Logo
>

Pemilu AS 2024 dan Dampak bagi Pasar Keuangan

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemilu AS 2024 dan Dampak bagi Pasar Keuangan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemilihan Umum Amerika Serikat (Pemilu AS) atau Pilpres AS, akan digelar, Selasa, 5 November 2024 waktu setempat, dan para investor kini berada dalam kondisi waspada.

    Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebijakan ekonomi antara Kamala Harris dan Donald Trump, yang dapat mempengaruhi pasar keuangan secara signifikan.

    Keputusan terkait pajak, regulasi, kebijakan energi, dan perdagangan akan menjadi faktor kunci dalam volatilitas pasar, tergantung pada siapa yang terpilih dan bagaimana kekuatan di Kongres akan terbagi.

    Analis Keuangan dari Octa Broker, Kar Yong Ang, menjelaskan perbedaan visi ekonomi kedua kandidat serta potensi reaksi pasar pasca pemilu, yang menjadi panduan penting bagi trader di tengah ketidakpastian.

    Dengan pemilu presiden AS yang hanya jam, investor dan trader bersiap-siap untuk dampaknya terhadap pasar. Meski Harris dan Trump memiliki tujuan yang serupa, seperti menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan sektor manufaktur, pendekatan ekonomi mereka sangat berbeda. Oleh karena itu, reaksi pasar keuangan kemungkinan akan bervariasi tergantung pada hasil pemilu.

    Perubahan kekuasaan di Capitol Hill juga perlu diperhatikan, mengingat 33 dari 100 senator dan seluruh anggota DPR akan mencalonkan diri kembali bulan ini.

    "Di Octa Broker, kami ingin memberikan perspektif mengenai harapan dari pemilu mendatang dan dampak yang mungkin terjadi pada pasar keuangan, termasuk emas dan dolar AS," kata Ang dalam pernyataannya yang dikutip, Senin, 4 November 2024.

    Kebijakan Pajak

    Kamala Harris umumnya mendukung peningkatan pajak, terutama bagi kalangan kaya. Ia mengusulkan kenaikan tarif pajak penghasilan tertinggi menjadi 39,6 persen dari sebelumnya 37 persen dan memperkenalkan pajak minimum 25 persen bagi individu dengan kekayaan bersih di atas USD100 juta, termasuk pada keuntungan modal yang belum terealisasi.

    Selain itu, ia juga ingin menaikkan pajak keuntungan modal menjadi 28 persen dari 20 persen dan tarif pajak perusahaan menjadi 28 persen.

    Sebaliknya, Donald Trump menjadikan pemotongan pajak sebagai inti dari platform ekonominya. Ia percaya bahwa pengurangan pajak tidak hanya memiliki dasar ideologis tetapi juga sebagai strategi untuk mendorong perusahaan manufaktur tetap beroperasi di AS dan menghindari alih daya.

    Trump berjanji akan menurunkan tarif pajak perusahaan menjadi 15 persen dari 21 persen untuk perusahaan yang berproduksi di Amerika. Ia juga berencana memperpanjang pemotongan pajak individu yang diimplementasikan pada 2017, yang dijadwalkan berakhir pada 2025.

    Dalam hal regulasi, Harris tidak mendukung deregulasi. Ia berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan di sektor perbankan dan mendukung persyaratan modal baru bagi bank besar. Harris juga berjanji akan memberlakukan larangan kenaikan harga yang tidak wajar untuk makanan dan bahan pokok.

    Meskipun memulai karir politiknya di Silicon Valley, ia kini mendorong regulasi untuk mengatasi risiko yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (AI) dan menambah aturan privasi data, serta mendukung pendekatan federal untuk tata kelola AI.

    Sementara itu, Trump meyakini pentingnya regulasi yang lebih sedikit dan ingin memangkas birokrasi, terutama di sektor AI dan cryptocurrency.

    Partai Republik secara umum mendukung hak individu untuk menambang Bitcoin dan mengelola aset digital secara mandiri, serta berencana membatalkan perintah eksekutif Presiden Biden terkait AI yang mereka anggap menghambat inovasi.

    Kebijakan energi

    Kamala Harris dikenal sebagai pendukung energi bersih dan terbarukan. Ia sebelumnya mengadvokasi penerapan "biaya polusi iklim" dan mengusulkan penghapusan subsidi federal untuk bahan bakar fosil. Meski demikian, ia menyatakan bahwa ia tidak mendukung larangan terhadap rekahan hidraulik dan tetap mendukung ekstraksi minyak dan gas.

