Logo
>

Minyak Sawit Kian Menarik, Analis: Tahun Depan Naik 23 Persen

Ditulis oleh Yunila Wati
Minyak Sawit Kian Menarik, Analis: Tahun Depan Naik 23 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak kelapa sawit yang dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya (RBD palm olein) diprediksi akan mengalami kenaikan signifikan pada paruh pertama 2025. Berdasarkan proyeksi terbaru dari Thomas Mielke, seorang analis independen dari OIL WORLD (ISTA Mielke GmbH), harga RBD palm olein di Malaysia diperkirakan akan mencapai USD1.100 per metrik ton free-on-board (FOB). Angka ini mencerminkan peningkatan sebesar 23 persen dibandingkan dengan harga rata-rata tahun sebelumnya.

    Salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan harga minyak sawit adalah meningkatnya permintaan untuk minyak sawit mentah (CPO). Mielke menyebutkan bahwa harga yang lebih tinggi untuk produk olahan minyak sawit seperti RBD palm olein akan berdampak pada peningkatan permintaan CPO. Peningkatan ini akan berkontribusi pada kenaikan harga patokan minyak sawit berjangka di Malaysia.

    Selain permintaan yang tinggi, faktor produksi juga memainkan peran penting dalam menentukan harga minyak sawit. Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia, sebagai produsen terbesar dunia, diproyeksikan mengalami penurunan signifikan hingga 1,5 juta metrik ton pada 2024.

    Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan dalam negeri akan biodiesel. Langkah Indonesia untuk mendorong penggunaan biodiesel berbasis minyak sawit semakin memperketat pasokan minyak sawit untuk ekspor, yang pada akhirnya mendukung kenaikan harga di pasar internasional.

    Proyeksi Harga Minyak Nabati Lainnya

    Selain minyak sawit, harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari juga diprediksi akan mengalami peningkatan. Thomas Mielke memperkirakan harga minyak kedelai asal Argentina dapat mencapai rata-rata USD1.130 per metrik ton FOB pada periode Januari hingga Juni 2025. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 27 persen dibandingkan dengan harga tahun lalu.

    Sementara itu, harga minyak bunga matahari dari kawasan Laut Hitam, yang meliputi Rusia dan Ukraina sebagai produsen utama, diperkirakan akan melonjak hingga USD1.220 per ton pada paruh pertama tahun depan. Peningkatan harga sebesar 51 persen ini terjadi seiring dengan prediksi penurunan produksi di kedua negara tersebut akibat ketidakstabilan geopolitik dan masalah cuaca yang memengaruhi produksi.

    Dampak Kenaikan Harga Minyak Sawit

    Kenaikan harga minyak sawit yang signifikan akan berdampak pada berbagai sektor, termasuk industri makanan, kosmetik, dan energi, yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku utama. Di sisi lain, kenaikan harga juga dapat memberikan keuntungan bagi negara-negara produsen minyak sawit seperti Indonesia dan Malaysia melalui peningkatan pendapatan ekspor.

    Namun, peningkatan harga juga dapat memberikan tantangan tersendiri bagi negara-negara pengimpor minyak sawit, terutama yang bergantung pada minyak nabati ini sebagai bahan baku utama. Konsumen akhir mungkin akan merasakan dampak dari kenaikan harga dalam bentuk peningkatan harga produk jadi, terutama makanan dan barang-barang kebutuhan sehari-hari.

    Kebijakan Indonesia dalam Pengembangan Biodiesel

    Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan porsi minyak sawit dalam biodiesel menjadi 40 persen (B40) mulai Januari 2025, naik dari level 35 persen yang saat ini diterapkan.

    Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap impor bahan bakar fosil serta menekan emisi gas rumah kaca. Namun, kebijakan ini juga mengurangi pasokan minyak sawit yang tersedia untuk diekspor, sehingga meningkatkan tekanan pada harga minyak sawit global.

    Langkah Indonesia dalam meningkatkan penggunaan biodiesel telah menjadi katalis utama yang mendukung kenaikan harga minyak sawit. Dengan alokasi minyak sawit yang lebih besar untuk kebutuhan energi domestik, ekspor minyak sawit diperkirakan akan turun, memberikan dorongan tambahan bagi kenaikan harga di pasar global.

    Pengaruhnya pada Kinerja Emiten Sawit

    Kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO) yang diperkirakan akan mencapai 23 persen pada paruh pertama 2025 berpotensi memberikan dampak positif dan signifikan bagi emiten-emiten sawit di Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak utama yang dapat dirasakan oleh perusahaan sawit di tanah air:

    1. Peningkatan Pendapatan dan Profitabilitas

    Kenaikan harga CPO akan langsung berdampak pada peningkatan pendapatan bagi emiten sawit. Sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia, perusahaan-perusahaan sawit Indonesia, seperti:

    • PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI),
    • PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR),
    • PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA),
    • PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).

