Logo
>

Panen Minyak Sawit Suram, Bagaimana Masa Depan Emiten?

Ditulis oleh Yunila Wati
Panen Minyak Sawit Suram, Bagaimana Masa Depan Emiten?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Prospek panen minyak sawit Indonesia tampaknya suram tahun ini, dipicu oleh cuaca kering yang berkepanjangan dan usia pohon yang sudah menua. Kondisi ini diperkirakan akan menghambat produksi, memperketat pasokan global, dan menjaga harga tetap tinggi.

    Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Dewan Minyak Sawit Indonesia, produksi minyak sawit Indonesia, yang merupakan produsen terbesar di dunia, diperkirakan stagnan atau bahkan turun hingga 5 persen dibandingkan dengan produksi 2023. Ini menjadi kenyataan yang cukup mengejutkan, mengingat sebelumnya kelompok industri yang mewakili produsen dan penyuling sempat optimis dengan perkiraan peningkatan produksi di awal tahun.

    Amerika Serikat juga memperkirakan cadangan minyak kelapa sawit global akan menyentuh titik terendah dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu, Malaysia, yang merupakan produsen terbesar kedua di dunia, turut menghadapi tantangan pasokan akibat pohon-pohon tua dan kekurangan tenaga kerja. Minyak sawit dan turunannya sangat penting, karena digunakan dalam berbagai produk mulai dari sabun, es krim, hingga bahan bakar.

    Pada tahun lalu, Indonesia mencatat rekor produksi sebesar 54,84 juta ton minyak kelapa sawit, setelah mengalami penurunan produksi selama tiga tahun berturut-turut. Namun, Gapki memperkirakan produksi tahun ini akan menyusut menjadi sekitar 52 hingga 53 juta ton.

    Kondisi cuaca menjadi faktor utama dalam penurunan ini. Sekitar sepertiga kawasan penghasil minyak kelapa sawit utama di Indonesia, termasuk Sumatera dan sebagian Kalimantan, mengalami curah hujan yang lebih rendah dari biasanya pada bulan Juli, ujar M. Hadi Sugeng, Sekjen Gapki. Tren ini diperkirakan akan berlanjut, sehingga memperkuat prediksi bahwa produksi tahun ini bisa turun hingga 5 persen dibandingkan proyeksi awal yang memperkirakan kenaikan 5 persen.

    Produksi Menurun

    Laporan terbaru dari Dinas Pertanian Luar Negeri AS menunjukkan bahwa produksi minyak sawit Indonesia dari Januari hingga Juni menurun sebesar 2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan pohon-pohon menghasilkan lebih banyak bunga jantan, yang pada akhirnya mengurangi volume tandan buah segar.

    Selain cuaca, masalah pohon-pohon yang menua juga menjadi tantangan besar bagi industri minyak sawit. Banyak perkebunan kecil di Indonesia yang sudah berusia lebih dari 25 tahun dan sangat membutuhkan replanting (penanaman ulang) untuk meningkatkan produktivitas, kata Sahat Sinaga, Penjabat Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia.

    Produksi tandan sawit segar dilaporkan merosot hingga 700 kilogram per hektar di beberapa perkebunan, turun dari 830 kilogram sebelumnya, menurut Sinaga. Dewan memperkirakan produksi Indonesia tahun ini akan turun sebesar 3 persen, bertentangan dengan perkiraan kenaikan pada Januari lalu.

    "Saya sangat khawatir, kejayaan Indonesia dalam minyak kelapa sawit bisa memudar jika masalah ini tidak segera ditangani," ungkap Sinaga.

    Sementara itu, dilaporkan bahwa harga minyak kelapa sawit terus naik selama empat hari berturut-turut dalam sesi perdagangan kemarin, menjadikannya lebih mahal daripada minyak kedelai yang biasanya memiliki harga premium. Kenaikan ini didorong oleh ekspektasi pembelian besar dari importir utama.

    India, sebagai pembeli minyak nabati terbesar di dunia, tengah mempersiapkan festival Diwali, sementara China juga diprediksi akan meningkatkan stoknya, menurut Abdul Hameed, Direktur Penjualan di Manzoor Trading, Lahore. Konsumsi minyak goreng di Asia Selatan biasanya melonjak antara September dan November, seiring dengan perayaan berbagai festival Hindu, termasuk Diwali.

    Harga minyak kelapa sawit berjangka acuan di Kuala Lumpur naik 1,4 persen menjadi 3.921 ringgit per ton, penutupan tertinggi sejak 26 Juli. Minyak kedelai, yang merupakan pengganti terdekat kelapa sawit untuk makanan dan bahan bakar, naik 0,2 persen, dengan premiumnya atas minyak tropis minggu lalu menjadi negatif untuk pertama kalinya sejak Maret 2022.

    Emiten CPO Melemah

    Jika melihat dari kondisi di atas, sejumlah emiten CPO tampaknya juga mulai melemah. Sebut saja PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk dengan kode saham SMAR dan PT Astra Agro Lestari Tbk dengan kode saham AALI.

    Pada perdagangan hari ini, harga saham SMAR turun 0,28 persen menjadi Rp3.540 dari penutupan hari kemarin Rp3.550. SMAR adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, serta produk turunannya.

    Sementara AALI, pada perdagangan hari ini terlihat stagnan. Hingga pukul 11.59 WIB, harga sahamnya sama seperti penutupan perdagangan Senin, 26 Agustus 2024, yaitu di level Rp6.125.

    PT Astra Agro Lestari Tbk adalah anak usaha dari Astra International yang bergerak di bidang pertanian. Hingga akhir 2020, luas kebun kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan ini mencapai 287.604 hektar, yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79