KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memastikan Indonesia akan menghentikan impor garam konsumsi mulai 2025. Kebijakan ini diatur dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
“Tahun depan, kita tidak boleh impor garam untuk konsumsi lagi. Itu diatur dalam Perpres 126,” kata Zulkifili Hasan usai Rapat Koordinasi Terbatas Tingkat Menteri Bidang Pangan di Gedung Mina Bahari III Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Selain itu, pemerintah juga menargetkan penghentian impor garam industri pada 2027. Eksekusi kebijakan ini akan menjadi tanggung jawab KKP.
“Kalau tahun depan garam konsumsi tidak lagi impor, maka dua tahun kemudian kita akan hentikan impor untuk garam industri,” jelas Zulhas, panggilan akrab menteri ini.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto.
Fokus utama swasembada ini mencakup tiga komoditas, yaitu beras, jagung, dan garam konsumsi, dengan target pencapaian sebelum 2027.
“Kita punya waktu yang singkat. Tahun 2025 sudah di depan mata, artinya hanya dua tahun kerja keras. Kami percaya dengan kekompakan dan kerja keras, sebelum 2027 kita bisa swasembada minimal untuk beras, jagung, dan garam konsumsi,” pungkas Zulkifli Hasan.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa impor garam tidak dapat sepenuhnya dihilangkan meskipun pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Ia menyatakan bahwa pengurangan impor garam bergantung pada kesiapan petani garam dan koperasi.
“Impor garam tidak mungkin dihilangkan, tetapi bisa dikurangi," ujar Agus usai menghadiri penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam Produksi Dalam Negeri di Jakarta, 18 November 2024.
Agus menekankan perlunya evaluasi terhadap Perpres 126/2022 untuk mewajibkan industri pengguna garam menyerap garam lokal. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya kesesuaian spesifikasi garam lokal dengan kebutuhan industri.
Perpres 126/2022, yang ditetapkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Oktober 2022, bertujuan mempercepat pembangunan sektor pergaraman guna memenuhi kebutuhan nasional. Selain itu, regulasi ini mencakup pengembangan garam indikasi geografis dan menargetkan pemenuhan kebutuhan garam domestik paling lambat 2024, kecuali untuk industri kimia tertentu.
Menurut Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, sektor Industri Pengolahan Garam (IPG) pada 2023 menyerap 577.925 ton garam lokal dengan berbagai kualitas (K1, K2, K3). Penyerapan ini dilakukan oleh koperasi di sejumlah daerah, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Di sektor farmasi, penyerapan garam lokal pada 2023 mencapai 29,01 ton sebagai bahan baku farmasi. Untuk 2024 dan 2025, total rencana penyerapan garam dalam negeri diproyeksikan mencapai 768.285,42 ton dan 775.702,39 ton.
Pemerintah mengupayakan percepatan pembangunan pergaraman nasional melalui modernisasi produksi, peningkatan infrastruktur, dan evaluasi kebijakan agar Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor dan mendukung kemandirian garam nasional.
Per Tahun Impor Garam Rp1,35 Triliun
Meski dikenal sebagai negara maritim dengan garis pantai yang luas, faktanya Indonesia masih bergantung pada impor garam untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor garam pada 2023 mencapai 2,8 juta ton dengan nilai Rp1,35 triliun (CIF). Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, baik dari segi volume maupun nilai.
Sebagian besar impor garam Indonesia berasal dari Australia, dengan volume 2,15 juta ton atau sekitar 77 persen dari total impor.
Australia dikenal sebagai produsen utama garam industri berkualitas tinggi, yang banyak digunakan di sektor manufaktur dan pengolahan makanan.
Selain Australia, India juga menjadi pemasok signifikan dengan kontribusi 641.000 ton, diikuti negara lain seperti Selandia Baru, China, Denmark, Jerman, dan Thailand.
Pada 2023, impor garam menunjukkan kenaikan dibandingkan 2022, dengan volume bertambah dari 2,75 juta ton menjadi 2,8 juta ton.
Dari segi nilai, lonjakan lebih tajam, dari USD124,4 juta menjadi USD135,3 juta. Kenaikan ini dipicu oleh fluktuasi harga internasional serta meningkatnya kebutuhan industri dalam negeri.
Impor garam Indonesia sebagian besar ditujukan untuk industri, seperti farmasi, petrokimia, dan pengolahan makanan, karena garam lokal belum mampu memenuhi standar yang dibutuhkan.
Rendahnya kualitas garam domestik dipengaruhi oleh metode produksi tradisional, infrastruktur yang kurang memadai, dan pengelolaan tambak yang belum optimal.
Hasil penelitian Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap dua tantangan utama, yaitu garam produksi rakyat belum sesuai spesifikasi untuk kebutuhan industri. Dan, kedua, lahan produksi terbatas, dengan banyak wilayah Indonesia tidak ideal untuk tambak garam akibat kondisi cuaca yang sering mendung.
Untuk mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia perlu melakukan modernisasi proses produksi garam, meningkatkan infrastruktur, dan mendorong penggunaan teknologi.
Dukungan investasi di sektor garam juga diperlukan untuk menciptakan kemandirian nasional. Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan industri tanpa harus bergantung pada impor. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.