KABARBURSA.COM – Harga emas global kembali mengalami tekanan pada perdagangan Rabu, 22 Oktober 2025waktu setempat. Tekanan lebih disebabkan oleh aksi ambil untung (profit taking) yang dilakukan pelaku pasar setelah reli agresif sejak awal Oktober.
Menurut laporan Reuters, harga emas spot turun 1,7 persen menjadi USD4.054,34 per ons pada pukul 24.42 WIB, setelah sempat melonjak ke level USD4.161,17 di awal sesi. Sementara itu, harga emas berjangka Amerika Serikat untuk pengiriman Desember juga mencatat penurunan sebesar 1,1 persen dan ditutup di USD4.065,40 per ons.
Penurunan ini terjadi setelah pada Selasa, 21 Oktober 2025, harga emas anjlok 5,3 persen dari rekor tertingginya di USD4.381,21 per ons.
Secara fundamental, tekanan harga ini lebih disebabkan oleh aksi ambil untung (profit-taking) investor setelah reli agresif beberapa pekan terakhir. Kenaikan harga emas yang mencapai sekitar 57 persen sepanjang tahun 2025 telah menjadikan aset ini sangat menarik bagi investor global, terutama di tengah ketegangan geopolitik, ketidakpastian ekonomi dunia, ekspektasi penurunan suku bunga AS, serta derasnya arus modal ke produk ETF berbasis emas.
Namun, dengan data inflasi Amerika Serikat (Consumer Price Index/CPI) yang dijadwalkan rilis pada Jumat, 24 Oktober 2025, sebagian pelaku pasar memilih untuk mengamankan keuntungan mereka lebih dulu.
Analis pasar komoditas David Meger dari High Ridge Futures menyebut, aksi ambil untung ini merupakan hal yang wajar, mengingat lonjakan harga yang sangat cepat belakangan ini. Ia menilai, pasar sedang melakukan penyesuaian menjelang data inflasi yang berpotensi mempengaruhi arah kebijakan moneter The Federal Reserve.
Mencari Tren Bullish Emas, Apakah Masih Ada?
Secara teknikal, emas masih memiliki area dukungan penting di sekitar rata-rata pergerakan 21 hari (21-day moving average) pada kisaran USD4.005 per ons. Level ini menjadi acuan penting bagi investor untuk menilai apakah tren bullish jangka menengah masih terjaga atau berisiko berbalik arah.
Meski harga emas mengalami koreksi tajam, prospek jangka menengah hingga panjang masih dipandang positif oleh banyak analis. Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank, Ole Hansen, menilai bahwa koreksi dan konsolidasi ini adalah bagian alami dari siklus kenaikan harga setelah reli yang luar biasa besar.
Hansen menegaskan bahwa faktor-faktor utama yang mendorong reli emas tahun ini, seperti ketidakpastian ekonomi global, prospek pelonggaran moneter, dan ketegangan geopolitik —, belum sepenuhnya hilang dan kemungkinan akan kembali mendukung harga emas hingga setidaknya tahun 2026.
Dari sisi makroekonomi, laporan CPI AS yang sempat tertunda akibat penutupan sebagian pemerintahan (government shutdown) diperkirakan akan menunjukkan inflasi inti stabil di 3,1 persen pada September.
Jika data ini sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi, peluang pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin oleh The Fed dalam pertemuan kebijakan pekan depan, semakin besar. Kondisi suku bunga yang lebih rendah biasanya menguntungkan bagi emas, karena logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil seperti obligasi atau deposito.
Dengan demikian, penurunan suku bunga akan meningkatkan daya tariknya sebagai aset lindung nilai.
Selain faktor ekonomi, dinamika geopolitik juga turut mempengaruhi sentimen pasar. Rusia dilaporkan sedang mempersiapkan potensi pertemuan puncak antara Presiden Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump.
Sementara, investor juga menantikan kepastian apakah Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pekan depan. Harapan akan meredanya ketegangan geopolitik dapat menekan permintaan terhadap aset aman seperti emas. dalam jangka pendek. Sebaliknya, jika justru menciptakan ketidakpastian baru, harga logam ini berpotensi kembali menguat.
Platinum Meroket, Harga Perak Mengikuti Emas
Sementara itu, kinerja logam mulia lain menunjukkan dinamika yang menarik. Perak spot turun 1,6 persen menjadi USD47,95 per ons, setelah sehari sebelumnya anjlok 7,1 persen.
Di sisi lain, platinum justru mencatat lonjakan 4,5 persen ke level USD1.620,83 per ons, dan paladium naik tipis 0,1 persen ke USD1.409,80 per ons. Lonjakan harga platinum kemungkinan didorong oleh permintaan industri dan spekulasi pasar terkait pasokan global.
Secara keseluruhan, kondisi pasar emas global saat ini merefleksikan fase penyesuaian yang sehat di tengah tren kenaikan jangka panjang. Investor tengah menahan diri sambil menantikan data inflasi AS yang akan menjadi katalis utama bagi pergerakan harga selanjutnya.
Jika data inflasi menunjukkan tanda-tanda pelemahan dan The Fed mengonfirmasi kebijakan dovish, emas berpeluang kembali menembus level psikologis USD4.200 per ons dalam waktu dekat. Namun, bila inflasi terbukti masih kuat, tekanan jual berpotensi berlanjut hingga harga mendekati area dukungan di sekitar USD4.000.
Dengan demikian, meskipun aksi ambil untung menekan harga emas dalam jangka pendek, sentimen pasar secara keseluruhan masih cenderung optimistis terhadap prospek jangka menengah dan panjang.
Emas tetap menjadi aset strategis bagi investor global dalam menghadapi lanskap ekonomi yang penuh ketidakpastian dan perubahan kebijakan moneter di berbagai negara besar.(*)