Logo
>

Analis: KopDes Merah Putih Potensi Longsorkan Bank BUMN

Ditulis oleh Deden Muhammad Rojani
Analis: KopDes Merah Putih Potensi Longsorkan Bank BUMN
Liza Camelia Suryanata, Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia. Foto: Tangkapan Layar Bursa Pagi Pagi Kabarbursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih)oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap sektor perbankan nasional, khususnya bagi bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata, menyoroti bahwa menjelaskan program ini bertujuan untuk membentuk koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa di seluruh Indonesia dengan anggaran pembangunan dan pengembangan per desa yang diperkirakan mencapai Rp3-5 miliar. 

    “Saat ini, ketersediaan anggaran masih terbatas pada Rp1 miliar per desa per tahun, sehingga pendanaan awal diproyeksikan akan bergantung pada skema pembiayaan dari Himbara,” ungkap Liza kepada Kabarbursa.com, Selasa, 4 Maret 2025.

    Menurutnya himpunan bank-bank BUMN yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), dan Bank Tabungan Negara (BBTN) diminta untuk memberikan kredit awal guna mendukung pendirian dan operasional Kop Des Merah Putih.

    Berdasarkan proyeksi awal, jika 80.000 desa menerima pendanaan sebesar Rp3 miliar per desa, maka total kebutuhan pendanaan bisa mencapai Rp240 triliun per tahun. 

    Jika dana ini dibagi secara merata ke empat bank Himbara, maka setiap bank akan menanggung sekitar Rp60 triliun, angka yang setara dengan 18,5 persen dari total penyaluran kredit BBRI pada tahun sebelumnya yang hampir mencapai Rp1.300 triliun.

    Risiko Kredit Macet

    Liza menerangkan rencana ini selaras dengan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, dengan menggenjot belanja masyarakat melalui UMKM, yang selama ini berkontribusi 60 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen tenaga kerja.

    “Berhubung sebelumnya Presiden Prabowo juga menginstruksikan untuk menghapus kredit macet petani dan nelayan, maka ide baru ini dipercaya sebagai langkah untuk menggalakkan belanja masyarakat sekaligus meningkatkan volume kredit perbankan,” ujar Liza.

    Namun, menurut Liza, terdapat dilema yang harus diwaspadai, yaitu apakah prinsip kehati-hatian perbankan akan dikompromikan. Skema ini berisiko mengulang kembali episode kredit macet petani dan nelayan, yang berujung pada write-off besar-besaran di laporan keuangan bank, serta potensi tekanan terhadap profitabilitas sektor perbankan.

    “Pemerintah telah menghapus piutang macet untuk lebih dari 10.000 UMKM per 17 Januari 2025, dan menargetkan penghapusan piutang 67.000 UMKM pada tahap pertama. Jika skema ini berjalan tanpa mitigasi risiko yang jelas, potensi tekanan bagi sektor keuangan semakin besar,” tambahnya.

    Sementara sisa dari piutang macet yang belum dihapus direncanakan akan diproses pada Februari dan Maret 2025. Diprediksi, akan ada gelombang besar penghapusan piutang macet pada Maret, terutama setelah persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BRI dan BTN yang dijadwalkan awal bulan tersebut.

    “Sebagai contoh, BBRI mencatatkan write-off UMKM terbesar tahun lalu mencapai Rp71 triliun. Laporan kinerja Januari 2025 sudah menunjukkan kontraksi laba bersih sebesar -58 persen YoY, yang mendorong harga saham BBRI turun ke level terendah dalam empat tahun terakhir,” jelas Liza.

    Pada 28 Februari 2025, saham BBRI sempat anjlok ke Rp3.360 per lembar, menunjukkan dampak dari tekanan likuiditas dan meningkatnya ekspektasi write-off besar-besaran pada Maret 2025.

    “Apakah episode penghapusan piutang UMKM ini akan kembali menekan kinerja keuangan bank BUMN di bulan Maret? Jika iya, artinya potensi longsoran di sektor finance masih akan menjadi ancaman bagi kuartal pertama 2025 ini,” pungkasnya. 

    Performa Saham Himbara

    Pasar saham Indonesia kembali menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi, terutama pada saham-saham perbankan BUMN yang masih bergerak dalam tren koreksi. 

    Pada perdagangan Selasa siang, 4 Maret 2025beberapa saham perbankan utama seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) mengalami tekanan jual yang menyebabkan penurunan harga.

    Hingga pukul 13.46 WIB, saham BBRI tercatat turun 0,27 persen ke level Rp3.660 per lembar dengan volume transaksi mencapai 225,45 juta lembar saham. Rata-rata volume perdagangan saham ini berada di angka 283,8 juta lembar, menunjukkan adanya penurunan aktivitas transaksi dibandingkan hari-hari sebelumnya.

    Saham BMRI juga mengalami pelemahan yang lebih dalam, turun 1,63 persen ke Rp4.820 per lembar pada pukul 13.47 WIB. Volume transaksi tercatat sebesar 93,1 juta lembar saham, masih jauh di bawah rata-rata volume perdagangan harian yang mencapai 164,86 juta lembar. 

    Penurunan ini mengindikasikan adanya tekanan jual yang cukup kuat di tengah sentimen pasar yang belum sepenuhnya pulih.

    Sementara itu, saham BBNI turut terkoreksi 0,47 persen ke level Rp4.240 per lembar pada pukul 13.48 WIB. Dengan volume transaksi sebesar 45,93 juta lembar, saham ini juga berada di bawah rata-rata volume perdagangannya yang mencapai 61,88 juta lembar. 

    Meskipun demikian, valuasi saham BBNI masih menarik bagi investor jangka panjang setelah mendapat peningkatan rekomendasi dari JP Morgan yang menetapkan target harga Rp4.600 per lembar.

    Di sisi lain, saham BBTN mencatatkan penurunan terbesar di antara keempat bank pelat merah, turun 1,70 persen ke level Rp865 per lembar. Saham ini dibuka di level Rp875 dan sempat mencapai harga tertinggi Rp880, sebelum kembali melemah ke titik terendahnya di Rp860. 

    Dengan nilai transaksi mencapai Rp18,7 miliar, saham BBTN saat ini berada dalam tekanan jual yang lebih besar dibandingkan bank-bank BUMN lainnya.

    Secara keseluruhan, tekanan yang terjadi pada saham perbankan ini mencerminkan adanya kekhawatiran investor terhadap kondisi likuiditas serta kenaikan biaya dana (cost of fund), yang dapat mempengaruhi margin keuntungan bank. 

    Meskipun demikian, banyak analis masih melihat adanya peluang technical rebound dalam waktu dekat, terutama bagi saham-saham yang telah mengalami koreksi signifikan sejak awal tahun.

    Dengan fundamental yang masih kuat dan strategi ekspansi bisnis yang terus berlanjut, saham-saham perbankan BUMN tetap menarik bagi investor yang berorientasi jangka panjang. 

    Seiring dengan perkembangan ekonomi nasional dan potensi pemulihan pasar, saham-saham ini berpeluang untuk kembali menguat dalam beberapa bulan ke depan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Deden Muhammad Rojani

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.