KABARBURSA.COM - Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari, memberikan tanggapan atas kebijakan pemerintah yang menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10 persen menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Menurut Azril, kebijakan ini tidak akan memberikan dampak positif jangka panjang bagi sektor pariwisata maupun daya beli masyarakat karena sifatnya yang sementara.
Azril mengkritik kebijakan tersebut, menyatakan bahwa penurunan harga tiket pesawat menjelang Nataru tidak menyelesaikan masalah mendasar yang dihadapi oleh sektor transportasi, terutama terkait dengan tingginya biaya operasional yang dipicu oleh melonjaknya harga avtur.
"Kalau harga tiket pesawat mau turun, itu harus turun terus, bukan hanya sementara untuk Nataru saja," ujar Azril kepada Kabarbursa.com, Rabu, 27 November 2024.
"Harga avtur kita sudah hampir naik 20 persen, dan itu mempengaruhi seluruh industri penerbangan." tambahnya.
Azril juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebijakan pemerintah yang hanya berlaku hingga minggu pertama Desember.
"Setelah itu, harga tiket pesawat bisa kembali naik. Kebijakan yang tidak konsisten ini justru akan mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah," katanya. Ia juga mempertanyakan, "Jika harga tiket sudah diturunkan, mengapa tidak diterapkan secara permanen? Kebijakan yang tidak konsisten hanya akan membingungkan masyarakat."
Selain itu, Azril menilai bahwa penurunan harga tiket pesawat tidak diiringi dengan langkah-langkah strategis lain yang mendukung sektor transportasi secara menyeluruh.
"Kenaikan harga bahan bakar lainnya, seperti bensin dan diesel, akan tetap berlanjut. Ini akan memberi dampak negatif pada daya beli masyarakat yang sudah semakin tertekan," tegasnya.
Azril juga menyoroti ketidaksinkronan kebijakan pemerintah dalam sektor transportasi. Ia mencatat bahwa sementara harga tiket pesawat diturunkan, ada kebijakan lain yang justru menaikkan harga bahan bakar dan mengurangi subsidi, yang berpotensi meningkatkan biaya operasional di sektor transportasi darat dan laut.
Menurut Azril, kebijakan yang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang dapat merugikan sektor-sektor vital seperti pariwisata dan transportasi.
"Kebijakan ini bersifat jangka pendek, dan itu berbahaya. Masyarakat mungkin akan merasa lega untuk sementara, tapi begitu harga kembali naik, mereka akan semakin terbebani," ungkapnya.
Azril menekankan pentingnya kebijakan yang lebih terencana dan berkelanjutan dalam mendukung daya beli masyarakat serta sektor-sektor strategis, seperti pariwisata.
"Pemerintah harus berpikir jangka panjang, bukan hanya mencari solusi instan yang bisa menenangkan situasi sesaat. Ini saatnya untuk merumuskan kebijakan fiskal yang benar-benar mendukung pemulihan ekonomi secara menyeluruh," pungkasnya.
Dengan adanya ketidakpastian kebijakan yang ada, Azril mengimbau agar pemerintah lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan perpajakan dan sektor transportasi agar tidak memperburuk kondisi ekonomi yang semakin tertekan.
Pemerintah Hanya Fokus Fuel Surcharge
Analis independen bisnis penerbangan nasional Gatot Rahardjo menilai bahwa pemerintah hanya mengincar pengurangan fuel surcharge dalam wacana penurunan harga tiket pesawat. Wacananya, pemerintah menurunkan harga sebelum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Sebenarnya, yang diturunkan itu fuel surcharge, yang akan berimbas pada penurunan harga tiket pesawat karena ini merupakan komponen yang secara otomatis membuat harga tiket lebih murah,” kata Gatot saat dihubungi oleh Kabarbursa.com, Jumat, 22 November 2024.
Bagi maskapai penerbangan sendiri, ujar Gatot, kemungkinan tidak akan begitu terdampak pada pemangkasan fuel surcharge. Ia juga tidak yakin akan mengurangi secara signifikan margin pendapatan maupun laba mereka.
“Penurunan harga tiket ini tidak akan banyak mempengaruhi margin maskapai. Sebab, beberapa biaya operasional lainnya seperti biaya PJP2U (biaya pelayanan penumpang di bandara) dan PSC (Passenger Service Charge) juga diturunkan 50 persen, serta harga avtur tetap stabil di 19 bandara utama,” jelas dia.
“Dengan adanya penurunan biaya-biaya tersebut, margin maskapai tetap terjaga meskipun harga tiket turun,” tambahnya.
Gatot juga menjelaskan bahwa kebijakan penurunan harga tiket ini hanya akan berlaku selama periode libur Nataru, yang berarti dampaknya bersifat sementara.
“Kebijakan ini berlaku hanya dalam periode liburan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. Artinya, penurunan harga tiket pesawat hanya akan berlaku dalam waktu terbatas, dan maskapai masih memiliki waktu untuk menyesuaikan kembali tarif setelah masa tersebut berakhir,” jelasnya.
Meskipun ada harapan bahwa kebijakan ini dapat mendorong lebih banyak volume penumpang, Gatot menekankan pentingnya efisiensi operasional maskapai agar tetap dapat menjaga kinerja keuangan.
Tanpa adanya perbaikan dalam struktur biaya, meski ada peningkatan penumpang, keuntungan maskapai bisa tetap tertekan.
Adapun terkait dengan kemungkinan subsidi dari pemerintah, Gatot menyatakan bahwa subsidi langsung kepada maskapai belum menjadi bagian dari kebijakan ini
“Saat ini, fokusnya lebih pada penurunan biaya operasional dan bukan pada pemberian subsidi langsung kepada maskapai. Namun, jika situasi berubah dan diperlukan langkah-langkah lanjutan, kita tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah bisa memberikan dukungan lebih lanjut,” ungkap Gatot.
Namun, untuk memastikan kelangsungan keberlanjutan industri penerbangan, efisiensi biaya dan manajemen keuangan yang cermat tetap menjadi kunci utama. (*)