    Di sisi lain, Donald Trump berkomitmen untuk mendukung industri minyak dan gas dengan menyetujui pembangunan jaringan pipa baru dan memperbolehkan rekahan hidraulik di lahan federal.

    Secara umum, Trump kurang mendukung energi terbarukan dan telah mengindikasikan bahwa ia akan mempertimbangkan untuk menghapus insentif pajak bagi pembelian kendaraan listrik.

    Kebijakan luar negeri

    Kamala Harris sejalan dengan kebijakan Presiden AS saat ini, Joe Biden, yang menyatakan bahwa Amerika Serikat akan mendukung Ukraina "selama diperlukan" dan mendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

    Ia juga mendukung kerjasama militer dalam NATO dan mengadvokasi kolaborasi dengan Tiongkok untuk menghadapi tantangan global utama.

    Sementara itu, Donald Trump mengambil pendekatan lebih agresif terhadap Tiongkok, menganggap negara tersebut sebagai pesaing strategis dan berupaya mengurangi defisit perdagangan yang signifikan antara kedua negara.

    Trump adalah pendukung kuat Israel dan memiliki sikap yang keras terhadap Iran. Ia ingin menjadi perantara dalam negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina, dan kemungkinan besar tidak akan melanjutkan pemberian bantuan militer kepada Ukraina.

    Perdagangan

    Kamala Harris berpendapat bahwa pakta perdagangan harus mencakup perlindungan bagi pekerja Amerika dan lingkungan. Meskipun tidak mendukung penerapan tarif baru, ia menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada perdagangan dengan Tiongkok.

    Di sisi lain, Donald Trump mengadopsi pendekatan proteksionis, berjanji untuk menghentikan alih daya produksi dan menjadikan AS sebagai kekuatan manufaktur. Ia telah mengusulkan tarif antara 10 persen hingga 20 persen untuk hampir semua impor, serta tarif tinggi, mencapai 60 persen atau lebih, untuk barang dari Tiongkok. Trump juga berencana untuk merundingkan ulang perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara.

    Kar Yong Ang menyoroti dua hal penting yang harus diingat setelah hasil pemilu Presiden AS diumumkan. Pertama, kemenangan salah satu kandidat akan memiliki dampak besar, dan kedua, komposisi baru Badan Legislatif juga akan menentukan arah kebijakan.

    Ia menjelaskan bahwa jika Harris atau Trump menang dengan mayoritas tipis atau jika hasil Electoral College tidak jelas, hal itu dapat menyebabkan kegelisahan di kalangan investor dan meningkatkan volatilitas pasar.

    "Hasil yang bertentangan dapat menciptakan perselisihan dan menunda keputusan ekonomi penting, bahkan dapat menyebabkan keresahan sosial dan kekerasan dalam skenario terburuk," tuturnya.

    Kar Yong Ang juga menekankan pentingnya komposisi DPR dan Senat dalam menentukan keseimbangan kekuasaan dan arah legislasi.

    Menurut simulasi dari ABC News, Partai Republik diperkirakan akan menguasai Senat, dengan peluang Partai Demokrat untuk merebut kendali sangat kecil. Namun, untuk DPR, peluangnya seimbang 50/50, yang menunjukkan ada empat skenario potensial yang bisa terjadi dalam pemilu ini.

    Skenario 1 dan 2

    Skenario 1 dan 2 berasumsi bahwa Kamala Harris terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, tetapi dengan kekuasaan eksekutif yang terbatas, terutama jika Partai Republik menguasai baik DPR maupun Senat. Dalam situasi ini, inisiatif kebijakan Harris kemungkinan akan diblokir atau mengalami perubahan signifikan.

    Lingkungan politik yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi ini akan menciptakan tantangan besar bagi investor, dengan potensi kinerja ekonomi yang buruk, penurunan saham, dan pelemahan dolar AS. "Pemerintahan yang terhambat oleh disfungsi dan kebuntuan merupakan skenario terburuk bagi ekonomi dan dolar AS. Ada kemungkinan tinggi untuk kelumpuhan pemerintah dalam jangka panjang, yang pasti akan berdampak negatif pada pasar saham AS," jelas Kar Yong Ang.

    Inisiatif progresif Harris terkait iklim dan lingkungan akan terhambat, sedangkan kebijakan fiskal dan ekonomi akan menjadi sumber perdebatan utama, mengarah pada kebuntuan anggaran.

