KABARBURSA.COM - Pendapatan negara dipastikan tidak akan terganggu meski pemerintah telah menerbitkan aturan larangan penjualan rokok secara eceran atau per batang.
Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP), Riko Noviantoro memandang kebijakan tersebut dari dua sisi.
Kata Riko, secara medis rokok bisa mengganggu kesehatan bagi masyarakat, sehingga sepatutnya pemerintah memberikan batasan terhadap rokok.
"Karena rokok secara medis terbukti memicu gangguan kesehatan. Dari sisi ini, sepatutnya pemerintah melakukan pembatasan secara ketat," kata Riko kepada Kabar Bursa, Selasa, 6 Agustus 2024.
Namun, lanjut Riko, di sisi lain, rokok juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara dengan memberikan cukai yang cukup signifikan. Selain itu, industri ini juga menyerap tenaga kerja yang banyak.
"Industri rokok itu menjadi satu bagian dari bisnis atau bidang industri yang menyerap tenaga kerja cukup baik," kata dia.
Karena itu, Riko memandang kebijakan dilarangnya penjualan rokok eceran merupakan solusi untuk menjaga kesehatan masyarakat dengan tidak menekan pendapatan negara.
"Maka dengan demikian pembatasan rokok eceran sebagai solusi cegah penggunaan rokok secara berlebihan. Atau bagian dari melindungi kesehatan warga dengan tidak menekan pendapatan negara," tuturnya.
Seperti diketahui, kebijakan larangan menjual rokok secara eceran diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Peraturan ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 26 Juli 2024, dan mulai berlaku segera setelah diterbitkan.
Dengan diterapkannya peraturan ini diharapkan dapat melindungi kesehatan masyarakat dan pengendalian konsumsi produk tembakau.
"Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: a. menggunakan mesin layan diri; b. kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil; c. secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik," bunyi penggalan Pasal 434 aturan tersebut yang dikutip, Selasa, 30 Juli 2024.
Selain ketentuan mengenai penjualan rokok secara eceran, peraturan ini juga mengatur larangan lainnya.
Setiap individu atau pihak yang menjual produk tembakau dan rokok elektronik tidak diperbolehkan menempatkan barang dagangan mereka di area sekitar pintu masuk dan keluar, atau di lokasi yang sering dilalui oleh publik. Penjualan produk tersebut juga dilarang dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan (sekolah) dan tempat bermain anak.
Selain itu, juga dilarang penggunaan situs web, aplikasi elektronik komersial, dan media sosial untuk menjual produk tembakau dan rokok elektronik.
Langkah-langkah ini dirancang untuk meminimalkan paparan dan akses terhadap produk tembakau, terutama di area yang rentan dan bagi kelompok yang lebih sensitif.
Dalam Pasal 443 peraturan ini, dijelaskan bahwa setiap Pemerintah Daerah diharuskan untuk menerapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya melalui pembuatan Peraturan Daerah (Perda).
Kawasan tanpa rokok ini mencakup beberapa area penting, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, area tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum dan lokasi lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman dari paparan asap rokok di berbagai area yang dianggap sensitif dan penting bagi kesehatan masyarakat.
Lebih rinci, peraturan ini mengatur kewajiban untuk menyediakan area khusus merokok di tempat kerja, tempat umum, dan lokasi lainnya. Namun, pengecualian diberlakukan untuk tempat-tempat yang dapat menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
Bagi toko atau warung yang melanggar peraturan ini akan dikenakan sanksi administratif yaitu dari peringatan tertulis, hingga penarikan produk atau penutupan atau larangan berjualan di lokas yang ditentukan. Hal ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 433 ayat (7) dari peraturan yang berlaku.
Peringatan tertulis bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang melanggar agar memperbaiki kesalahan, sementara penarikan produk atau penutupan dilakukan untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan.
9 Juta Pedagang Terancam
Sementara itu, Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) berpendapat, PP No. 28/2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dapat mengancam kelangsungan usaha pedagang pasar.
Ketua Umum APARSI Suhendro mengatakan, salah satu ketentuan yang menjadi perhatian adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari sekolah, tempat pendidikan, dan fasilitas bermain anak, serta larangan menjual rokok secara eceran, yang dinilai masih ambigu.
"Kami menolak keras dua ketentuan ini karena beberapa alasan. Banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah dan fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga berpotensi menurunkan omzet pedagang pasar yang bergantung pada penjualan produk tembakau. Ini akan menciptakan masalah baru bagi kami," kata Suhendro, Minggu, 4 Agustus 2024.
Suhendro menjelaskan bahwa larangan produk tembakau dalam PP Kesehatan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang baru mulai pulih dari dampak pandemi beberapa tahun lalu.
"Jika peraturan ini diterapkan, kami memperkirakan penurunan omzet usaha sebesar 20 sampai dengan 30 persen, bahkan kemungkinan penutupan usaha karena produk tembakau merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi pedagang pasar," tegasnya. (*)