KABARBURSA.COM - Sejak pengawasan industri kripto resmi beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendekatan pengawasan mengalami perubahan besar. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan Digital, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengatakan peralihan ini tidak hanya berdampak pada metode pengawasan, tetapi juga mencakup pengaturan kategori aset kripto yang lebih terstruktur.
"Perubahan ini tentu berdampak juga pada cara pengaturan dan pengawasan terhadap aset kripto di Indonesia, antara lain dalam pendekatan pengaturan dan pengawasan," kata Hasan dalam Konferensi Pers OJK yang diikuti KabarBursa.com secara daring, Selasa 14 Januari 2025.
Hasan menjelaskan, di bawah Kementerian Perdagangan yang menaungi Bappebti, fokus pengawasan aset kripto lebih pada aspek perdagangan dan penyelenggaraan pasar berjangka. Namun, setelah beralih ke OJK, pendekatan pengawasan menjadi lebih luas.
"Kami akan menerapkan pendekatan yang lebih luas yang tidak hanya mencakup pengawasan terhadap transaksi dan perdagangan tetapi juga terhadap berbagai aspek pengembangan produk dan layanannya, aspek penawaran, dan aspek lain seperti pengawasan risiko dan dampak sistemik, aspek tata kelola, serta aspek integrasi dengan sektor keuangan lainnya," jelas Hasan.
Salah satu perubahan krusial adalah peningkatan perlindungan terhadap konsumen. Menurut Hasan, OJK memiliki mandat yang jelas untuk melindungi konsumen di sektor keuangan, termasuk aset kripto.
"Tentu dengan beralihnya pengawasan ke OJK, maka regulasi aset kripto kami harapkan akan dapat lebih terintegrasi dengan sistem pengawasan dan pengaturan dari berbagai sektor keuangan yang lebih luas seperti sektor lainnya, perbankan, pasar modal, dan yang lainnya," kata Hasan.
Pengawasan Berdasarkan Karakteristik
[caption id="attachment_10549" align="alignnone" width="400"] Mata uang kripto (Foto: Shutterstock).[/caption]
OJK memperkuat pengawasan terhadap aset kripto dengan menerapkan pendekatan yang menyesuaikan jenis dan karakteristik setiap aset. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan Digital, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menjelaskan pengawasan ini dirancang untuk mengakomodasi beragam sifat aset kripto.
Beberapa aset didukung oleh proyek, produk, utilitas, atau aset tertentu yang menjadi penopang nilainya, sementara sebagian lainnya tidak memiliki basis pendukung semacam itu.
“Dalam konteks pengaturan dan pengawasan oleh OJK, kami telah mengatur terkait hal ini yang telah dituangkan di dalam rumusan Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital termasuk aset kripto POJK 27/2024,” ujar Hasan dalam Konferensi Pers OJK yang diikuti KabarBursa.com secara daring, Selasa 14 Januari 2025.
Hasan mengatakan pengawasan untuk aset kripto berbasis proyek mengacu pada Pasal 8 Ayat 1 POJK 27 Tahun 2024. “Aset kripto yang diperdagangkan wajib memenuhi kriteria tertentu seperti menggunakan teknologi buku besar terdistribusi, memiliki utilitas ataupun didukung oleh aset tertentu,” katanya.
Selain itu, OJK memastikan transparansi dengan mewajibkan penerbit kripto berbasis proyek agar menyediakan informasi yang akurat dan lengkap. Hal ini tercantum dalam Pasal 8 Ayat 2 Huruf D dan E serta Pasal 123 POJK 27/2024, yang menekankan pentingnya keterbukaan informasi kepada konsumen sebelum bertransaksi.
Sementara itu, untuk aset kripto tanpa underlying, OJK berfokus pada mitigasi risiko spekulasi dan potensi manipulasi pasar. Ini diatur dalam Pasal 3 Ayat 2 POJK 27 Tahun 2024 dengan menekankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, manajemen risiko, mengedepankan integritas pasar, dan juga tentu perlindungan kepada konsumen OJK.
“Kami akan melakukan pengawasan ketat terhadap risiko spekulasi misalnya dan juga adanya potensi tindakan manipulasi pasar atau diperdagangannya,” kata Hasan.
Dalam kasus tertentu, Hasan mengimbuhkan, OJK memiliki kewenangan untuk melarang atau menghentikan perdagangan aset kripto yang dianggap tidak memenuhi kriteria. Kewenangan ini diatur dalam Pasal 5 Ayat 2 Huruf A POJK 27/2024.
Untuk memperkuat pengawasan, OJK mengoptimalkan peran bursa kripto. Pasal 9 dan Pasal 10 POJK 27/2024 mengatur bahwa bursa bertanggung jawab mengelola daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan, memantau transaksi, serta memastikan integritas pasar.
Selain itu, OJK mendorong peran asosiasi penyelenggara perdagangan aset kripto dalam mekanisme pengawasan mandiri. “Tentu kami berharap nanti industri akan juga melakukan mekanisme self-control dimana dapat melakukan pencegahan awal, mendeteksi secara lebih dini, dan juga menangani setiap risiko lebih awal dari kegiatan di aset kripto ini,” jelas Hasan.
Untuk menunjang hal tersebut, OJK berencana menyelaraskan koneksi data dan informasi antara pedagang aset kripto, bursa, lembaga kliring, serta lembaga penyimpanan aset kripto guna memperkuat transparansi dan meningkatkan efisiensi dalam pengawasan. Menurut Hasan, peran entitas-entitas tersebut sangat strategis dalam mendukung pengawasan dan pemantauan aktivitas transaksi di ekosistem perdagangan aset kripto.(*)