KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya perencanaan keuangan bagi generasi Z dengan tujuan utama untuk memberikan edukasi mengenai literasi keuangan, perencanaan investasi, serta kewaspadaan terhadap aktivitas keuangan ilegal.
Viko Hadian, Financial Advisor Community OJK, menyatakan di Jakarta pada Selasa bahwa edukasi literasi keuangan bertujuan agar generasi Z memiliki pemahaman yang baik tentang produk dan layanan jasa keuangan. "Hal ini juga penting untuk melindungi mereka dari maraknya penipuan berkedok investasi dan aktivitas keuangan ilegal di era digital," ujarnya dikutip Jakarta, Rabu 23 Oktober 2024.
Dia menambahkan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merencanakan keuangan, antara lain menurunkan utang, melestarikan kekayaan, mengembangkan kekayaan melalui investasi, menjaga keamanan aset, dan mengatur keuangan dengan baik.
"Generasi Z perlu memahami literasi keuangan agar dapat mengelola keuangan pribadi secara efektif, seperti menabung, berinvestasi, mengelola utang, dan merencanakan keuangan untuk masa depan," ungkapnya.
Viko juga menyoroti tiga fenomena yang sering berdampak negatif pada generasi Z saat menggunakan layanan keuangan digital, yaitu "you only live once" (Yolo), "fear of missing out" (Fomo), dan "fear of other people's opinion" (Fopo).
"Selain memahami risiko, mereka juga harus mengetahui kebutuhan keuangan masing-masing. Hindari mengikuti tren dan gaya hidup yang bisa mengakibatkan pengeluaran berlebihan," imbuhnya.
Generasi Milenial Dan Gen z: Pengutang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengungkapkan bahwa semakin banyak generasi milenial dan Gen Z yang berani mengambil utang melalui sistem Buy Now Pay Later (BNPL) atau Paylater.
Hal ini disampaikan oleh Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK).
Fenomena berutang melalui Paylater, menurut Friderica, telah menjadi perhatian serius bagi regulator di seluruh dunia.
Ia menjelaskan, bahwa perilaku generasi muda yang terjebak dalam siklus utang dipicu oleh beberapa faktor, antara lain Fear of Missing Out (FOMO), You Only Live Once (YOLO), dan doom spending.
“Anak muda ini mengalami FOMO, jika tidak ikut, mereka khawatir dianggap ketinggalan zaman. Ditambah lagi, ada tren baru yang disebut doom spending, di mana mereka belanja seolah-olah besok tidak ada lagi. Ini berbahaya, karena belanja mereka bukan hanya menggunakan uang yang mereka miliki, tetapi juga dari uang utangan,” kata Kiki, panggilan akrab wanita ini dalam sebuah acara yang disiarkan melalui channel YouTube OJK, Minggu, 6 Oktober 2024.
Kiki menambahkan bahwa fenomena memberikan penghargaan instan juga turut berkontribusi terhadap perilaku berutang di kalangan generasi muda, terutama bagi mereka yang belum memiliki penghasilan tetap.
Menurutnya, kemudahan dalam mendapatkan pinjaman, terutama melalui teknologi yang berkembang pesat, seperti pinjaman online dan sistem paylater, telah memudahkan akses generasi muda untuk berutang.
“Dengan adanya pinjol (pinjaman online) dan Paylater, anak muda kita bisa dengan mudah mendapatkan pinjaman untuk membeli barang yang sebenarnya tidak produktif,” ujarnya.
Mayoritas Pengguna Paylater
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh OJK, mayoritas pengguna Paylater berasal dari Gen Z dengan rentang usia antara 26 hingga 35 tahun.
Data menunjukkan bahwa 26,5 persen pengguna berusia 18-25 tahun, sementara 43,9 persen berada di rentang usia 26-35 tahun. Sementara itu, 21,3 persen pengguna berusia 36-45 tahun, 7,3 persen berusia 46-55 tahun, dan hanya 1,1 persen pengguna berusia di atas 55 tahun.
Penggunaan paylater pun cenderung berfokus pada gaya hidup. Sebagian besar pengguna memanfaatkan sistem ini untuk membeli barang-barang non-esensial, di mana persentase pengguna yang menghabiskan uang untuk fesyen mencapai 66,4 persen, perlengkapan rumah tangga 52,2 persen, elektronik 41 persen, laptop atau ponsel 34,5 persen, dan perawatan tubuh 32,9 persen.
Kiki menekankan bahwa pola konsumsi ini dapat memicu siklus utang yang sulit untuk dihentikan.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan individu, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional generasi muda.
Ketika mereka terjebak dalam utang, tekanan untuk membayar dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kualitas hidup dan produktivitas mereka.
“Kita harus ingat bahwa utang bukanlah solusi, dan harus ada edukasi yang lebih baik mengenai manajemen keuangan,” ujarnya.
Kiki juga mendorong pentingnya literasi keuangan di kalangan generasi muda. Ia menekankan bahwa pemahaman yang baik tentang pengelolaan uang dan utang sangat diperlukan agar mereka tidak terjebak dalam masalah finansial.
OJK, melalui berbagai program edukasi dan sosialisasi, berusaha untuk memberikan pengetahuan yang diperlukan kepada generasi muda agar mereka dapat membuat keputusan finansial yang lebih bijak.
Dengan adanya teknologi yang semakin berkembang, OJK juga berupaya untuk meningkatkan regulasi terkait pinjaman online dan sistem paylater. Hal ini bertujuan untuk melindungi konsumen, terutama generasi muda, dari risiko utang yang berlebihan dan perilaku konsumtif yang merugikan.
Kiki mengingatkan bahwa meskipun kemudahan akses terhadap pinjaman dapat memberikan manfaat, penggunaannya harus tetap bijak dan bertanggung jawab.
Dalam menghadapi tantangan ini, peran orang tua, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat penting untuk mendukung generasi muda dalam memahami nilai uang dan pentingnya perencanaan keuangan.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.