    Emiten-emiten ini diperkirakan akan meraup manfaat dari harga jual yang lebih tinggi di pasar internasional maupun domestik. Peningkatan harga CPO ini dapat memperluas margin keuntungan mereka, terutama bagi emiten yang mampu mengendalikan biaya produksi dengan baik.

    2. Kenaikan Saham Emiten Sawit

    Kinerja positif dari peningkatan pendapatan dan laba bersih akan menjadi katalis bagi kenaikan harga saham emiten sawit. Investor umumnya akan menaruh minat lebih besar pada saham-saham perusahaan sawit saat harga CPO melonjak, mengingat potensi return yang lebih tinggi. Emiten-emiten besar di sektor ini, seperti PT Indofood Agri Resources Tbk (IFAR) dan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), dapat mengalami kenaikan nilai saham jika tren harga CPO yang positif berlanjut.

    3. Dampak pada Diversifikasi Produk (Biodiesel)

    Kebijakan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan persentase penggunaan minyak sawit dalam biodiesel dari 35 persen ke 40 persen (B40) pada Januari 2025 akan menambah permintaan domestik akan CPO. Emiten sawit yang terlibat dalam produksi biodiesel, seperti PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), diprediksi akan mendapatkan keuntungan lebih besar karena adanya permintaan biodiesel yang lebih tinggi. Ini juga mengurangi ketergantungan emiten pada ekspor, memberikan pasar domestik yang lebih kuat.

    4. Tekanan pada Pasokan dan Ekspor

    Sementara kenaikan harga CPO memberi dampak positif pada pendapatan, emiten sawit mungkin menghadapi tantangan dari segi produksi. Penurunan produksi sawit di Indonesia hingga 1,5 juta metrik ton pada tahun 2024, seperti yang diproyeksikan oleh analis, bisa mengurangi jumlah minyak sawit yang tersedia untuk ekspor. Emiten sawit yang fokus pada pasar ekspor bisa mengalami tekanan dari sisi volume meskipun harga per unit meningkat.

    Namun, tekanan pasokan ini bisa memberikan keuntungan jangka panjang bagi harga, mengingat pasokan yang lebih ketat akan menjaga harga CPO tetap tinggi. Bagi emiten yang mampu mempertahankan tingkat produksi mereka atau memiliki cadangan produksi yang cukup, ini akan memberikan peluang untuk memanfaatkan kondisi pasar yang menguntungkan.

    5. Potensi Penguatan Ekspor dan Mata Uang

    Kenaikan harga CPO juga diharapkan mendorong kinerja ekspor Indonesia, yang menjadi produsen sawit terbesar dunia. Emiten-emiten yang memiliki pangsa pasar ekspor signifikan, seperti PT Wilmar International Ltd dan PT Triputra Agro Persada Tbk, akan menikmati peningkatan pendapatan dari nilai ekspor yang lebih tinggi. Selain itu, meningkatnya devisa dari ekspor CPO bisa memperkuat nilai tukar rupiah, yang dapat memberikan dampak positif bagi emiten yang memanfaatkan input produksi dalam negeri.

    6. Tekanan dari Regulasi dan Isu Lingkungan

    Di tengah peluang kenaikan harga CPO, emiten sawit masih harus berhadapan dengan isu regulasi dan lingkungan. Permintaan global yang semakin tinggi akan standar keberlanjutan (sustainability) dari produk sawit dapat mempengaruhi akses ke pasar internasional. Negara-negara Eropa, misalnya, memiliki regulasi yang ketat terhadap minyak sawit yang tidak memenuhi standar lingkungan. Emiten yang telah berinvestasi dalam praktik sawit berkelanjutan, seperti sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), akan memiliki posisi yang lebih baik di pasar internasional.

    Prediksi kenaikan harga minyak kelapa sawit hingga 23 persen pada paruh pertama 2025 dipicu oleh beberapa faktor utama, termasuk meningkatnya permintaan lokal untuk biodiesel di Indonesia dan penurunan produksi global. Kebijakan B40 yang diterapkan oleh Indonesia diperkirakan akan membatasi ekspor, yang selanjutnya mendukung harga minyak sawit di pasar internasional.

    Selain itu, proyeksi kenaikan harga untuk minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari, turut memperkuat tren kenaikan di pasar minyak nabati global.

    Dalam situasi ini, produsen minyak sawit dapat diuntungkan oleh kenaikan harga, sementara konsumen dan pengimpor minyak nabati perlu bersiap menghadapi potensi peningkatan biaya produksi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79