KABARBURSA.COM – Sektor perbankan sepertinya bakal memulai 2026 dengan mesin yang cukup panas. PT Pemerangkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat adanya lonjakan penerbitan obligasi dan sukuk koperasi yang mencapai 56,88 persen.
Pefindo mencatat total penerbitan mencapai Rp198,81 triliun. Jumlah ini melonjak hampir 57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Artinya, korporasi mulai agresif memanfaatkan pasar surat utang sebagai instrument pembiayaan utama.
Penurunan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia di sepanjang 2025 ini menjadi katalis positif bagi peningkatan penerbitan sukuk dan obligasi. Penurunan biaya dana membuat keduanya menjadi lebih menarik, baik untuk refinancing maupun ekspansi.
Namun, ada hal yang mulai bergeser. Rasio penerbitan terhadap surat utang jatuh tempo, yang mencapai 137 persen, memperlihatkan bahwa pasar tidak lagi didominasi oleh upaya memperpanjang tenor utang lama, melainkan mulai diarahkan untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang nyata.
Pergeseran ini menjadi penting, mengingat pada 2024 rasio tersebut masih berada di level 96 persen. Penerbitan nyaris hanya menutup kewajiban jatuh tempo. Sedangkan tahun ini, korporasi tidak lagi bersikap defensif, tetapi mulai memanfaatkan ruang pendanaan.
Tujuannya untuk memperluas kapasitas usaha, meningkatkan belanja modal, dan mengunci biaya dana jangka menengah hingga panjang di saat kondisi pasar mendukung.
Kemudian dari sisi sektoral, dominasi multifinance dan perbankan tetap menjadi tulang punggung pasar surat utang. Di sini, peran sektor keuangan sebagai perantara utama pembiayaan di tengah pertumbuhan kredit dan pembiayaan yang masih solid.
Kehadiran sektor industri bubur kertas, pertambangan, serta pembiayaan non-multifinance memperlihatkan bahwa kebutuhan modal kerja dan capex di sektor berbasis komoditas masih tinggi, seiring dengan dinamika harga global dan kebutuhan ekspansi kapasitas produksi.
Menariknya, peningkatan penerbitan ini juga berjalan seiring dengan bertambahnya kedalaman pasar. Outstanding obligasi dan sukuk korporasi yang mencapai Rp539,7 triliun hingga November 2025 menunjukkan ekspansi basis instrumen yang berkelanjutan.
Kenaikan jumlah emiten penerbit dari 176 menjadi sekitar 184 perusahaan memperkuat indikasi bahwa pasar surat utang tidak hanya didominasi pemain lama, tetapi mulai menarik partisipasi emiten baru yang melihat obligasi dan sukuk sebagai alternatif pendanaan yang kredibel.
Jika dibaca lebih jauh, tren ini mencerminkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dari dua sisi sekaligus. Dari sisi korporasi, ada keyakinan bahwa kondisi ekonomi dan arus kas ke depan cukup stabil untuk menanggung kewajiban bunga dan pokok.
Dari sisi investor, meningkatnya penyerapan surat utang menandakan kepercayaan terhadap fundamental emiten serta stabilitas makroekonomi yang relatif terjaga.
Namun demikian, pertumbuhan pesat ini juga membawa implikasi lanjutan. Dengan outstanding yang terus meningkat, kualitas kredit dan disiplin penerbit akan menjadi faktor krusial. Pasar yang semakin matang tidak hanya ditandai oleh volume yang besar, tetapi juga oleh selektivitas investor terhadap profil risiko emiten.
Dalam konteks ini, peran lembaga pemeringkat seperti Pefindo menjadi semakin strategis untuk menjaga transparansi dan kredibilitas pasar.
Secara keseluruhan, data Pefindo menunjukkan bahwa pasar obligasi dan sukuk korporasi Indonesia pada 2025 telah memasuki fase ekspansi yang lebih sehat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penerbitan yang melampaui kebutuhan refinancing, basis emiten yang bertambah, serta dukungan lingkungan suku bunga rendah membentuk fondasi yang kuat bagi pertumbuhan berkelanjutan.
Selama stabilitas makroekonomi terjaga dan kepercayaan investor tetap solid, pasar surat utang korporasi berpotensi terus berkembang sebagai pilar penting pembiayaan jangka menengah dan panjang bagi dunia usaha nasional.(*)