KABARBURSA.COM - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengungkap pemerintah dan DPR sepakat memasukkan asumsi penerimaan tambahan dari PPN 12 ke dalam target pendapatan negara APBN 2025.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menegaskan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak tahun 2021. Kenaikan PPN ini, tambahnya, sesungguhnya bukan peristiwa yang datang seketika.
Adapun sebelum 1 April tahun 2022 tarif PPN berlaku 10 persen. Lalu, setelah Undang Undang HPP berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12 persen, dengan demikian terjadi kenaikan bertahap.
“Namun, pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional,” kata Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam keterangan tertulis kepada awak media, di Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2024.
Selanjutnya, APBN 2025 telah diundangkan melalui Undang Undang Nomor 62 tahun 2024. UU HPP ini disepakati oleh seluruh fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang menolak pengesahan RUU tersebut menjadi undang-undang dan telah diundangkan dalam lembaran negara. Dengan demikian pemberlakukan PPN 12 persen berkekuatan hukum.
“Perlu kami sampaikan, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang HPP mengamanatkan sejumlah barang dan jasa yang tidak boleh dikenai PPN atau PPN 0 persen, antara lain ekspor barang dan jasa, pengadaan vaksin, buku pelajaran umum, buku pelajaran agama, kitab suci, pembangunan tempat ibadah, proyek pemerintah yang didanai dari hibah atau pinjaman luar negeri, barang dan jasa untuk penanganan bencana, kebutuhan pokok yang dikonsumsi rakyat banyak, serta pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan nasional yang bersifat strategis,” paparnya.
Dalam pembahasan APBN 2025, pemerintah dan DPR sepakat memasukkan target pendapatan negara dari PPN 12 persen untuk mendukung program strategis Presiden Prabowo Subianto, termasuk program quick win yang akan dibiayai APBN 2025.
Lanjutnya program-program strategis yang akan didanai APBN 2025 antara lain: Makan Bergizi Gratis (Rp71 trilun), Pemeriksaan Kesehatan Gratis (Rp3,2 triliun), Pembangunan RS Lengkap (Rp1,8 triliun), Pemeriksaan TBC (Rp8 triliun), Renovasi Sekolah (Rp20 triliun), Sekolah Unggulan (Rp2 triliun), dan Lumbung Pangan Nasional (Rp15 triliun).
Selain itu, dalam rapat kerja antara para Menteri Koordinator (Menko) dengan Banggar DPR pada tanggal 2 Desember 2024 juga disampaikan bahwa pada tahun 2027 pemerintah menargetkan swasembada beras.
“Dengan demikian, program-program di atas sesungguhnya sejalan dengan agenda PDI-Perjuangan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta mendorong program kesehatan yang inklusif. Atas dasar itulah, PDI Perjuangan berkomitmen untuk mengawal dan mengamankan demi suksesnya Program Quick Win di atas melalui dukungan terhadap APBN 2025,” pungkasnya
Pemerintah Jamin Keadilan Sosial
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa.
Kata dia lagi, kenaikan PPN ini dilakukan untuk mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Peningkatan pendapatan negara di sektor pajak penting untuk mendorong prioritas Presiden, baik dalam bidang pangan, energi, infrastruktur pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan sosial,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Kementerian.
Dia menjamin kebijakan ini tetap mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong.
Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memberikan sejumlah stimulus, seperti pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok serta bantuan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).
“Paket kebijakan ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung UMKM, menjaga stabilitas harga bahan pokok, dan mendorong kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari kenaikan PPN menjadi 12 persen, pemerintah akan menerbitkan peraturan pendukung, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Pemerintah (PP), guna memastikan implementasi kebijakan berjalan lancar.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, bahwa APBN memiliki fungsi distribusi yang mencerminkan prinsip keadilan. Kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“APBN adalah instrumen untuk menjaga stabilitas sekaligus menciptakan azas gotong royong. Yang mampu membantu, sementara yang tidak mampu akan dibantu dan dilindungi,” ujar Sri Mulyani.
Tak hanya itu, Airlangga menyebut pemerintah juga menyediakan stimulus bagi masyarakat menengah ke bawah, seperti penanggungan 1 persen PPN pada beberapa barang sehingga tetap dikenai pajak 11 persen. Kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan susu dikenakan PPN 0 persen.
Selain itu, bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk kelompok desil 1 dan 2 akan diberikan, serta diskon 50 persen biaya listrik untuk daya hingga 2.200 VA selama dua bulan.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi. Stimulus akan mendukung sektor produktif, menciptakan lapangan kerja, dan membangun optimisme masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
“Kebijakan ini dimaksimalkan untuk perlindungan dan stimulus, sekaligus mendorong sektor-sektor strategis agar mampu meningkatkan kegiatan produktif,” ujar Sri Mulyani. (*)