KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan Indonesia, dengan total Rp 1,31 triliun pada pekan kedua September 2024. Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengungkapkan kondisi perekonomian global dan domestik menjadi faktor penyebab kaburnya modal asing ini.
“Data transaksi 9–12 September 2024, nonresiden tercatat jual neto Rp 1,31 triliun,” ujar Erwin dalam keterangan resmi yang dikutip Sabtu, 14 September 2024.
Ia menjelaskan transaksi tersebut terdiri dari jual neto Rp 0,18 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan beli neto sebesar Rp 2,46 triliun di pasar saham. Investor asing juga ramai-ramai menjual Rp 3,59 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) selama pekan ini.
Pekan lalu, jual neto di pasar SRBI mencapai Rp7,38 triliun. Meskipun terjadi aliran modal keluar, sejak Januari hingga 12 September 2024, nonresiden masih mencatat beli neto Rp10,37 triliun di pasar SBN, Rp31,47 triliun di pasar saham, dan Rp184,03 triliun di pasar SRBI.
Berdasarkan data setelmen sepanjang semester II 2024 hingga 12 September, inflows tetap terjadi, dengan nonresiden mencatat Rp44,33 triliun di pasar SBN, beli neto Rp31,13 triliun di pasar saham, dan Rp53,68 triliun di pasar SRBI.
Erwin menambahkan, “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.”
Pada indikator lain, premi credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun per 12 September 2024 tercatat sebesar 69,63 bps, turun dari posisi 70,45 bps pada 6 September 2024. Tingkat imbal hasil atau yield SBN pada Jumat pagi (13/9) berada pada level 6,57 persen, sedikit turun dari penutupan pasar Kamis sebelumnya yang sebesar 6,58 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan, dengan berada di level Rp 15.400 per dolar AS pada Jumat pagi, naik dari Rp 15.425 per dolar AS pada Kamis, 12 September 2024, sore.
Rp2,49 Triliun di Awal September
Bank Indonesia sebelumnya mencatat aliran modal asing berdasarkan data transaksi per tanggal 2 hingga 5 September 2024, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp2,49 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono merinci, beli neto Rp2,65 triliun di pasar SBN dan Rp2,24 triliun di pasar saham, serta jual neto sebesar Rp7,38 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pekan pertama bulan September.
Selama tahun 2024, tutur Erwin, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp28,80 triliun di pasar saham, Rp11,15 triliun di pasar SBN dan Rp186,92 triliun di SRBI berdasarkan data setelmen sampai dengan 5 September 2024.
Berdasarkan data setelmen sampai dengan 5 September pada semester-II 2024, BI mencatat nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp28,46 triliun di pasar saham, Rp45,11 triliun di pasar SBN dan dan Rp56,57 triliun di SRBI.
Sementara premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun per 5 September 2024 berada di level 68,92 bps, atau naik dibandingkan 30 Agustus 2024 sebesar 66,21 bps.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan perekonomian eksternal Indonesia,” kata Erwin dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 7 September 2024.
Sementara nilai tukar Rupiah ditutup pada level Rp15.395 per dolar Amerika Serikat (AS) per Kamis, 5 September 2024. Semebtara pada pembukaan di 6 September 2024, Rupiah dibuka pada level Rp15.380 per dolar AS.
Di tanggal 5 September 2024, Yield SBN 10 tahun relatif stabil di 6,63 persen. Sedangkan pada 6 September 2024, Yield SBN 10 tahun turun sebesar 6,59 persen. Sedangkan, DXYrelatif stabil di level 101,11. Sementara Yield UST (US Treasury) 10 tahun turun ke level 3,727 persen.
Cadev USD140,2 Miliar
Diberitakan sebelumnya, BI juga mencatat cadangan devisa sebesar USD140,2 miliar per Juni 2024. Angka tersebut meningkat di posisi akhir pada Mei lalu, senilai USD139,0 miliar.
Hal ini diyakini mampu memperkuat posisi Rupiah di tengah gempuran ketidakpastian pasar global. Asisten Gubernur BI Erwin Haryono, mengungkapkan bahwa kenaikan posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2024 dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Hal ini dilakukan dalam konteks stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian yang masih tinggi di pasar keuangan global. Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini juga melebihi standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
BI menilai, cadangan devisa tersebut mampu menjaga ketahanan sektor eksternal serta stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal, didukung oleh prospek ekspor yang positif dan neraca transaksi modal dan finansial yang diprediksi tetap surplus.(*)