KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia pada Senin, 16 September 2024 dibuka rebound setelah terkoreksi pada akhir pekan lalu. Harga WTI naik 0,42 persen menjadi sekitar USD68,93 per barel, sementara Brent naik 0,25 persen menjadi USD71,79 per barel. Rebound ini dipicu oleh penurunan ekspor minyak dari Libya karena kebuntuan politik yang dipimpin oleh PBB, yang mengganggu operasi bank sentral negara tersebut.
Salah satu faktor utama yang menekan harga minyak adalah lemahnya permintaan dari China. Impor minyak mentah China turun 3,1 persen (yoy) antara Januari hingga Agustus 2024, disebabkan oleh penurunan industri dan kondisi ekonomi yang masih lambat. Proyeksi International Energy Agency (IEA) juga menunjukkan perlambatan permintaan global akibat melemahnya ekonomi di China dan meningkatnya cadangan minyak di AS.
Meski ada pemotongan produksi dari OPEC+, proyeksi IEA untuk tahun ini menunjukkan surplus pasokan minyak global. Ini menambah tekanan pada harga, terutama karena pertumbuhan permintaan tidak sebanding dengan volume pasokan.
Produksi minyak di Gulf Coast AS sempat terganggu akibat Badai Francine, dengan 42 persen produksi minyak di wilayah itu terhenti. Meski kini kembali pulih, gangguan sementara ini mendukung kenaikan harga minyak pekan lalu.
Secara keseluruhan, meski harga minyak menunjukkan pemulihan di awal pekan ini, ketidakpastian terkait permintaan China dan surplus pasokan global berpotensi membatasi kenaikan lebih lanjut dalam jangka pendek.
Pekan lalu, Badai Francine yang diperkirakan semakin mendekati Louisiana dan akan menerjang Teluk Meksiko, Amerika Serikat, membuat harga minyak dunia melonjak 2 persen. Ketidakpastian ini menggerakkan pasar minyak global, meskipun data persediaan minyak mentah AS menunjukkan peningkatan.
Harga minyak mentah Brent melonjak sebesar USD1,42 atau 2,05 persen, menutup sesi perdagangan di level USD70,61 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik lebih tinggi, sebesar USD1,56 atau 2,37 persen, menjadi USD67,31 per barel.
Peningkatan harga ini dipicu oleh kekhawatiran akan gangguan produksi minyak lepas pantai AS. Badai Francine, yang bergerak menuju daratan Louisiana, memaksa perusahaan-perusahaan minyak di Teluk Meksiko untuk mengevakuasi pekerjanya dan menghentikan operasional. Berdasarkan laporan Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS, sekitar 39 persen dari produksi minyak mentah di Teluk Meksiko telah dihentikan pada Rabu, 11 September 2024, dan 49 persen dari produksi gas alam di kawasan tersebut juga terhenti.
Teluk Meksiko menyumbang sekitar 15 persen dari total produksi minyak mentah AS dan 2 persen dari produksi gas alam negara itu. Gangguan ini diperkirakan akan memengaruhi pasokan minyak global dan meningkatkan volatilitas harga minyak dalam beberapa minggu mendatang.
Persediaan Minyak AS
Kenaikan harga minyak ini terjadi meskipun ada laporan peningkatan persediaan minyak mentah dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) pada hari yang sama. Menurut data EIA, persediaan minyak mentah AS naik sebesar 833 ribu barel menjadi 419,1 juta barel pada pekan yang berakhir pada 6 September 2024. Kenaikan ini sedikit lebih rendah dari ekspektasi analis yang memprediksi kenaikan sebesar 987 ribu barel.
Namun, di pusat pengiriman minyak di Cushing, Oklahoma, persediaan justru turun sebesar 1,7 juta barel dalam sepekan. Penurunan persediaan di Cushing ini menjadi perhatian utama pelaku pasar, seperti yang dijelaskan oleh Matt Smith, analis minyak utama di Kpler, bahwa penurunan persediaan di Cushing telah terjadi dalam 9 dari 10 minggu terakhir, mencapai level terendah sejak awal November tahun lalu. Hal ini menyebabkan kenaikan kecil dalam persediaan minyak mentah secara keseluruhan tidak terlalu diperhatikan oleh pasar.
Kekhawatiran mengenai gangguan produksi akibat Badai Francine menjadi pendorong utama kenaikan harga minyak, setelah sebelumnya Brent jatuh di bawah USD70 per barel, level terendah sejak Desember 2021. WTI AS juga mengalami penurunan signifikan ke level terendah sejak Mei 2023.
Penurunan harga minyak pada Selasa, 10 September 2024, sebagian besar dipicu oleh revisi proyeksi permintaan minyak global oleh OPEC. Organisasi negara-negara pengekspor minyak tersebut untuk kedua kalinya menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak pada 2024, mencerminkan ketidakpastian yang terus melingkupi pasar minyak global.
Namun, gangguan produksi di AS akibat badai serta potensi dampak terhadap aliran kapal tanker melalui Teluk Meksiko, seperti yang diprediksi oleh Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, diperkirakan akan memengaruhi data persediaan dan pasokan pada minggu-minggu berikutnya.
Lonjakan harga minyak pada 11 September 2024 menyoroti ketidakstabilan pasar yang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti cuaca ekstrem dan gangguan produksi. Meskipun ada laporan peningkatan persediaan minyak mentah AS, pasar tetap fokus pada penurunan persediaan di pusat distribusi utama dan dampak Badai Francine terhadap produksi minyak lepas pantai. Kondisi ini mengindikasikan bahwa harga minyak kemungkinan akan tetap bergejolak, tergantung pada bagaimana badai ini memengaruhi pasokan minyak global.(*)