga usai konferensi pers One Map Policy Summit di Jakarta, Kamis.
Airlangga menyatakan bahwa sektor perbankan saat ini masih mampu bertahan jika kebijakan restrukturisasi kredit dicabut. Dia juga menyebutkan bahwa sektor asuransi menjadi salah satu indikator risiko kredit. Jika ada kenaikan asuransi kredit, itu menunjukkan peningkatan risiko kredit.
Namun, keputusan akhir mengenai perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 masih belum diputuskan dan memerlukan kajian lebih lanjut. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, juga menyatakan bahwa OJK akan mendalami arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit COVID-19 hingga 2025.
Mahendra menyebut bahwa kebijakan restrukturisasi kredit COVID-19 yang diberlakukan sejak Maret 2020 dan berakhir pada 31 Maret 2024 telah dipertimbangkan dari berbagai aspek seperti dampak, kecukupan modal, pencadangan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), likuiditas, dan kapasitas pertumbuhan kredit. Menurutnya, pertumbuhan kredit tahun ini membaik dibandingkan tahun lalu, meskipun ada perhatian khusus terhadap potensi pertumbuhan kredit di segmen tertentu.
“Jadi, kalau dari segi itu, sebenarnya yang terjadi pada akhir Maret maupun setelahnya, tidak ada yang anomali. Tapi, di lain pihak, kami paham bahwa ada perhatian khusus terhadap potensi pertumbuhan kredit di segmen tertentu,” ujar Mahendra.
Dampak Covid 19
Presiden Joko Widodo mengusulkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, yang seharusnya berakhir pada Maret 2024, diperpanjang hingga 2025.
Menyikapi hal ini, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa kondisi industri perbankan Indonesia saat ini secara umum masih stabil. Pertumbuhan kredit hingga Mei 2024 masih mencatatkan angka double digit, dengan tingkat kredit bermasalah (NPL) yang relatif rendah.
“Namun demikian, kinerja perbankan lebih didorong oleh korporasi besar dan konsumsi, sementara sektor UMKM menjadi penopang yang lebih lemah,” ujarnya, Kamis 27 Juni 2024
Pada bulan April 2024, pertumbuhan kredit perbankan menguat dari 12,40 persen (year-on-year/yoy) menjadi 13,09 persen yoy. Namun, pertumbuhan kredit untuk UMKM melambat dari 8,12 persen yoy menjadi 7,30 persen yoy.
Di sisi lain, tingkat NPL di industri perbankan mengalami kenaikan dari 2,25 persen pada Maret 2024 menjadi 2,33 persen pada April 2024. Lonjakan NPL terutama terjadi pada UMKM setelah berakhirnya program restrukturisasi pada akhir Maret 2024, meningkat dari 3,98 persen menjadi 4,26 persen pada April 2024.
Josua menekankan bahwa peningkatan NPL ini akan memberikan tekanan tambahan bagi industri perbankan, karena memerlukan peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk mengantisipasi potensi kerugian.
Secara keseluruhan, perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit dapat menjaga stabilitas industri perbankan saat ini, terutama dalam mendukung UMKM yang masih berjuang pulih dari dampak pandemi dan ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi. Dengan kondisi perbankan yang stabil, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan dapat dipercepat.
Sebelumnya, pemerintah telah mengusulkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga tahun 2025. Keputusan ini akan ditindaklanjuti oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebelum disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo setelah rapat kabinet paripurna di Istana Negara pada Senin 24 Juni 2024 lalu.
Restrukturisasi utang mundur adalah proses di mana pihak yang berhutang (debitor) dan pihak yang memberikan pinjaman atau kredit (kreditor) sepakat untuk merubah syarat-syarat pembayaran utang yang telah jatuh tempo atau menghadapi kesulitan pembayaran.
Tujuan utama dari restrukturisasi utang mundur adalah untuk memberikan kemudahan keuangan kepada debitor dengan mengubah jadwal pembayaran, mengurangi jumlah utang, atau menyesuaikan suku bunga agar lebih sesuai dengan kemampuan finansial debitor.
Proses ini biasanya dilakukan dalam situasi di mana debitor menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan dan tidak mampu membayar utang sesuai dengan kesepakatan awal.
Restrukturisasi utang mundur dapat memiliki dampak signifikan bagi sektor perbankan. Ini adalah proses di mana perusahaan atau individu mendekati kreditornya untuk merundingkan pembayaran kembali utang yang sudah jatuh tempo atau bermasalah.
Restrukturisasi utang adalah langkah strategis yang diambil oleh perusahaan untuk menyelesaikan potensi sengketa atau sengketa aktual terkait utang, baik yang sedang berjalan di pengadilan maupun di luar pengadilan.