KABARBURSA.COM - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang terus menguat sepanjang Januari hingga Maret 2025 memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam hal penerimaan negara dari Bea Keluar (BK).
Berdasarkan data yang dirilis oleh Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, setoran BK dari ekspor produk sawit pada kuartal pertama 2025 tercatat mencapai Rp7,89 triliun, sebuah lonjakan luar biasa sebesar 1.145,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Dengan kenaikan yang sangat tajam ini, angka penerimaan negara dari produk sawit berhasil melesat lebih dari 12 kali lipat.
Peningkatan besar dalam setoran BK ini, terutama berasal dari turunan CPO, yang berkontribusi sebesar Rp6,493 triliun atau mengalami lonjakan hingga 4.264,8 persen. Angka ini menggambarkan betapa besar pengaruh harga CPO yang terus melambung tinggi terhadap penerimaan negara, meskipun volume ekspor produk sawit sendiri pada kuartal pertama 2025 sedikit menurun.
Menurut data dari Refinitiv, harga rata-rata CPO selama periode Januari-Maret 2025 tercatat sebesar MYR 4.415,8 per ton, atau naik sekitar 11,84 persen dibandingkan dengan harga pada kuartal pertama tahun lalu.
Meskipun volume ekspor produk sawit Indonesia pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai sekitar 9 juta ton, sedikit lebih rendah dari 9,2 juta ton pada tahun sebelumnya, tingginya harga CPO telah mengimbangi penurunan volume tersebut dan bahkan mendorong peningkatan besar dalam penerimaan BK.
Lonjakan penerimaan negara ini menjadi kabar gembira bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang tentunya melihat ini sebagai potensi pendapatan tambahan yang signifikan untuk mendukung anggaran negara. Peningkatan yang luar biasa ini tidak hanya mencerminkan kekuatan pasar sawit Indonesia, tetapi juga menjadi indikator penting bagi perekonomian nasional.
Dalam konteks ini, Indonesia dapat menikmati hasil dari tingginya harga komoditas, meskipun volume ekspor sedikit mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa harga pasar yang tinggi, terutama untuk produk turunan CPO, menjadi salah satu pendorong utama terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Secara keseluruhan, meskipun volume ekspor mengalami penurunan tipis, harga yang tinggi telah mengimbangi hal tersebut dengan menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar bagi negara. Ini memberikan harapan positif bahwa sektor sawit Indonesia masih dapat menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian, yang tak hanya menguntungkan para pelaku industri, tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara.
AALI dan SMAR Kecipratan Cuan
Dua perusahaan besar yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit, yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) ikut kecipratan cuan.
SMAR adalah bagian dari Sinar Mas Group, yang memiliki perkebunan kelapa sawit dan berfokus pada pengolahan CPO serta produk turunannya. Sedangkan Astra Agro Lestari adalah anak perusahaan dari PT Astra International Tbk, yang bergerak dalam bisnis perkebunan kelapa sawit dan pengolahan CPO.
Pada perdagangan Selasa, 15 April 2025, saham PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dibuka pada harga Rp3,520 per saham, sedikit lebih tinggi dibandingkan harga penutupan sebelumnya yang berada di Rp3,510.
Sepanjang sesi, harga saham SMAR bergerak stabil dengan kisaran antara Rp3,510 dan Rp3,520. Meski tidak mengalami lonjakan signifikan, saham SMAR tercatat mengalami kenaikan tipis sebesar Rp10 (+0.28 persen).
Perdagangan saham ini cukup likuid dengan nilai transaksi mencapai Rp42,2 juta, dan volume perdagangan sebanyak 120 lot. Saham SMAR saat ini berada dalam batas aman dengan harga tertinggi hari ini di Rp3,520 dan batas bawah di Rp2,990, yang menunjukkan kestabilan dalam fluktuasi harga saham.
Sementara itu, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga menunjukkan pergerakan positif meskipun tidak terlalu signifikan. Dibuka pada harga Rp5,650, saham AALI mempertahankan level tersebut hingga sesi awal perdagangan. Selama hari ini, harga saham AALI bergerak dalam kisaran yang lebih lebar, dengan harga tertinggi mencapai Rp5,750 dan harga terendah di Rp5,650.
Meskipun demikian, saham AALI masih berhasil mencatatkan kenaikan sebesar Rp50 (+0.88 persen) dibandingkan harga penutupan sebelumnya. Dengan volume transaksi yang lebih besar, mencapai Rp2,7 miliar dan 4,68 ribu lot yang diperdagangkan, saham AALI menunjukkan permintaan yang cukup solid di pasar.
Meskipun terpantau lebih stabil, saham AALI berada pada kisaran harga yang lebih tinggi dibandingkan SMAR, dengan potensi naik hingga Rp6,775 yang menunjukkan ruang pergerakan yang lebih besar.
Secara keseluruhan, meskipun keduanya mencatatkan kenaikan yang moderat, SMAR dan AALI memperlihatkan karakteristik perdagangan yang berbeda, dengan AALI lebih dominan dalam volume transaksi dan fluktuasi harga yang lebih lebar, sementara SMAR terlihat lebih stabil dengan pergerakan harga yang lebih terbatas.
Nilai Penting Industri Sawit di Indonesia
Pada tahun fiskal 2024, Indonesia mencatatkan penerimaan negara yang signifikan dari sektor ekspor minyak sawit mentah (CPO), yang berkontribusi besar terhadap perekonomian negara. Penerimaan bea keluar dari ekspor CPO tercatat mencapai Rp9,6 triliun, yang menjadi bagian dari total penerimaan bea keluar yang berhasil mengumpulkan Rp20,8 triliun sepanjang tahun tersebut.
Angka ini mencerminkan pentingnya industri kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia, di mana CPO tidak hanya menjadi komoditas ekspor utama, tetapi juga memainkan peran kunci dalam mendukung stabilitas fiskal negara.
Sektor kepabeanan dan cukai secara keseluruhan juga mencatatkan performa yang menggembirakan, dengan penerimaan mencapai Rp300,2 triliun pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 4,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan memenuhi 93,5 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah ditetapkan.
Pencapaian ini didorong oleh beberapa faktor penting, di antaranya penguatan harga CPO di pasar global dan kebijakan relaksasi ekspor mineral yang turut mendukung kinerja sektor ini.
Secara keseluruhan, sektor CPO memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap penerimaan negara, dan angka-angka ini mencerminkan betapa vitalnya industri kelapa sawit dalam struktur perekonomian Indonesia. Sektor ini tidak hanya menyumbang dalam bentuk penerimaan negara yang besar melalui bea keluar, tetapi juga berperan dalam meningkatkan stabilitas fiskal Indonesia.
Dengan kontribusi yang terus tumbuh, industri kelapa sawit tetap menjadi pilar utama dalam perekonomian Indonesia yang berorientasi pada ekspor dan pemenuhan target-target fiskal yang ambisius.(*)