KABARBURSA.COM – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyoroti polemik dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK 2) yang dikembangkan oleh Emiten properti Grup Agung Sedayu dan Salim Group, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI).
Nusron mengungkapkan, kelanjutan status proyek yang berada di kawasan Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, Banten ini sepenuhnya berada di bawah kewenangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto.
“Bagaimana nasib statusnya PSN? Bola di tangan Kemenko Perekonomian, bukan di tangan kami. Kami hanya pada tata ruang. KKPR itu menjadi pintu masuk perizinan yang lain. Sebelum ada itu, tidak bisa,” jelas Nusron dalam acara media gethring capaian akhir tahun Kementerian ATR/BPN, di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.
Proyek yang berada di kawasan Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, Banten, dan mencakup lahan seluas 1.755 hektar.
Nusron menyebut ada ketidaksesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. PSN ini masuk ke dalam sektor pariwisata, sementara dalam RTRW kawasan tersebut, tidak ada ketentuan yang menyebutkan peruntukan untuk pariwisata.
“Kalau kita lihat dari tata ruangnya, baik RTRW provinsi maupun kabupaten/kota, di situ tidak mencantumkan kata-kata 'pariwisata'. Padahal, PSN ini masuknya kategori PSN pariwisata. Dilihat dari RTRW ini, maka itu tidak sesuai,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nusron mengatakan bahwa jika proyek ini tetap ingin berjalan, pemerintah daerah (pemda) harus mengajukan perubahan RTRW.
“Kalau tidak sesuai, bagaimana jalan keluarnya? Pertama, pemda provinsi maupun pemda kabupaten harus mengajukan perubahan RTRW,” terang dia.
Namun, Nusron pun menegaskan pengubahan RTRW ini juga harus disetujui oleh Kementerian ATR/BPN. Jika tidak, maka Nusron mengatakan agar pelaku proyek harus meminta surat rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)
“Kalau tidak mengajukan perubahan, maka pelaku proyek harus meminta rekomendasi KKPR ke Menteri ATR/BPN,” tambahnya.
Nusron mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada perkembangan lebih lanjut terkait proyek tersebut. Pemerintah daerah belum mengajukan perubahan RTRW, dan pihak pengembang juga belum mengajukan permohonan rekomendasi KKPR. Karena itu, Nusron menegaskan bahwa pihaknya belum bisa memberikan keputusan apapun mengenai proyek ini.
"Bagaimana kelanjutannya? Belum ada kelanjutan, gimana saya jawab, sampai hari ini. Pemda juga belum mengajukan perubahan RTRW. Si pelaku proyek pun belum mengajukan permohonan rekomendasi KKPR. Jadi, ya kami nggak bisa menyatakan apa-apa,” tegas Nusron.
Ada Ketidaksesuaian RTRW
Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menjelaskan bahwa setelah melakukan pemeriksaan, pihaknya menemukan ketidaksesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kota setempat.
Selain itu, proyek tersebut juga tidak memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Dari total luas 1.705 hektare, sekitar 1.500 hektare di antaranya merupakan kawasan hutan lindung yang statusnya belum diubah, baik dari hutan lindung menjadi hutan konversi, maupun dari hutan konversi menjadi Area Penggunaan Lain (APR),” jelas Nusron kepada wartawan di Kantor Kementerian ATR/BPN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 28 November 2024.
Dia beritahu, untuk masalah mengenai status hutan lindung ini merupakan kewenangan Kementerian Kehutanan, sementara ketidaksesuaian RTRW merupakan tanggung jawab Kementerian ATR/BPN.
Meski demikian, Nusron menyatakan bahwa masalah tersebut masih bisa mendapat kelonggaran, tergantung pada apakah pihaknya akan mengeluarkan rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk proyek ini. Hal tersebut mengacu pada UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023 dan Perpres No. 58 Tahun 2017 yang mengatur tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
“Terkait dengan pemberian rekomendasi KKPR, kami masih mengkajinya. Kami perlu memastikan apakah proyek ini layak untuk mendapatkan rekomendasi atau tidak,” ujar Nusron.
Selain itu, masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah sekitar 200 hektare dari total luas lahan tersebut masuk dalam kawasan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Hal ini menambah kompleksitas pengkajian yang perlu dilakukan secara mendalam.
Dalam proses pemberian rekomendasi, pihak Kementerian ATR/BPN akan melakukan kajian teknis terkait kesesuaian pemanfaatan ruang, mengingat prioritas PSN 2024-2029 adalah proyek yang mendukung swasembada pangan, swasembada energi, hilirisasi industri, serta pembangunan Giant Sea Wall Jakarta dan Pantai Utara Jakarta.
PIK 2 merupakan salah satu proyek pengembangan wilayah baru yang terintegrasi dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Proyek ini mencakup area seluas 1.705 hektare yang terletak di sepanjang pesisir Pantai Utara Tangerang, meliputi Desa Muara hingga Desa Kronjo.
Di dalam kawasan PSN ini, ada beberapa desa seperti Desa Tanjung Pasir, Desa Kohod, Desa Muara, Desa Tanjung Pasir, Desa Mauk, dan Desa Kronjo memiliki kondisi lahan yang beragam, termasuk tambak dan hutan mangrove.
“Area yang masuk dalam PSN telah ditetapkan oleh Menko Perekonomian, sementara daerah lainnya di luar peta ini tidak termasuk dalam kawasan PSN,” tegas Nusron Wahid.
Sementara itu, politikus PKS asal Banten, Mulyanto, meminta Presiden Prabowo Subianto meninjau kembali status Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2), yang semakin menuai penolakan dari masyarakat.
Mulyanto berpendapat bahwa PIK 2, yang merupakan proyek swasta, tidak layak mendapatkan status PSN yang memanfaatkan mekanisme negara.
“Dengan status PSN, proyek PIK 2 meluas hingga mencakup area seluas 15.000 hektare, yang mencapai Kecamatan Tanara, Serang, sepuluh kali lipat dari luas wilayah yang seharusnya, yaitu 1.800 hektare di bagian utara Kecamatan Kosambi,” ungkap Mulyanto dalam keterangan tertulis, Sabtu, 23 November 2024.
Ia pun membeberkan, bahwa di lapangan sangat sulit membedakan mana wilayah yang termasuk dalam PSN dan mana yang tidak, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.
Mulyanto berharap Presiden Prabowo dapat mendengarkan aspirasi masyarakat yang merasa dirugikan oleh proyek tersebut dan menginstruksikan aparat penegak hukum untuk bersikap lebih proporsional dalam menangani penolakan terhadap PIK 2.