KABARURSA.COM - Kinerja pendapatan negara dalam lima bulan pertama 2025 menunjukkan tren penurunan paling tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, di tengah perlambatan ini, pemerintah justru dinilai gagal menunjukkan kewaspadaan yang semestinya.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengkritik keras minimnya respons krisis dari Kementerian Keuangan atas tren melemahnya pendapatan negara.
Per Mei 2025, total pendapatan negara tercatat hanya Rp995,3 triliun, atau baru 33,1 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun.
Kinerja ini bukan hanya lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi juga tercatat sebagai yang terburuk dalam enam tahun terakhir, bahkan lebih rendah dibanding saat pandemi COVID-19 tahun 2020, ketika capaian di periode yang sama mencapai 37,33 persen.
“Realisasi pendapatan negara saat ini lebih buruk dari masa pandemi. Tapi ironisnya, dalam siaran pers APBN Kita, tidak ada kesan bahwa pemerintah menyadari kondisi ini sebagai krisis,” kata Awalil dalam keterangan resmi, Rabu 18 Juni 2025.
Ia juga menyoroti format penyampaian data oleh pemerintah yang dinilainya tidak transparan.
Menurut Awalil, dalam laporan APBN terbaru, Kemenkeu tidak menampilkan perbandingan realisasi dengan periode yang sama tahun lalu seperti biasanya, padahal data tersebut justru menunjukkan kontraksi tajam sebesar 11,41 persen.
Penurunan ini menjadi yang terdalam dalam sejarah realisasi pendapatan lima bulan pertama APBN.
Jika dirinci, pendapatan perpajakan—komponen terbesar dalam struktur pendapatan negara—hanya mengumpulkan Rp806,2 triliun, atau setara 32,4 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp2.490,1 triliun.
Ini merupakan capaian terendah dalam enam tahun terakhir dan bahkan lebih rendah dari masa krisis pandemi. Selain itu, terjadi penurunan tajam sebesar 7,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Penerimaan perpajakan mengalami kontraksi tinggi. Ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk bersikap realistis terhadap kondisi ekonomi," ujar Awalil.
Lebih jauh, jika difokuskan pada sektor pajak saja, realisasi selama Januari hingga Mei 2025 hanya mencapai Rp683,3 triliun atau sekitar 31,2 persen dari target tahunan sebesar Rp2.189,3 triliun.
Penurunan ini bahkan lebih tajam, mencapai 10,14 persen secara tahunan—nyaris menyamai kontraksi di masa pandemi tahun 2020.
Menurut Awalil, tren penurunan penerimaan pajak ini mengindikasikan perlambatan ekonomi yang serius.
“Penerimaan pajak yang merosot tajam adalah sinyal jelas bahwa konsumsi dan aktivitas ekonomi masyarakat melemah. Ini mencerminkan daya beli yang belum pulih dan tekanan ekonomi yang masih berlanjut dari tahun lalu,” tegasnya.
Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat Rp188,7 triliun atau 36,7 persen dari target tahun ini yang dipatok sebesar Rp513,6 triliun.
Meski terlihat cukup stabil dibandingkan 2023 dan 2024, Awalil menilai hal ini lebih disebabkan oleh rendahnya target PNBP tahun ini—bahkan lebih kecil dari realisasi tahun penuh 2024 yang mencapai Rp579,57 triliun.
Ia mengakui pertumbuhan PNBP tahun ini relatif baik, naik 12,62 persen secara tahunan. Namun, kestabilan itu belum bisa dijadikan jaminan untuk menopang pendapatan negara secara keseluruhan karena volatilitas harga komoditas yang menjadi sumber utama PNBP sangat tinggi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Awalil, Kementerian Keuangan tampak menutup mata terhadap situasi ini. Dalam siaran persnya, ia menilai tidak ada upaya pemerintah untuk membangun empati publik atau menyampaikan kondisi ekonomi secara apa adanya.
"Menkeu dan jajarannya terkesan sombong dan seolah mengatakan segala sesuatunya masih baik dan berjalan sesuai rencana mereka. Menunjukkan sikap yang tidak terpuji dari pengelola keuangan negara," terang Awalil
Ia menegaskan, dengan tidak adanya pengakuan akan pelemahan ekonomi nasional, maka kecil kemungkinan seluruh komponen bangsa akan bersimpati dan terlibat dalam upaya perbaikan.
“Padahal, transparansi dan sense of crisis sangat diperlukan untuk menggalang dukungan publik dalam menjaga stabilitas fiskal negara,” tandasnya.(*)