Logo
>

OJK Dukung Pendanaan Luar Negeri Jangka Pendek Perbankan

Ditulis oleh Pramirvan Datu
OJK Dukung Pendanaan Luar Negeri Jangka Pendek Perbankan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan bahwa OJK mendukung pengelolaan pendanaan luar negeri jangka pendek oleh perbankan nasional dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.

    "Otoritas Jasa Keuangan mendukung pengelolaan pendanaan luar negeri bank jangka pendek dengan prinsip kehati-hatian sehingga dapat diimplementasikan secara optimal di mana potensi risiko yang timbul dari kegiatan tersebut dapat termitigasi dengan baik," kata Dian di Jakarta, Selasa 16 Juli 2024.

    Dian menjelaskan bahwa utang luar negeri bank dalam valuta asing (valas) merupakan salah satu sumber pendanaan jangka pendek bagi perbankan nasional.

    Dalam menjalankan fungsi intermediasi, sumber pendanaan luar negeri jangka pendek ini dapat digunakan bank untuk mengoptimalkan pembiayaan berbagai kegiatan usaha di tengah suku bunga global yang tinggi serta ekspektasi depresiasi nilai tukar. Dian menambahkan bahwa arus kas masuk dari luar negeri dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sesuai dengan kapasitas yang ada.

    Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melakukan penyempurnaan kebijakan makroprudensial kontraksi Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) untuk memperkuat pengelolaan pendanaan luar negeri oleh bank, yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2024.

    Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Juni 2024 di Jakarta pada 20 Juni lalu, menjelaskan bahwa kebijakan ini mencakup pengaturan baru mengenai definisi dan cakupan pendanaan luar negeri untuk perhitungan batas maksimum pendanaan luar negeri jangka pendek bank, atau threshold RPLN.

    Rasio Pendanaan Luar Negeri

    Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) bank saat ini masih bertengger di sekitar 5,4 persen, angka yang jauh melampaui ambang batas 30 persen yang telah ditetapkan. Rasio ini diterapkan dengan parameter kontrasiklikal 0 persen, yang artinya batas ini dapat direvisi secara berkala tergantung pada kebutuhan ekonomi.

    Juda Agung, Deputi Gubernur BI, menjelaskan bahwa batasan 30 persen ini khusus untuk pinjaman luar negeri dengan tenor kurang dari 1 tahun. Sementara untuk pinjaman dengan tenor lebih panjang, bank-bank harus mendapatkan izin dari BI.

    “Kebijakan RPLN memiliki sifat dinamis, berubah sesuai kebutuhan ekonomi. Ketika ekonomi memerlukan pendanaan dari luar negeri, batas RPLN bisa ditingkatkan hingga 35 persen. Sebaliknya, jika dianggap berlebihan, bisa direvisi ke bawah hingga 25 persen,” ujar Juda dalam konferensi pers di kantor pusat BI.

    Secara detail, BI mempertimbangkan beberapa faktor seperti rasio modal, kredit bermasalah (NPL), dan posisi devisa neto (PDN) untuk mengevaluasi kemampuan bank-bank dalam mengelola pinjaman luar negeri.

    Meskipun kebutuhan pendanaan luar negeri bank masih signifikan, BI tetap menghadapi risiko tinggi dari faktor eksternal, terutama volatilitas nilai tukar. Oleh karena itu, RPLN masih dipertahankan pada batas 30 persen.

    Perry Warjiyo, Gubernur BI, menambahkan bahwa kebijakan RPLN juga mengatur kewajiban luar negeri jangka pendek terhadap modal bank dengan mempertimbangkan siklus keuangan, risiko eksternal, dan stabilitas sistem keuangan.

    “RPLN merupakan instrumen makroprudensial kontrasiklikal BI yang terus diperkuat untuk mengelola sumber pendanaan luar negeri bank dengan lebih efektif,” ungkap Perry dalam sesi RDG BI.

    Dengan demikian, kebijakan RPLN tidak hanya bertujuan untuk mengoptimalkan pengambilan dana dari luar negeri untuk mendukung perekonomian, tetapi juga untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dari risiko eksternal yang mungkin timbul.

    RPLN merupakan salah satu indikator makroprudensial yang digunakan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengukur seberapa besar kewajiban bank-bank di Indonesia terhadap dana dari luar negeri, khususnya yang memiliki jangka waktu pendek. RPLN dihitung sebagai persentase dari kewajiban luar negeri berjangka pendek terhadap modal inti bank.

    Tujuan Utama dan Pengaturan

    Tujuan utama dari pengaturan RPLN adalah untuk membatasi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh ketergantungan bank terhadap pendanaan dari luar negeri, terutama dalam situasi ketidakpastian ekonomi global atau volatilitas mata uang. Pengaturan ini juga bertujuan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan domestik, dengan mengendalikan risiko likuiditas dan risiko nilai tukar.

    BI menetapkan batas atas RPLN sebesar 30 persen, yang dapat disesuaikan secara dinamis berdasarkan kondisi ekonomi dan risiko yang ada. Ketika BI menaikkan batas atas RPLN, hal ini dapat memungkinkan bank untuk mengakses lebih banyak dana dari luar negeri, yang mungkin diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi atau untuk memenuhi kebutuhan kredit dalam negeri. Namun, peningkatan RPLN harus dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara manfaat ekonomi dan risiko yang terkait.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.