    Selain itu, masa kepresidenan Harris dapat menyebabkan penurunan belanja pemerintah, berpotensi memicu deflasi dan mendorong Federal Reserve untuk terus menurunkan suku bunga. Namun, langkah ini juga bisa berdampak negatif terhadap nilai dolar AS dalam jangka panjang.

    Di sisi lain, pelemahan dolar mungkin menguntungkan komoditas, terutama emas, yang akan menjadi lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lain. Konflik yang berkepanjangan di Eropa Timur di bawah pemerintahan Harris, yang lebih memilih penyediaan senjata dibandingkan mendorong kesepakatan damai, juga akan menjadi faktor pendorong bagi komoditas.

    Secara keseluruhan, masa kepresidenan Harris diperkirakan akan disambut dengan reaksi negatif di pasar ekuitas AS, khususnya di sektor energi. Meskipun perusahaan yang berfokus pada energi terbarukan mungkin berkinerja lebih baik, mereka tetap akan menghadapi tantangan dalam jangka panjang akibat kesulitan Harris dalam mendorong agenda lingkungannya. Dolar AS hampir pasti akan mengalami penjualan, sementara euro dan yuan Tiongkok diperkirakan akan menguat.

    Skenario 3 dan 4

    Dalam analisis mengenai kemungkinan masa depan di bawah kepemimpinan Donald Trump sebagai Presiden AS, terdapat dua skenario utama. Skenario pertama mengasumsikan bahwa kekuasaan eksekutif Trump terbatas oleh DPR yang dikuasai oleh Demokrat. Skenario kedua, sebaliknya, melihat Trump meraih kemenangan besar dengan Partai Republik yang menguasai kedua dewan Kongres.

    Jika skenario kedua terwujud, investor diperkirakan akan merespons positif, setidaknya dalam jangka pendek, karena Trump berjanji untuk mengurangi regulasi dan menurunkan pajak. Ini diproyeksikan akan mendorong kenaikan indeks saham dan penguatan dolar. Namun, ada kekhawatiran jangka panjang terkait dampak kebijakan perdagangan Trump.

    “Ketakutan terhadap keberlanjutan utang AS kemungkinan akan meningkat jika Trump memperpanjang pemotongan pajak, yang dapat memperlebar defisit fiskal dan memaksa Federal Reserve untuk mengadopsi kebijakan yang lebih ketat,” ungkap Kar Yong Ang.

    Ia juga menambahkan bahwa kemenangan telak Partai Republik dapat memberikan dorongan bagi dolar AS dalam jangka menengah. Pemotongan pajak yang bersifat inflasi dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, berpotensi menghentikan penurunan suku bunga oleh Fed.

    Namun, defisit AS yang besar diperkirakan akan semakin melebar. Menurut Reuters, kebijakan pemotongan pajak Trump dapat menambah defisit federal antara USD3,6 triliun hingga USD6,6 triliun selama sepuluh tahun ke depan.

    Di satu sisi, pemotongan pajak mungkin dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya mendukung harga minyak, terutama dengan kemungkinan sanksi lebih ketat terhadap Iran. Di sisi lain, produksi minyak dan gas alam AS bisa meningkat karena dukungan pemerintah terhadap perusahaan energi fosil.

    Sementara itu, kebijakan perdagangan mungkin bukan fokus utama Trump, namun kemungkinan adanya tarif baru pada 2025-2026 tetap ada, dengan dampak negatif terutama bagi Tiongkok dan mata uangnya, yuan.

    Keberhasilan Trump juga diperkirakan akan menjadi pendorong utama bagi industri kripto, mengingat dukungannya terhadap mata uang digital dan gagasannya tentang cadangan Bitcoin nasional.

    Secara keseluruhan, analisis menunjukkan bahwa masa kepresidenan Trump akan disambut dengan sentimen positif di pasar ekuitas AS, terutama di sektor energi. Perusahaan energi terbarukan kemungkinan akan kesulitan, sementara bitcoin diperkirakan akan menguat, dan mata uang seperti euro serta yuan akan mengalami tekanan.

    Meskipun demikian, sebagian pasar mungkin telah memperhitungkan potensi kemenangan Trump. Oleh karena itu, ada kemungkinan dalam skenario klasik “beli rumor, jual berita,” bahwa harga aset tersebut akan turun segera setelah pemilu, meskipun ada kemungkinan dukungan berlanjut hingga 2025. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi