KABARBURSA.COM - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan keinginan pemerintah menjadi pemimpin dalam teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, khususnya di tingkat regional.
Langkah pertama untuk menggapai cita-cita besar itu, kata Meutya, adalah dengan menyambutnya. Selanjutnya, ujar dia, teknologi kecerdasan buatan ini akan menjadi prioritas pemerintah dan fondasi utama pembangunan khususnya ekonomi digital.
“AI adalah masa depan yang harus kita sambut dengan semangat," ungkapnya dalam paparannya pada acara AI Sovereignty: The Future of National Security, di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Desember 2024.
Ia menambahkan bahwa pemerintah memimpikan Indonesia menjadi pemain utama sekaligus pemimpin teknologi AI di kawasan Asia Tenggara. "Indonesia tidak hanya ingin menjadi peserta, tetapi juga pemimpin teknologi kecerdasan buatan di Asia Tenggara,” imbuhnya.
Untuk menyokong hal tersebut, Meutya menjelaskan, diperlukan infrastruktur digital yang kuat. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah membangun infrastruktur pada tiga tingkatan utama dalam lima tahun terakhir meliputi backbone, middle mile, dan last mile.
Soal backbone, pemerintah melalui Komdigi telah mengulur kabel serat optik sepanjang 12.229 kilometer yang menghubungkan jaringan darat dan laut.
"Kemudian middle mile yakni peluncuran satelit multifungsi SATRIA I dengan kapasitas 150 Gbps, yang telah mendukung lebih dari 4.000 titik layanan publik dari target 37.000 titik hingga 2025," ujar Meutya.
Selanjutnya adalah pembangunan 7.285 Base Transceiver Station (BTS) 4G di daerah terpencil, ditambah penyediaan akses internet di hampir 18.697 titik layanan publik.
“Kami juga tengah mempersiapkan pusat data nasional yang akan mengintegrasikan layanan satu data Indonesia. Ini sangat penting untuk memastikan validitas dan kontinuitas data yang menjadi dasar pengembangan AI,” jelas Meutya.
Meutya mencatat bahwa investasi pada teknologi AI global telah melonjak drastis dari USD4 miliar pada 2021 menjadi USD25 miliar pada 2023. Dampak penggunaan AI terhadap sektor pekerjaan juga signifikan: sebesar 60 persen di negara maju, 40 persen di negara berpendapatan menengah, dan 26 persen di negara berpenghasilan rendah.
Namun, dominasi pasar tenaga kerja AI masih berada di negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Belanda. Hal ini menjadi tantangan bagi negara-negara di Global South, termasuk Indonesia, untuk mendorong penciptaan talenta digital di bidang AI.
“Kami sedang bekerja sama dengan perusahaan teknologi global untuk menciptakan talenta digital khusus AI. Ini adalah langkah penting agar Indonesia tidak tertinggal dalam persaingan teknologi global,” tambah Meutya.
Pemerintah telah mulai menerapkan teknologi AI di berbagai layanan publik, termasuk sektor keuangan. Salah satunya adalah penggunaan chatbot berbasis AI untuk membantu wajib pajak. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memanfaatkan AI dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan publik.
“Kita tidak hanya bicara soal teknologi, tetapi juga bagaimana AI dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Indonesia harus mampu bersaing, bahkan dengan perusahaan besar seperti Kumparan, karena ini adalah tugas negara,” tutup Meutya.
Nilai Positif Investasi Sektor AI
Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, menilai positif investasi global di sektor kecerdasan buatan. Menurutnya, hal ini dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air.
“Di banyak negara, AI terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Firman kepada Kabarbursa.com, Rabu, 13 November 2024.
Berdasarkan survei “State of Artificial Intelligence 2024” yang dirilis oleh Searce, sebanyak hampir satu dari sepuluh bisnis global diperkirakan akan menghabiskan lebih dari USD25 juta untuk inisiatif AI pada tahun 2024. Sekitar 33 persen bisnis di Inggris dan 35 persen di Amerika Serikat (AS) menginvestasikan AI untuk mendongkrak pertumbuhan pendapatan dan mencari peluang bisnis baru.
Lebih lanjut, masih merujuk data di atas, sebanyak 92 persen dari para responden menilai inisiatif AI mereka berhasil, dan 96 persen percaya bahwa adopsi AI adalah prioritas bisnis yang penting untuk tahun ini. Sementara sekitar 31 persen perusahaan mengungkapkan rencana mereka untuk meningkatkan pengeluaran untuk AI sebesar 26-50 persen pada 2024.
Untuk menangkap peluang tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memetakan lima sektor utama yang menjadi fokus adopsi kecerdasan buatan. Peta investasi AI di Indonesia mencerminkan peluang besar dalam pengembangan sektor ini, meskipun masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi.
Peluang dan Tantangan Investasi
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengingatkan bahwa investasi asing sebaiknya tidak hanya berfokus pada peluang komersial, tetapi juga pada pengembangan ekosistem teknologi yang melibatkan tenaga kerja lokal. “Kita perlu strategi jangka panjang untuk mengembangkan teknologi digital oleh talenta lokal,” katanya.
Heru menyoroti bahwa banyak investasi AI yang masuk ke Indonesia belum fokus pada pembangunan ekosistem teknologi, melainkan hanya pada penjualan produk. Ia menambahkan, Indonesia belum memiliki pusat riset AI yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi dampak positif bagi ekonomi.
Oleh karena itu, ia mendorong kebijakan yang mewajibkan investor asing membangun infrastruktur dan pusat riset di Indonesia, serta melibatkan tenaga kerja lokal, terutama di UMKM dan industri lokal. (*)