KABARBURSA.COM - Microsoft rupanya tak ingin terus bergantung pada teknologi OpenAI untuk menggerakkan aplikasi produk kecerdasan buatan andalannya, 365 Copilot. Diam-diam, raksasa teknologi ini mulai menambahkan model AI bikinan sendiri dan pihak ketiga ke dalam Copilot. Tujuannya antara lain untuk menekan biaya, mempercepat kinerja, dan tentu saja mengurangi ketergantungan pada mitranya itu.
Langkah ini cukup menarik mengingat sejak awal, Microsoft adalah pendukung utama OpenAI. Saat meluncurkan 365 Copilot pada Maret 2023, Microsoft bahkan menjual fitur utama Copilot sebagai Powered by GPT-4. Ini merupakan teknologi AI teranyar milik OpenAI yang banyak dipakai umat manusia saat ini.
Tapi, menurut sumber media Reuters yang paham betul strategi ini, Microsoft kini memilih jalur yang lebih mandiri. Biaya tinggi dan keluhan soal kecepatan layanan dari pelanggan korporat jadi pendorong utamanya.
“OpenAI masih mitra kami untuk model AI tingkat lanjut,” kata juru bicara Microsoft, dilansir dari Reuters di Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Tapi di balik layar, perusahaan ini mulai gencar menggunakan model internal seperti Phi-4, bahkan mengutak-atik model open-weight lain agar Copilot lebih gesit. Tujuannya, supaya biaya operasional lebih murah. Bahkan kalu bisa, pengguna pun ikut merasakan penghematan itu.
Kenapa Ini Penting? Bos besar Microsoft, Satya Nadella, kabarnya terus mengawasi perkembangan ini. Langkah ini memang sejalan dengan divisi lain di Microsoft, seperti GitHub, yang sudah menggandeng model AI dari Anthropic dan Google sebagai alternatif. Bahkan, chatbot Copilot versi konsumen kini menggunakan kombinasi model internal dan OpenAI.
Meski begitu, jalan Copilot belum sepenuhnya mulus. Sampai sekarang, Microsoft belum mau buka-bukaan soal berapa banyak lisensi Copilot yang sudah terjual. Survei Gartner pada Agustus 2024 menunjukkan sebagian besar perusahaan masih coba-coba dan belum benar-benar mengadopsi Copilot.
Namun, bukan berarti tak ada harapan. Analisis BNP Paribas Exane menyebut adopsi Copilot terus meningkat. Bahkan, mereka optimistis Copilot akan memiliki lebih dari 10 juta pengguna berbayar tahun ini. Dalam blog resminya November lalu, Microsoft juga mengklaim 70 persen perusahaan Fortune 500 sudah menggunakan Copilot.
Jadi, langkah Microsoft ini tak sekadar soal efisiensi. Ini adalah bagian dari upaya mereka untuk memastikan Copilot tetap relevan di tengah persaingan AI yang semakin sengit. Bagaimanapun, di dunia teknologi, bertahan itu soal adaptasi, bukan hanya inovasi.
Pendapatan Microsoft Naik Jadi Rp1.049 Triliun, Belanja AI Membengkak
Microsoft mencatat kinerja keuangan yang mengesankan di kuartal terakhirnya. Dilansir dari The New York Times, dari Juli hingga September 2024, perusahaan membukukan pendapatan sebesar USD65,6 miliar (sekitar Rp1.049 triliun), naik 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laba bersih pun meningkat 11 persen menjadi USD24,7 miliar (sekitar Rp395 triliun), melampaui ekspektasi Wall Street dan prediksi internal perusahaan.
Namun, Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda memperlambat belanja besar-besaran untuk pengembangan kecerdasan buatan (AI). Dalam tiga bulan terakhir, mereka menghabiskan USD20 miliar (sekitar Rp320 triliun) untuk belanja modal, naik 79 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, CEO Satya Nadella mengatakan belanja kuartal terakhir 2024 akan lebih besar lagi.
[caption id="attachment_108500" align="alignnone" width="1979"] Laporan keuangan Microsoft kuartal III 2024.[/caption]
Nadella mengatakan bisnis AI Microsoft diperkirakan menghasilkan lebih dari USD10 miliar (sekitar Rp160 triliun) penjualan tahunan di kuartal ketiga. “(Ini)bisnis tercepat dalam sejarah kami yang mencapai tonggak ini,” kata Nadella.
Namun, ada kendala besar yang dihadapi Microsoft, yakni kapasitas pusat data yang terbatas untuk memenuhi lonjakan permintaan pelanggan. “Kami jelas menghadapi banyak kendala eksternal karena permintaan datang begitu cepat,” ujar Nadella.
Kolaborasi Microsoft dengan OpenAI terus menjadi sorotan. Analis Raymond James menyebut kerja sama ini telah menempatkan Microsoft sebagai pelopor teknologi baru. Azure, layanan cloud unggulan Microsoft, mencatat pertumbuhan stabil sebesar 34 persen dengan lebih dari sepertiga pertumbuhan tersebut berasal dari AI.
Investasi Besar, Risiko Besar
Meski AI membawa peluang besar, investasi masif Microsoft juga memunculkan kekhawatiran. CFO Amy Hood mengatakan perusahaan ini memperkirakan biaya tambahan sebesar USD1,5 miliar (sekitar Rp24 triliun) di kuartal terakhir akibat kerugian dari investasi eksternal, terutama OpenAI.
Investor juga mulai gelisah karena kurangnya transparansi tentang bagaimana pengeluaran besar ini akan menghasilkan keuntungan nyata. Bank of America mencatat mereka memiliki visibilitas terbatas terhadap hasil investasi ini.
Gaming dan Bisnis Lain yang Bersinar
Sementara itu, divisi gaming Microsoft menunjukkan pertumbuhan pesat, dengan pendapatan mencapai USD5,6 miliar (sekitar Rp89,6 triliun), naik 44 persen dibandingkan tahun lalu. Akuisisi Activision Blizzard senilai USD69 miliar (sekitar Rp1.104 triliun) yang selesai Oktober lalu menjadi pendorong utama kinerja ini.
“Kami mencetak rekor baru untuk jumlah pengguna aktif bulanan. Lebih banyak pemain dari sebelumnya memainkan game kami di berbagai perangkat dan platform Xbox,” kata Nadella.(*)