Logo
>

Pemerintah Siapkan Paket Ekonomi Hadapi Perang Tarif

Paket ekonomi yang sedang dibahas mencakup berbagai sektor penting, termasuk perizinan impor dan lainnya.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Pemerintah Siapkan Paket Ekonomi Hadapi Perang Tarif
Ilustrasi dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan paket ekonomi untuk mendukung dunia usaha dalam menghadapi dampak dari perang tarif yang dipicu oleh kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat. Paket ini dirancang untuk meringankan beban pelaku usaha, terutama yang berpotensi terdampak langsung oleh kebijakan tarif yang tidak seimbang antara Indonesia dan negara pesaing.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa paket ekonomi yang sedang dibahas mencakup berbagai sektor penting, termasuk perizinan impor, sistem layanan perpajakan dan kepabeanan, hingga pengaturan kuota dan sektor keuangan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dunia usaha Indonesia tetap kompetitif di tengah ketatnya persaingan perdagangan global.

    “Terkait dengan paket ekonomi, saat ini sedang dalam pembahasan, dan salah satunya tentu berkaitan dengan perizinan impor, seperti API, OSS, layanan perpajakan dan kepabeanan. Selain itu, juga terkait dengan pengaturan kuota dan termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan sistem pembayaran yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, Jumat, 18 April 2025.

    Selain itu, dalam konteks hubungan bilateral dengan Amerika Serikat, Indonesia juga terus mendorong kerja sama yang lebih mendalam di sektor-sektor strategis. Pemerintah Indonesia meminta agar Amerika Serikat memperdalam kerja sama di sektor perdagangan, investasi, energi, mineral penting, sektor finansial atau keuangan, sektor pertahanan, dan sektor pendidikan. 

    Indonesia juga menegaskan bahwa tarif yang berlaku saat ini belum mencerminkan level playing field jika dibandingkan dengan negara pesaing di kawasan ASEAN.

    “Indonesia juga meminta agar Amerika Serikat memperdalam kerja sama di sektor perdagangan, investasi, energi, mineral penting, sektor finansial atau keuangan, sektor pertahanan, serta sektor pendidikan. Kami juga menegaskan bahwa selama ini tarif yang berlaku belum mencerminkan level playing field jika dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia, termasuk di kawasan ASEAN,” lanjut Airlangga.

    Pemerintah Siapkan Paket Ekonomi untuk Industri Padat Karya dan Udang

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu, menambahkan bahwa paket deregulasi yang komprehensif akan segera dikeluarkan. Fokus utama adalah pada sektor-sektor yang terimbas langsung oleh tarif tambahan, seperti industri padat karya dan industri udang.

    “Kalau tadi ditanyakan apakah ada paket-paket ekonomi yang akan dikeluarkan oleh pemerintah dalam menghadapi perang tarif, tadi Pak Menko sudah menjelaskan bahwa akan ada paket deregulasi yang komprehensif. Namun, khusus untuk beberapa sektor yang akan terkena dampak, terutama dari perang tarif ini, seperti industri padat karya dan juga industri udang, saat ini sedang dipelajari langkah-langkah spesifik apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi sektor-sektor tersebut,” kata Mari dalam konferensi pers daring, Jumat, 18 April 2025.

    Lebih lanjut, Pangestu menjelaskan bahwa pemerintah juga telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tenaga Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang akan bertugas mengantisipasi dampak dari perang tarif terhadap ketenagakerjaan di sektor-sektor yang paling terdampak.

    “Pak Menko juga telah membentuk Satgas Tenaga Kerja dan PHK yang bertugas mengantisipasi dampak dari perang tarif terhadap ketenagakerjaan. Sementara itu, kita masih berada dalam tahap negosiasi dan belum dapat dipastikan apa yang akan terjadi dalam 30–60 hari ke depan,” tambah Mari.

    Paket Ekonomi Lebih Baik?

    Paket ekonomi sepertinya menjadi langkah baik yang saat ini dilakukan. Sebab, menghindari perang dagang sebenarnya sederhana, kata sebagian ekonom: cukup tidak membalas serangan. Sejauh ini, strategi itu tampaknya mulai menunjukkan hasil untuk sebagian besar negara di dunia, dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memutuskan menangguhkan sebagian tarif impor tertingginya selama tiga bulan.

    Tapi tidak semua negara ambil jalan damai. China, misalnya, justru langsung pasang kuda-kuda. Hasilnya? Mereka kini terjerumus dalam perang dagang terbuka dengan Amerika Serikat.

    Sekarang, negara-negara yang sedang berunding dengan Trump harus memilih: tetap memakai pendekatan damai, atau mulai melakukan pembalasan sebagai alat tawar-menawar. Masalahnya, aksi balas dendam dalam perang dagang bukan cuma menyakitkan buat ekonomi Amerika, tapi juga buat negara yang membalas.

    Uni Eropa sejauh ini menahan diri. Mereka belum menerapkan tarif balasan terhadap produk AS. Tapi mereka sudah siap dengan daftar barang-barang tertentu untuk dijadikan sasaran balasan, kalau Amerika nekat mengenakan tarif baja dan aluminium. Daftarnya tidak main-main—ada permen karet, selai kacang, sepeda motor, kapal, sampai payung taman. Tarif ini masih ditahan, tapi Uni Eropa sudah mengisyaratkan siap menerapkannya jika negosiasi buntu.

    Kanada juga bikin daftar balasan khusus terhadap produk Amerika, tapi beda dengan Uni Eropa, beberapa tarifnya sudah diberlakukan. Pemerintah Kanada telah menetapkan bea masuk untuk barang dan kendaraan Amerika senilai lebih dari USD40 miliar (sekitar Rp660 triliun), terutama untuk produk yang tidak sesuai dengan perjanjian dagang USMCA (Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada).

    Di sisi lain, dorongan untuk membalas sering kali datang dari tekanan politik dalam negeri. Di Eropa, misalnya, jajak pendapat menunjukkan mayoritas masyarakat mendukung aksi balasan terhadap Amerika.

    Namun secara ekonomi, langkah menaikkan tarif terhadap negara lain dianggap sama saja seperti menyakiti diri sendiri. Tarif impor akan menaikkan harga barang di pasar domestik, bikin investor berpikir dua kali, dan menurunkan daya saing industri dalam negeri yang bergantung pada bahan baku dari Amerika.

    “Secara teori ekonomi, pembalasan tarif selalu menyebabkan kerugian kesejahteraan. Satu-satunya situasi di mana hal itu bisa dibenarkan adalah saat Anda cukup yakin bahwa lawan akan mundur setelah dibalas,” kata Jun Du, ekonom dari Aston Business School, Inggris, dikutip dari The Wall Street Journal di Jakarta, Jumat, 18 April 2025.

    Pentingnya Divesifikasi Aset

    Dalam menghadapi ketidakpastian global yang kian memanas akibat perang tarif yang dipicu oleh kebijakan proteksionis Amerika Serikat, investor dituntut untuk lebih waspada dan cermat dalam mengambil langkah. Pemerintah Indonesia pun tengah bersiap dengan strategi konkret melalui paket ekonomi yang dirancang untuk melindungi dunia usaha dari dampak lanjutan perang dagang. 

    Di tengah gejolak ini, para investor dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang yang menuntut sikap bijak dan terukur.

    Paket ekonomi yang tengah disusun oleh pemerintah, seperti dijelaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mencakup berbagai sektor penting mulai dari perizinan impor, sistem perpajakan dan kepabeanan, hingga koordinasi dengan sektor keuangan melalui OJK dan Bank Indonesia. 

    Ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha nasional agar tetap kompetitif dalam perdagangan global yang mulai menunjukkan ketimpangan. Pemerintah juga mendorong pendalaman kerja sama strategis dengan Amerika Serikat di sektor perdagangan, energi, keuangan, hingga pertahanan. Namun di balik diplomasi itu, investor tak bisa hanya menunggu hasilnya.

    Bagi investor, kondisi global saat ini mengingatkan akan pentingnya diversifikasi. Menaruh seluruh aset dalam satu keranjang hanya akan memperbesar risiko ketika guncangan ekonomi melanda. 

    Sektor-sektor domestik seperti barang konsumsi, layanan kesehatan, telekomunikasi, hingga infrastruktur cenderung lebih tahan terhadap dampak eksternal dan bisa menjadi pilihan cerdas untuk melindungi portofolio. Di sisi lain, sektor padat karya dan industri berbasis ekspor seperti tekstil atau perikanan, yang kini jadi fokus perhatian pemerintah, perlu dicermati lebih hati-hati karena volatilitasnya.

    Sementara itu, langkah pemerintah membentuk Satuan Tugas Tenaga Kerja dan PHK sebagai respons terhadap kemungkinan gelombang pemutusan hubungan kerja menunjukkan bahwa dampak perang tarif tidak hanya bersifat makro, tapi juga akan menyentuh langsung sektor riil dan tenaga kerja. Ini menjadi pengingat bagi investor untuk memiliki cadangan likuiditas yang cukup agar tetap fleksibel dalam merespons dinamika pasar.

    Menariknya, di tengah ketegangan ini, beberapa negara memilih strategi yang berbeda. Uni Eropa, misalnya, masih menahan diri meski sudah menyiapkan daftar barang balasan untuk Amerika Serikat. Kanada bahkan sudah lebih agresif dengan mengenakan tarif balasan terhadap produk-produk AS. 

    Di sisi lain, beberapa negara justru memilih pendekatan damai tanpa melakukan aksi balasan yang dapat memperparah keadaan. Ini mencerminkan bahwa respons setiap negara sangat dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi domestik serta tekanan politik dalam negeri.

    Dari perspektif ekonomi murni, pembalasan tarif memang bukanlah solusi ideal. Kenaikan bea masuk akan memicu kenaikan harga barang di dalam negeri, menurunkan daya saing industri, dan bisa membuat investor enggan menanamkan modal baru. Karenanya, para ekonom menyarankan pendekatan yang lebih strategis: bertahan, beradaptasi, dan menavigasi ketidakpastian dengan kepala dingin.

    Dalam konteks ini, investor perlu terus mengikuti perkembangan kebijakan pemerintah, membaca arah geopolitik, dan bersiap dengan segala skenario. Ketika badai perang tarif melanda, hanya mereka yang berpikir panjang dan bergerak bijak yang akan mampu bertahan dan bahkan tumbuh. 

    Di tengah krisis, peluang tetap ada—bagi yang mampu melihat lebih dari sekadar arus berita, dan menempatkan strategi di atas emosi sesaat.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.