KABARBURSA.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Netty Prasetiyani Aher menyebut, angka pengangguran terbuka yang mencapai 19,31 juta orang per Februari 2024 dapat akan berimplikasi serius. Menurutnya, pengangguran terbuka perlu disiasati dengan serius oleh pemerintahan Prabowo Subianto mendatang.
"Angka pengangguran ini harus menjadi perhatian serius pemerintahan baru dengan menyiapkan langkah antisipasi. Jutaan keluarga di Indonesia akan merasakan dampak yang besar akibat tingginya pengangguran," ujar Netty dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 19 Oktober 2024.
Menurut Netty, besarnya pengangguran terbuka menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera mengambil langkah konkret. Salah satu contohnya adalah menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas.
“Setiap satu orang yang menganggur tentunya akan membawa dampak turunan berupa problem ekonomi, sosial, atau pendidikan dalam keluarganya. Misalnya, masalah penyediaan makanan bergizi, masalah kesehatan keluarga, hingga memicu timbulnya problem kerukunan rumah tangga," terangnya.
Menurut Netty, masalah pengangguran, terutama di kalangan lulusan baru dan pekerja muda, memperlihatkan ketidakpaduan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu, Netty menilai perlu penguatan program pelatihan keterampilan, terutama di bidang teknologi dan ekonomi kreatif, di sekolah kejuruan.
"Selain itu, pemerintah harus berani berinvestasi pada sektor tersebut untuk membuka peluang kerja yang lebih luas dan menjawab tantangan masa depan," jelasnya.
Lebih lanjut, Netty menilai pentingnya peningkatan kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan pendidikan tinggi untuk menciptakan ekosistem kerja yang mendukung inovasi dan perkembangan industri.
Dia menilai, pemerintah perlu mendorong program magang, pelatihan vokasi, dan inkubator bisnis bagi generasi muda, serta mempercepat pembangunan infrastruktur digital untuk membuka akses ekonomi yang lebih luas. Dengan begitu, Netty menilai regulasi ketenagakerjaan yang fleksibel perlu diperhatikan dengan tetap melindungi hak-hak pekerja.
"DPR RI akan terus mengawasi dan mengadvokasi kebijakan yang pro-rakyat, termasuk mempercepat langkah-langkah strategis dalam mengurangi angka pengangguran, memperbaiki kualitas pendidikan, dan mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas di seluruh sektor ekonomi,” tutupnya.
Pangsa Kerja Beralih
Dalam rentang waktu tahun 2018 hingga 2023, studi Next Policy mengungkap rata-rata pangsa pekerja miskin status sebagai karyawan, pegawai, dan buruh sebesar 31,8 persen. Sementara angka untuk kelas rentan miskin 37,6 persen, calon kelas menengah 43,7 persen, kelas menengah 54,7 persen, dan kelas atas 61,0 persen.
Sementara pada Maret 2018, Next Policy mencatat ada sebanyak 55,8 persen dari pekerja kelas menengah memiliki status pekerjaan sebagai karyawan, pegawai, dan buruh. Sedangkan pada Maret 2023, angka tersebut anjlok menjadi 52,8 persen.
Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono menilai, kejatuhan sektor formal terjadi seiring disrupsi yang marak di industri manufaktur. Dia menuturkan, sektor formal memberikan tingkat upah yang lebih tinggi dan jaminan kerja yang lebih baik dibandingkan sektor informal.
Menurutnya, kelas menengah memiliki ketergantungan yang tinggi pada sektor formal, terutama perusahaan besar dan menengah, sebagai penyedia lapangan kerja dengan tingkat penghasilan yang tinggi.
"Kejatuhan sektor formal-modern dalam tahun-tahun terakhir, terutama industri manufaktur yang banyak mengalami disrupsi usaha, penurunan omset dan penerimaan, krisis likuiditas, hingga penutupan usaha secara permanen, telah memukul kelas menengah dengan keras," kata Yusuf dalam studinya, dikutip Sabtu, 19 Oktober 2024.
Next Policy mengungkap, jumlah pekerja kelas menengah dengan status pekerjaan sebagai karyawan, pegawai, dan buruh anjlok dari 16,8 juta orang pada Maret 2018 menjadi tersisa 13,8 juta orang pada Maret 2023.
Seiring kejatuhan peran sektor formal dalam menyediakan lapangan kerja ini, Yusuf menyebut penduduk kelas menengah mengalami keruntuhan. Adapun penduduk kelas menengah dengan rentang usia 18-64 tahun turun dari 30,2 juta orang pada Maret 2018 menjadi 26,1 juta orang pada Maret 2023.
Berdasarkan studinya, Yusuf menuturkan, pada Maret 2018-Maret 2023 jumlah pekerja kelas menengah dengan status pekerjaan sebagai karyawan, pegawai, dan buruh, turun signifikan dari 16,8 juta orang menjadi 13,8 juta orang.
Di waktu yang sama, Yusuf mengungkap jumlah pekerja calon kelas menengah dengan status pekerjaan sebagai karyawan, pegawai, dan buruh, melonjak drastis dari 24,4 juta orang menjadi 28,6 juta orang.
Meski demikian, Yusuf menilai turunnya peran sektor formal sebagai penyedia lapangan kerja yang berkualitas bagi kelas menengah tidak selalu dalam bentuk pemutusan hubungan kerja. Adapun jatuhnya peran sektor formal dan runtuhnya kelas menengah terjadi seiring anjloknya daya beli dan konsumsi kelas menengah karena beralihnya pangsa kerja.
"Jatuhnya daya beli dan konsumsi kelas menengah lebih banyak disebabkan oleh beralihnya pekerja kelas menengah ke pekerjaan baru dengan penghasilan yang lebih rendah, yang pada gilirannya membuat mereka turun kelas ke kelas ekonomi yang lebih rendah," ungkapnya. (*)