Logo
>

Orang Kaya Diminta Tahu Diri, jangan Makan Beras SPHP

Ditulis oleh KabarBursa.com
Orang Kaya Diminta Tahu Diri, jangan Makan Beras SPHP

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Masyarakat berpenghasilan tinggi diminta tidak membeli beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

    Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, bagi orang kaya seharusnya membeli beras premium.

    Dia menegaskan, beras SPHP ditujukan kepada masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Apalagi pengadaan beras SPHP disubsidi oleh pemerintah.

    "SPHP itu adalah beras yang memang ditujukan untuk kelompok kelas menengah ke bawah. Dan itu disubsidi oleh pemerintah. Sama saja dengan imbauan mobil mewah jangan pakai Pertalite, pakainya Pertamax," kata Bayu di Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2024.

    Meski begitu, Bayu tidak memungkiri, beras SPHP bisa dibeli oleh siapa pun. Tapi, dia mengimbau agar masyarakat kelas atas membeli beras premium.

    "Memang tidak bisa kit hindari, siapa saja, termasuk orang kaya bisa membeli SPHP. Tapi setidaknya kami sudah mengimbau mereka," ujar Bayu.

    Kata Bayu lagi, program beras SPHP merupakan cara dari Bulog dapat mengendalikan harga beras, dengan memastikan masyarakat menengah ke bawah tetap mendapatkan beras yang terjangkau.

    "Karena kelompok ini yang paling rentan dengan kenaikan harga. Jadi kita akan berusaha untuk membuat mereka berasnya tetap tersedia," ungkapnya.

    "Tentunya kami berharap orang yang berpendapatan tinggi membeli beras yang komersial, bukan beras subsidi ini," sambung Bayu.

    Untuk diketahui, beras SPHP adalah beras medium yang dikelola oleh Perum Bulog. Beras itu didistribusikan sebagai langkah dari pemerintah melalui BUMN Pangan menjaga ketersediaan dan harga beras.

    Beras SPHP dijual di pasaran harus sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium. Beras SPHP tidak hanya ada di pasar tradisional, Bulog juga mendistribusikan ke ritel modern hingga agen.

    Melalui SPHP diharapkan pemenuhan kebutuhan pasokan beras tercukupi, maka stabilitas harga beras medium di pasaran akan terjaga, sehingga daya beli masyarakat pun dapat terus dijaga.

    Produksi Beras Anjlok

    Produksi beras nasional mengalami penurunan konsisten sepanjang 10 tahun terakhir. Meskipun terdapat tren positif pada tiga tahun pertama dari sepuluh tahun terakhir, sisanya menunjukkan penurunan yang signifikan.

    Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2014, produksi beras domestik mencapai angka yang memukau, yaitu 41,18 juta ton.

    Pada tahun berikutnya, 2015, produksi meningkat sebesar 6,02 persen, mencapai 43,82 juta ton. Kenaikan ini berlanjut hingga 2016 dan 2017, dengan produksi masing-masing sebesar 46,13 juta ton dan 47,30 juta ton.

    Adapun rumus yang digunskan BPS adalah, total produksi gabah kering giling (GKG) dalam ton dikalikan dengan indeks konversi padi ke beras untuk mengukur total produksi beras dalam negeri.

    Sejak 2018, angka konversi ditetapkan sebesar 64,02 persen untuk mengonversi gabah kering panen (GKP) menjadi beras.

    Namun, sejak 2018, produksi beras di Indonesia mengalami penurunan yang konsisten. Pada 2019, produksi beras tercatat sebesar 31,31 juta ton, menurun sebanyak 2,63 juta ton atau 7,75 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 31,42 juta ton.

    Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi beras nasional mencapai 32 juta ton pada tahun 2025.

    Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada Senin, 26 Agustus 2024, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memproyeksikan produksi beras dari Januari hingga Oktober 2024 mencapai 26,93 juta ton. Konsumsi pada periode yang sama diperkirakan sebesar 25,73 juta ton.

    Dengan proyeksi ini, selisih produksi diperkirakan mencapai 1,19 juta ton untuk periode Januari-Oktober 2024. Amran juga memprediksi bahwa produksi beras pada September 2024 akan mencapai 2,87 juta ton, angka tertinggi dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir. Produksi pada Oktober juga diperkirakan akan mencapai 2,59 juta ton, menjadi yang tertinggi dalam empat tahun terakhir.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengklaim bahwa produksi beras pada Oktober 2024 diprediksi akan mencapai level tertinggi dalam dekade terakhir. Ia menyebut lonjakan produksi ini sebagai hasil dari intensifikasi program pompanisasi dan optimalisasi lahan (Oplah) oleh pemerintah.

    Amran menegaskan bahwa data ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), bukan hanya dari Kementerian Pertanian, sehingga kredibilitasnya tidak dapat diragukan.

    "Kami tidak mengeluarkan data, semuanya berasal dari BPS," ujarnya setelah rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin 26 Agustus 2024.

    Dia menjelaskan bahwa dari Agustus hingga Oktober, diperkirakan akan ada tambahan lebih dari satu juta ton beras dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan harga pasar beras mencapai Rp10.000 per kilogram, tambahan produksi ini dapat bernilai hingga USD10 triliun.

    Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga menekankan pentingnya pemfokusan kembali anggaran pada sektor produksi untuk mendorong swasembada pangan.

    "Anggaran untuk seminar dan kegiatan yang tidak penting kami alihkan ke sektor produksi. Kadang-kadang hal ini terabaikan oleh pengamat," katanya.

    Menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, penurunan produksi beras disebabkan oleh fenomena iklim El Niño yang menyebabkan kekeringan parah di Indonesia.

    "Efek dari El Nino dan kekeringan sangat terasa," ungkap Amran setelah Rapat Terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 11 Juni 2024.

    Meskipun ada proyeksi penurunan produksi beras, Amran enggan mengomentari kemungkinan penambahan kuota impor. "Kita doakan saja," ujarnya.

    Saat ini, pemerintah fokus pada peningkatan produksi dalam negeri meskipun menghadapi tantangan musim kemarau yang ekstrem.

    Salah satu langkah yang diambil adalah mempercepat program pompanisasi yang saat ini mencapai kemajuan 70 persen. Sisanya 30 persen akan diselesaikan sebelum Agustus, terutama di Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah, yang merupakan sentra padi utama.

    "Jika semua pompanisasi terpasang, kami berharap dapat mengurangi dampak kekeringan. Presiden memerintahkan untuk menyelesaikan 30 persen sisanya sebelum Agustus," terang Amran. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi